Pilpres

Prabowo Akan Diusung Lagi di Pilpres 2029, Ganjar Pranowo Santai Menanggapi: Kita Tidak Kesusu

Ganjar Pranowo menjelaskan bahwa PDIP memiliki mekanisme tersendiri dalam menentukan calon presiden yang akan diusung.

|
Editor: Feryanto Hadi
KOMPAS.com/Fika Nurul Ulya
PILPRES 2029- Ganjar Pranowo mengaku PDIP tak terburu-buru membicarakan siapa calon presiden yang akan diusung pada Pilpres 2029. Pernyataan ini menanggapi deklarasi Gerindra mengusung Prabowo di Pilpres 2029 

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA-- Partai Gerindra secara terbuka mengumumkan pengusungan Prabowo Subianto sebagai calon presiden untuk Pemilihan Presiden (Pilpres) 2029.

Keputusan ini diambil meskipun Prabowo saat ini masih menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia.

Pengumuman itu disampaikan di hadapan ketua umum partai Koalisi Indonesia Maju (KIM) pada kegiatan silaturahmi menjelang puncak HUT ke-17 Gerindra di Hambalang, Jawa Barat, Jumat, 14 Februari 2025.

Informasi ini disampaikan Wakil Ketua Majelis Syuro DPP PKS Ahmad Heryawan usai menghadiri kegiatan silaturahmi para ketua umum partai KIM di Hambalang, Jawa Barat, Jumat, 14 Februari 2025.

"Yang ada adalah diumumkan bahwa Prabowo akan maju kembali pada tahun 2029," kata Ahmad di Hambalang, Jawa Barat, Jumat, 14 Februari 2025

Aher, sapaan akrabnya, mengatakan, Prabowo tidak meminta KIM plus mendukungnya untuk saat ini.

Di sisi lain PKS sendiri, menurut Aher, belum berniat untuk menentukan sikap.

"Sikap partai tentu ya jangan sekarang, sikapnya nanti menjelang itu," kata dia.

Pendapat berbeda disampaikan oleh Waketum Partai Demokrat Benny Kabur Harman.

Dia mengatakan, Prabowo justru meminta partai-partai KIM plus untuk terus kompak sampai 2029.

Bahkan, Prabowo menawarkan KIM plus bisa menjadi koalisi permanen.

"Koalisinya untuk sampai 2029. Presiden Prabowo Subianto meminta koalisi KIM plus menjadi koalisi permanen," kata Benny di Hambalang, Jawa Barat, Jumat, 14 Februari 2025.

Sikap PDIP Terhadap Pengusungan Capres

Menanggapi langkah Gerindra, Ketua DPP PDIP bidang Pemerintahan dan Otonomi Daerah, Ganjar Pranowo, menyatakan bahwa PDIP tidak akan tergesa-gesa dalam menentukan calon presiden.

 Ganjar menekankan bahwa PDIP adalah partai yang menghormati proses politik dan tidak sekadar mengikuti keputusan partai lain.

"Kita bukan ikut-ikutan, tapi kita menghormati sebuah proses. Ketika kemudian ada partai yang sudah menentukan sikap politik, tentu kita hormati," ujar Ganjar, seperti dilansir dari Kompas TV.

Mekanisme Penentuan Capres PDIP

Ganjar menjelaskan bahwa PDIP memiliki mekanisme tersendiri dalam menentukan calon presiden yang akan diusung.

Proses ini melibatkan konsolidasi internal dan penentuan sikap melalui kongres partai.

"Kalau PDIP ada mekanismenya, kita sedang menyiapkan konsolidasi, kita sedang menyiapkan kongres gitu ya."

 "Kalau kita secara kelembagaan sudah ada mekanismenya, jadi kita bukan yang kesusu dan ikut-ikutan," tegas Ganjar.

Terkait kemungkinan dirinya kembali maju di Pilpres 2029, Ganjar tak memberikan jawaban pasti.

Ia menekankan bahwa PDIP akan menunggu proses dan tidak terburu-buru dalam menentukan sosok capres untuk Pilpres 2029.

Parpol Harus Berani Majukan Kader di Pilpres 2029

Sebelumnya diberitakan, Analis Komunikasi Politik Hendri Satrio (Hensat) mengingatkan masyarakat agar dapat menilai partai politik mana yang seharusnya dipertahankan, terutama setelah Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan untuk menghapus syarat ambang batas pencalonan presiden dari 20 persen dan kini menjadi nol persen.

Hensat menekankan, partai politik yang layak dipertahankan adalah mereka yang berani mengajukan kader untuk Pilpres 2029 menyusul adanya syarat tersebut.

“Menurut saya, dengan keputusan MK nol persen untuk pencalonan presiden, maka partai-partai politik yang layak dipertahankan oleh masyarakat adalah memang partai politik yang berani mengajukan kadernya di Pilpres 2029,” kata Hensat dalam keteranganya, Sabtu (4/1/20245).

Hensat pun mendorong partai-partai politik untuk mulai mengembangkan kader-kader terbaik mereka sejak saat ini dan memberikan investasi elektoral yang diperlukan.

Baca juga: Bisa Usung Kader Sendiri di Pilpres 2029 Usai MK Hapus Ambang Batas, PAN: Prabowo Masih yang Terbaik

Sebab, ia berpendapat, salah satu syarat calon presiden adalah harus memiliki investasi elektoral, dan tidak semua tokoh di partai politik memiliki tabungan elektoral tersebut.

“Mulai saat ini para parpol harus groom (menyiapkan) kader-kader terbaiknya dari sekarang, berikanlah mereka investasi-investasi elektoral supaya di 2029 nanti bisa jadi calon presiden yang bisa menantang Prabowo,” ujarnya.

Menurutnya, proses saling menantang dalam demokrasi, dalam hal ini kontestasi Pilpres adalah hal yang sehat dan wajar.

Oleh karena itu, ia menilai, partai politik tidak boleh menjadikan ketakutan untuk kalah sebagai alasan untuk tidak mencalonkan kader mereka.

Baca juga: Ini Reaksi Parpol atas Putusan MK Hapus Presidential Threshold, cuma NasDem yang Bilang Rumit

“Jangan sampai kemudian banyak partai politik yang tidak punya calon dengan alasan sebetulnya mereka punya kader tapi tidak berani saja mencalonkan diri kadernya, mencalonkan kadernya karena takut kalah atau karena takut tidak kebagian kekuasaan,” kata Hensat.

Hensat menuturkan, bahwa partai politik perlu memiliki keberanian untuk mendorong kader-kader mereka sebagai calon pemimpin nasional.

Jika banyak partai tidak berani mencalonkan kadernya dengan alasan takut kalah atau tidak mendapatkan kekuasaan, ia berpendapat bahwa keberadaan partai tersebut sebaiknya dievaluasi.

“Jadi partai politik harus berani mengkader, mempersiapkan kadernya untuk maju di peralatan Pilpres 2029. Itu baru partai politik yang berani. Kalau ada partai politik yang tidak berani, mendingan kita saja, masyarakat, rakyat, karena partai politik juga mendapatkan bantuan keuangan negara,” ujar Hensat.

Analisis Komunikasi Politik Universitas Paramadina Hendri Satrio.
Analisis Komunikasi Politik Universitas Paramadina Hendri Satrio. (TRIBUNNEWS/VINCENTIUS JYESTHA)

“Tapi kalau ternyata mereka tidak berani mendorong kader-kadernya sebagai calon pemimpin nasional, lebih baik kita doain aja supaya partai politik itu bubar,” pungkas Hensat.

Ketua DPP Partai NasDem Rifqinizamy Karsayuda mengatakan, DPR dan pemerintah akan menindaklanjuti putusan MK ini.

“Tentu pemerintah dan DPR akan menindaklanjutinya dalam pembentukan norma baru di undang-undang terkait dengan persyaratan calon presiden dan wakil presiden,” ucapnya.

Ketua Komisi II DPR RI ini menilai bahwa putusan MK tersebut menjadi babak baru dalam lanskap demokrasi konstitusional Indonesia.

Sebab MK membuka ruang bagi siapapun untuk mencalonkan diri sebagai calon presiden dan wakil presiden.

“Saya kira ini babak baru bagi demokrasi konstiotusional kita di mana peluang untuk mencalonkan presiden dan wakil presiden bisa lebih terbuka dikuti oleh lebih banyak pasangan calon dengan ketentuan yang lebih terbuka,” ucap Rifqi.

Untuk itu, putusan MK tentang penghapusan ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden mesti dihormati karena bersifat final dan mengikat.

“Apapun itu Mahkamah Konstitusi putusannya final and binding karena itu kita menghormati dan berkewajiban untuk menindaklanjutinya,” ucap Rifqi. 

Diketahui, Mahkamah Konstitusi (MK) menghapus ketentuan ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden atau presidential threshold.

Hal ini diputuskan dalam sidang perkara nomor 62/PUU-XXII/2024 yang digelar di Ruang Sidang MK, Jakarta, Kamis (2/1/2025).

“Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” ujar Ketua MK RI, Suhartoyo.

Suhartoyo menerangkan, norma pasal 222 UU Nomor 7/2017 tentang Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6109) bertentangan dengan UUD 1945.

Adapun pasal yang dinyatakan bertentangan tersebut berkaitan dengan syarat ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden oleh partai politik.

Pasal 22 UU Nomor 7 Tahun 2017 berbunyi sebagai berikut: "Pasangan Calon diusulkan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik Peserta Pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 persen (dua puluh persen) dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen (dua puluh lima persen) dari suara sah secara nasional pada Pemilu Anggota DPR periode sebelumnya."

Baca berita WartaKotalive.com lainnya di Google News dan WhatsApp

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com

Sumber: Warta Kota
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved