Kantor Komunikasi Kepresidenan Ingatkan Warga Waspadai Misinformasi dan Disinformasi saat Lebaran 

Jangan sampai momen yang suci bagi umat muslim ini diwarnai dengan kesalahan informasi hingga menimbulkan mispersepsi. 

Kompas.com
BIJAK MEMILIH INFORMASI - Deputi Bidang Diseminasi dan Media Informasi Kantor Komunikasi Kepresidenan/Presidential Communication Office (PCO) Noudhy Valdryno. Dia mengingatkan masyarakat untuk mewaspadai maraknya misinformasi, disinformasi dan malinformasi saat momen lebaran Idulfitri 1446 Hijriah atau 2025 Masehi. 

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Kantor Komunikasi Kepresidenan mengingatkan masyarakat untuk mewaspadai maraknya misinformasi, disinformasi dan malinformasi saat momen lebaran Idulfitri 1446 Hijriah atau 2025 Masehi.

Jangan sampai momen yang suci bagi umat muslim ini diwarnai dengan kesalahan informasi hingga menimbulkan mispersepsi. 

Deputi Bidang Diseminasi dan Media Informasi Kantor Komunikasi Kepresidenan/Presidential Communication Office (PCO) Noudhy Valdryno mengatakan, Idulfitri merupakan momen penuh berkah yang dinanti-nanti.

Momen ini, kata dia merupakan ajang berkumpul dengan keluarga dan sahabat. 

"Selain menyambung silaturahmi, Lebaran juga menjadi waktu yang tepat untuk bertukar kabar, baik tentang masa lalu, harapan di masa depan, hingga cerita di masa kini," ujar Noudhy dari keterangannya pada Kamis (3/4/2025). 

Namun di tengah perayaan tersebut, lanjut Noudhy, ada satu hal yang perlu menjadi perhatian publik bersama yaitu misinformasi, disinformasi, dan malinformasi.

Dia berujar, hal ini rentan terjadi saat masyarakat secara masif bertukar informasi. 

Menurutnya, kemampuan untuk memilah dan mengidentifikasi informasi menjadi semakin relevan saat ini.

Semua orang, kata dia, bisa ikut berkontribusi memerangi gangguan informasi untuk merawat persatuan dan solidaritas. 

"Momen lebaran adalah waktu yang penuh dengan kegembiraan, tetapi di balik itu ada ancaman gangguan informasi yang mengintai. Jadi, kita harus lebih bijaksana dalam mengonsumsi informasi," ujar Noudhy. 

Dia mengulang pesan Presiden RI Prabowo Subianto soal semangat lebaran kali ini.

Diketahui, Prabowo meminta agar lebaran menjadi momentum bagi semua untuk semakin memperkokoh persatuan bangsa dan memperkuat solidaritas sosial, bukan sebaliknya. 

Baca juga: Pertemuan Megawati-Prabowo Segera Terjadi, Setelah Hampir Video Call Saat Lebaran

"Selain belajar gerakan tren 'velocity' bersama sanak saudara, bijak berlebaran bisa kita lakukan dengan juga mengasah kemampuan kita memilah tiga sumber utama
mispersepsi publik," tuturnya. 

Sumber utama mispersepsi yang pertama adalah misinformasi atau penularan ketidaktahuan.

Misinformasi adalah penyebaran informasi yang salah akibat ketidaktahuan, tanpa intensi menyesatkan. 

"Ini sering kali terjadi ketika seseorang menyebarkan informasi tanpa memverifikasi terlebih dahulu kebenarannya," imbuhnya. 

Dia mencontohkan, seperti kabar yang beredar bahwa pemerintah akan mengembalikan dwifungsi TNI melalui RUU TNI yang disahkan di tahun 2025.

Padahal, UU tersebut justru sangat membatasi peran TNI hanya pada lembaga yang terkait erat dengan kemampuan para prajurit TNI itu sendiri, seperti Badan Nasional Penanggulangan Bencana.  

"Hal ini sangat berbeda dengan UU Nomor 2 Tahun 1988 tentang ABRI, yang memberi keleluasaan lebih besar bagi TNI untuk terlibat dalam ruang pemerintahan dan politik. Ketidaktahuan makna Dwifungsi ABRI akhirnya menyebabkan mispersepsi informasi," jelas Noudhy. 

Contoh lainnya, kata dia, adalah soal Danantara, yang kini menjadi bagian dari pengelolaan sumber daya alam Indonesia, yang dianggap akan dikelola dengan cara yang tidak profesional.

Baca juga: Open House Lebaran Prabowo Dipadati Masyarakat, Bukti Rakyat Inginkan Kedamaian

Faktanya, ungkap dia, Danantara dirancang dengan matang, diawaki oleh para profesional di bidang manajemen dan investasi, untuk mengoptimalkan potensi ekonomi Indonesia dengan penuh kehati-hatian. 

Kemudian mispersepsi yang kedua adalah disinformasi atau kesalahan yang disengaja.

Berbeda dengan misinformasi, disinformasi merujuk pada penyebaran informasi salah yang dilakukan oleh seseorang yang tahu bahwa informasi tersebut salah. 

"Penyebarannya memang sengaja dilakukan dengan niatan buruk. Jika Anda menemukan informasi seperti ini segera laporkan ke Kementerian Komunikasi dan Informasi melalui aduankonten@mail.kominfo.go.id," katanya. 

Selanjutnya sumber mirsepsi yang ketiga adalah malinformasi atau data yang disalahgunakan.

Malinformasi adalah informasi yang benar namun disampaikan dalam konteks yang salah, atau waktu yang tidak tepat. Seringkali di tengah masyarakat kerap ditemukan informasi yang terkesan ada makna cocoklogi. 

"Data yang tidak lengkap yang disajikan untuk melahirkan kesimpulan yang keliru. Sebagai contoh, tahun ini kita dengar kabar tentang penurunan jumlah pemudik, bahkan ada yang menggunakan kata anjlok, padahal masa mudik lebaran belum selesai," ucapnya. 

Dia mengatakan, angka jumlah pemudik yang digunakan mungkin hanya berdasarkan taksiran sementara, bukan realisasi.

Contoh lain adalah isu terkait dengan penurunan rata-rata saldo di rekening bank, padahal saat ini semakin mudah membuka rekening baru untuk keperluan promo, jumlah rekening yang terdaftar jauh lebih banyak dibandingkan jumlah populasi. 

Sementara itu, investasi dalam bentuk emas yang semakin populer juga menyebabkan peningkatan tabungan di luar rekening bank.

Malinformasi seperti ini bisa menyesatkan karena memunculkan sebagian data yang akhirnya berujung kesimpulan yang tidak tepat. 

Dia menambahkan, sumber yang didapat tentu menentukan kualitas informasi. Agar tidak mudah terjerumus dalam arus informasi yang keliru, penting bagi kita untuk menyeleksi sumber informasi, apalagi saat ini platform digital menjadi lahan subur bagi misinformasi, disinformasi, dan malinformasi. 

Karena itu, Noudhy berharap, momen lebaran ini membawa energi baru bagi media massa untuk ikut berperan di garda terdepan sebagai 'penjaga gerbang'.

Mereka diharapkan dapat mencerahkan masyarakat agar tidak terpapar misinformasi, disinformasi, dan malinformasi. 

"Di era digital ini, kita sering terjebak dalam informasi yang menyesatkan, apalagi dengan adanya berbagai platform media sosial. Berbagai akun resmi pemerintah bisa menjadi verifikator bagi warga dengan data yang akurat dan tepercaya," pungkasnya.

 

Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved