Opini

Henti Jantung Mendadak: Mengapa Setiap Detik Berharga, Apa yang Dilakukan untuk Selamatkan Nyawa?

Henti Jantung Mendadak: Mengapa Setiap Detik Itu Berharga dan Apa yang Bisa Kita Lakukan untuk Menyelamatkan Nyawa

Penulis: M. Rifqi Ibnumasy | Editor: Dwi Rizki
Istimewa
Kegiatan mahasiswa magister Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Indonesia terkait keterampilan bantuan hidup dasar.  

WARTAKOTALIVE.COM, BEJI - Henti jantung mendadak dapat menyerang siapa saja, kapan saja.

Bayangkan sebuah sore yang tenang berubah menjadi tragedi, karena tidak ada yang tahu cara memberikan CPR (Resusitasi Jantung Paru). 

Di Indonesia, peluang hidup korban berkurang hingga 10 persen setiap menit tanpa bantuan CPR

Ironisnya, 92 % masyarakat Indonesia belum memiliki keterampilan ini. Padahal, 70 % henti jantung terjadi di luar fasilitas kesehatan, seperti di rumah atau tempat kerja. 

Tanpa bantuan cepat, peluang hidup korban menurun drastis hingga 10 % setiap menit, Ini adalah fakta yang harus diubah demi masa depan yang lebih aman.

Urgensi Masalah

Di negara-negara seperti Denmark dan Jepang, pelatihan Bantuan Hidup Dasar (BHD) telah membuktikan kemampuannya menyelamatkan ribuan nyawa. 

Tingkat respons masyarakat Denmark terhadap situasi darurat mencapai 73 % , jauh melampaui Indonesia yang hanya 15 % . Indonesia menghadapi berbagai tantangan. 

Banyak orang berpikir bahwa tindakan darurat sepenuhnya adalah tanggung jawab tenaga medis.

Pelatihan BHD sering kali hanya tersedia di kota besar, sedangkan di pedesaan, hanya 20 % masyarakat yang memiliki akses. 

Biaya pelatihan yang mencapai ratusan ribu rupiah menjadi hambatan tambahan, terutama bagi mereka yang berpenghasilan rendah.

Selain itu, tidak seperti di Jepang atau Denmark, keterampilan ini belum menjadi bagian dari kurikulum pendidikan formal di Indonesia.

Tetapi bukan berarti kita tidak memiliki harapan. Kisah seorang remaja di Denmark yang menyelamatkan ayahnya berkat pelatihan BHD di sekolahnya menjadi bukti nyata betapa pentingnya keterampilan ini.

Apa yang mencegah kita untuk menciptakan kisah serupa di Indonesia?

Bagaimana solusinya?

Sumber: Warta Kota
Halaman 1 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved