Korupsi Timah
Sidang Korupsi PT Timah Tbk, Ahli Ungkap BPKP Tak Bisa Tentukan Nilai Kerugian Negara
Sidang korupsi di PT Timah Tbk terus berlanjut, seperti kemarin terdakwa Thamron alias Aon membawa beberapa ahli sebagai saksi.
“Mengacu pada subversi hukum administrasi, maka konsep penguasaan dan konsep kepemilikan sangat berbeda. Sehingga seharusnya terdakwa tidak dikenakan sanksi pidana namun sanksi administrasi,” ujar ahli hukum Administrasi Negara dan Tata Negara Universitas Pancasila ini.
Dikatakan, dengan diberikannya sanksi administrasi maka negara tidak dirugikan mengingat adanya denda yang dibebankan kepada para terdakwa.
“Lagipula, tindak pidana pertambangan dan Lingkungan tak dapat dimasukkan dalam ranah Tindak Pidana Korupsi, karena berdasarkan pasal 14 UU Tipikor, melanggar UU Pertambangan tidak dapat dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi," jelasnya.
Rocky menyatakan ketika ada kesepakatan antara anak perusahaan BUMN dan pihak swasta dalam bentuk tertulis, maka kesepakatan itu berlaku sah dan perjanjian itu levelnya sama dengan UU bagi para pihak dan negara tidak bisa ikut campur dalam perjanjian itu.
“Apalagi dalam Yurisprudensi Makamah Agung Nomor 4 Tahun 2018 disebutkan bahwa sengketa yang muncul karena pelanggaran perjanjian adalah ranah perdata, kecuali memang didasari itikad buruk," ucapnya.
"Tak hanya itu, PT Timah sendiri bukanlah BUMN, tapi anak perusahaan BUMN yang dikuatkan oleh tiga putusan terkait status PT Timah. Pertama Putusan Pengadilan Tinggi Pangkal Pinang, Kedua Putusan Pengadilan Tinggi Bangka Belitung dan terakhir putusan Makamah Konstitusi yang semuanya menyatakan PT Timah bukan perusahaan BUMN,” lanjutnya.
Selain kedua Ahli di atas, Penasihat Hukum Terdakwa turut menghadirkan Ahli Hukum Bisnis dan Dagang dari Universitas Pelita Harapan, Dr Jonker Sihombing, SH SE, MH, yang memberikan pendapatnya mengenai perjanjian sewa menyewa antara anak perusahaan BUMN sebagai pemegang dengan perusahaan swasta yang merupakan hubungan keperdataan yang sah secara hukum.
"Perjanjian itu dilakukan secara sah, berlaku sebagai Undang-Undang bagi yang membuatnya. Artinya kalau kedua belah pihak sepakat dengan penetapan harga sewa menyewa itu, whatever the price, whats wrong??" ujarnya.
Selain itu, Dr Jonker menyinggung terkait tanggung jawab hukum dari Pesero Komanditer dalam Persekutuan Komanditer (CV).
"Yang menambahkan modal pesero pasif, Pesero Komanditer hanya memasukkan uang/modal, tidak boleh mengurus perusahaan dalam bentuk apapun. Pesero Komanditer tidak bertanggung jawab dan tidak dilibatkan pertanggungjawaban. Jika dia ikut mengurus secara legal, maka dia memiliki tanggung jawab perdata, ikut tanggung renteng" jelasnya.
Dr. Jonker juga menegaskan bahwa dalam Hukum Perdata dan Hukum Dagang tidak mengenak istilah "beneficial ownership", yang ada hanyalah besitter.
Baca berita Wartakotalive.com lainnya di Google News
Ikuti saluran WartaKotaLive.Com di WhatsApp: https://www.whatsapp.com/channel/0029VaYZ6CQFsn0dfcPLvk09
Harvey Moeis Divonis 20 Tahun dan Dimiskinkan Pengadilan Tinggi Jakarta, Kuasa Hukum: Innalillahi |
![]() |
---|
Eks Direktur Utama PT Timah Susul Harvey Moeis, Hukuman Diperberat jadi 20 Tahun Penjara |
![]() |
---|
Pengadilan Tinggi Jakarta Vonis Harvey Moeis 20 Tahun Penjara, MAKI : Harusnya Seumur Hidup |
![]() |
---|
Hukuman Harvey Moeis Diperberat jadi 20 Tahun dan Bayar Rp 420 miliar, Hakim: Menyakiti Hati Rakyat |
![]() |
---|
Korupsi di PT Timah Tbk, Hukuman Harvey Moeis Tambah, Penjara 20 Tahun, Uang Pengganti Rp 420 M |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.