Berita Nasional

Warga Desa Pasar Rawa Temukan ‘Harta Karun’, Pohon Nipah dengan Ragam Manfaat Ekonomi

Warga Desa Pasar Rawa, Kecamatan Gebang, Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera Utara menemukan ‘harta karun’ berupa pohon nipah untuk perekonomian warg

Warta Kota/Fitriyandi Al Fajri
(kiri-kanan) Ketua Kelompok Tani Hutan (KTH) Penghijauan Maju Bersama, Kasto Wahyudi; Sekretaris Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS) Maju Bersama Kuliner Sabaria Hasibuan; Ketua Lembaga Pengelolaan Hutan Desa (LPHD) Pasar Rawa, Rudi Irwansyah Putra dan Sekretaris Desa Pasar Rawa, Siswanto. Mereka menunjukkan ragam olahan dari pohon mangrove yang ada di desanya di Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera Utara, Selasa (3/12/2024). 

“Saya rasa satu pohon nipah ini, banyak banget manfaatnya. Ternyata ini harta karun di Pasar Rawa yang mana masyarakat tidak paham dan tidak tahu, mungkin ini semua terjadi karena kami belajar sehingga kami ada ide untuk mengembangkannya,” lanjut Rudi.

Baca juga: Terciduk, Gus Miftah Belum Juga Lapor Harta Kekayaan Setelah Hampir Satu Bulan Jadi Pejabat Negara

Pertahankan Mangrove
Warga Desa Pasar Rawa merasakan begitu banyak manfaat dengan kehadiran berbagai jenis pohon mangrove di tempat tinggalnya.

Tidak hanya menanam, mereka juga turut menjaga pohon mangrove dari ancaman peralihan ke perkebunan kelapa sawit.

“Setelah kami menanam dan menjaga mangrove, dampak dan manfaatnya sudah kami rasakan, terutama setelah hutannya bagus, lalu rimbun lagi ternyata biota lautnya berkembang dan makin banyak, ikan bisa dibuat sebagai keripik Baronang Crispy,” ungkapnya.

Dari berbagai jenis mangrove, lanjut dia, terselip pohon nipah yang banyak di sana. Meskipun sulit dijangkau karena menggunakan perahu, tapi tak menyurutkan niat warga setempat untuk memanfaatkan keberadaannya.

“Jadi satu pohon nipah yang ada di Pasar Rawa ini ternyata bisa ada tujuh hingga 10 manfaatnya ekonomi baru bagi kami. Selama ini kami tidak tahu, ternyata ini bisa dimanfaatkan dan bisa menjadi tambahan cuan bagi ibu-ibu di sini,” pungkasnya.

Sementara itu, Sekretaris Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS) Maju Bersama Kuliner Sabaria Hasibuan mengaku, telah memiliki pekerjaan baru dengan kehadiran hutan mangrove.

Salah satunya adalah mengelola ikan Baronang menjadi kudapan Baronang Cripsy yang dijual ke pasar domestik.

“Di kampung pekerjaan kan nggak ada, apalagi ibu-ibu. Contohnya seperti saya, saya kan, jangankan kuliah, tamat SMA pun saya nggak. Jadi gara-gara ini, alhamdulillah, ibu-ibu yang nggak bekerja jadi bekerja,” kata Sabaria.

Menurutnya, satu bungkus keripik Baronang Crispy dijual dengan harga Rp 15.000 dengan varian rasa original dan balado.

Warga di Pasar Rawa berencana membuat varian rasa baru untuk kalangan muda setelah rumah produksi dibangun.

“Rencana lain seperti itu, nanti kalau rumah produksi kami sudah jadi, kami buat, produksinya sudah lancar, sudah maksimal, kami punya harapan kami bisa mencari rasa lain yang diminati kalangan anak muda sekarang,” katanya.

Sabaria juga ingin membuat Baronang Crispy dengan harga Rp 5.000 per bungkus. Langkah itu dilakukan untuk menjangkau masyarakat ekonomi menengah ke bawah.

“InsyaAllah nanti kami bisa juga buat varian rasa baru dan kemasan baru,” ucap dia.

Sabaria mengklaim, sudah mendapat permintaan pesanan dari Malaysia untuk keripik Baronang Crispy tersebut. Pada tahun 2025, KUPS akan mengurus perizinan BPOM dan Kementerian Kelautan RI.

“Izin dari BPOM dan dari Kementerian Kelautan serta nilai gizi harus ada kalau kami ekspor. Karena di luar sana orang kalau belanja itu kan bukan lihat rasa atau apa, tapi lihat kandungan gizinya,” pungkas Sabaria. (faf)

Baca berita Wartakotalive.com lainnya di WhatsApp.

Baca berita Wartakotalive.com lainnya di Google News.

Sumber: Warta Kota
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved