Pilkada

Hasil Survei Indikator-SMRC di Jateng Beda Jauh, Prof Kacung Tantang Persepsi Tindaklanjuti

Prof Kacung menantang Perhimpunan Survei Opini Publik Indonesia melakukan investigasi terhadap dua lembaga survei yang merilis hasil di Jawa Tengah

Editor: Feryanto Hadi
ist
Ilustrasi: Dua pasangan calon gubernur dan wakil gubernur Jawa Tengah saat pengambilan nomor urut beberapa waktu lalu 

 

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA-- Guru Besar Ilmu Politik Universitas Airlangga, Prof. Dr. Kacung menyoroti hasil survei pada pemilihan gubernur Jawa Tengah

Seperti diketahui, dalam waktu berdekatan dua lembaga survei merilis elektabiltas pasangan calon.

Hasilnya, perbedaan terhadap elektabilitas dua paslon yang dirlis kedua lembaga itu berbeda jauh meskipun dilakukan pada periode hampir bersamaan.

Prof Kacung menantang Perhimpunan Survei Opini Publik Indonesia (Persepi) melakukan investigasi, sama seperti yang dilakukan pada dua lembaga survei yang merilis hasil elektabilitas paslon di Pilkada Jakarta beberapa waktu lalu

Dua lembaga survei ini adalah Indikator Politik Indonesia dan Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC).

Baca juga: Ketua Bawaslu: Perbedaan Persepsi AntarLembaga Mendistorsi Efektivitas Pengelolaan Keadilan Pemilu

Dalam rilis survei periode 7-12 November, SMRC menyatakan elektabilitas dari pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Nomor Urut 1, Andika Perkasa-Hendrar Prihadi atau Hendi berada di angka 50,4 persen.

Kemudian elektabilitas pasangan nomor urut 2, Ahmad Lutfi-Taj Yasin di angka 47,0 persen.

Hasil survei dari SMRC secara jelas memperlihatkan keunggulan dari pasangan Andika-Hendi.

Sejurus kemudian Indiaktor mengeluarkan hasil survei berbeda di periode yang sama yakni 7-13 November di mana elektabilitas pasangan Lutfi-Taj Yasin terekam unggul yakni di angka 47,19 persen dan pasangan Andika-Hendi di angka 43,46 persen.

Prof. Dr. Kacung Marijan menyatakan Persepi yang menaungi SMRC dan Indikator harus bersikap tegas.

Prof Kacung menegaskan Persepi harus adil terhadap anggotanya yang mengeluarkan hasil berbeda seperti terjadi di Pilkada DK Jakarta ketika terjadi perbedaan hasil survei antara LSI dan Poltracking Indonesia.

Baca juga: Usai Disanksi Persepsi, Kantor Poltracking Didemo, Massa Minta Lembaga Survei Jaga Kredibilias

“Begini memang yang di Jakarta itu kan Persepi turun tangan ya. Ya biar fair harus turun tangan juga dong,” terang Prof Kacung, Minggu (17/11).

“Sehingga jangan sampai Jakarta turun tangan tapi di Jateng ga turun tangan kan gitu,” imbuhnya.

Seperti diketahui, SMRC dan Indikator berada di bawah naungan Persepi. Karenanya, Prof Kacung menegaskan Persepi harus turun tangan atas perbedaan data yang dikemukakan ke publik oleh dua anggota Persepi.

Terdapat perbedaan hasil elektabilitas yang dikeluarkan oleh SMRC dan Indikator. Seperti halnya elektabilitas pasangan Andika-Hendi di mana SMRC menyatakan di angka 50,4 persen sedangkan Indikator 43,46 persen di periode survei yang sama.

Kemudian elektabilitas yang terekam oleh Indikator di periode survei yang sama memperlihatkan elektabilitas Lutfi-Taj Yasin di angka 47,19 persen dan SMRC adalah 47,0 persen.

Perbedaan elektabilitas tidak berbeda seperti hasil survei Pilkada DK Jakarta, di mana LSI menemukan pasangan Pramono Anung-Rano Karno di angka 41,6 persen, Ridwan Kamil-Suswono 37,4 persen dan Dharma Pongrekun-Kun Wardana 6,6 persen.

Kemudian Poltracking Indonesia di periode survei yang sama menemukan elektabilitas Ridwan Kamil-Suswono di angka 51,6 persen, Pramono-Rani 36,4 persen dan Dharma-Kun di angka 3,9 persen.

Karena perbedaan tersebut LSI dan Poltracking dalam waktu singkat dipanggil oleh dewan etik yang dikomandoi oleh Saiful Mujani.

Anggota Dewan Etik Persepi yang kemudian dimotori oleh Saiful Mujani kemudian menjatuhkan sanksi kepada Poltracking karena mengeluarkan hasil berbeda dari LSI.

Maka dari itu, Prof Kacung menyatakan Persepi jangan tumpul ketika dihadapkan dengan lembaga survei yang dibina oleh anggota dewan etik yakni Saiful Mujani yakni SMRC.

Hal ini tentunya akan mengundang kebingungan di mata publik terkait kredibilitas Persepi jika tidak memanggil SMRC dan Indikator terkait perbedaan hasil survei di Pilgub Jateng. 

“Ya menurut saya harus fair dong, harus fair kepada anggota ya kalau ada datanya tinggal di ekspos aja datanya ada atau ngganya, bener atau engganya,” ujar Prof Kacung.

“Ya jangan sampai di satu daerah turun tapi di daerah lain tidak turun. Itu kan bisa melahirkan prasangka baru. Kalau memang organisasi memanggil itu kan ya harus sama sama,” tandas Prof Kacung.

Perbedaan hasil survei jadi perhatian Bawaslu

Ketua Bawaslu, Rahmat Bagja mengungkapkan, terdapat beberapa isu yang masih bermasalah dalam proses penegakan keadilan pemilu.

Salah satunya adalah masih terdapat perbedaan pemahaman dan persepsi antarlembaga yang akibatnya mendistorsi efektivitas tata kelola keadilan pemilu.

“Masih terjadi perbedaan pemahaman dan persepsi antarlembaga yang terlibat dalam penyelesaian masalah hukum pemilu yang mendistorsi efektivitas tata kelola keadilan pemilu,” ujar Bagja, saat menjadi dosen tamu dalam kuliah umum di Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Senin (11/11/2024).

Dia mengatakan, persoalan itu masih ditambah lagi dengan masalah ketersediaan waktu penguatan kompetensi penegakan hukum bagi jajaran pengawas.

Bagja menyebutkan, sempitnya waktu yang tersedia sejak proses rekrutmen pengawas pemilu hingga dimulainya tahapan, menyebabkan penguatan kompetensi penegakan keadilan pemilu pun terbatas.

Padahal, kata dia, tidak semua pengawas pemilu memiliki latar belakang pendidikan hukum.

“Untuk itu, ke depan, perlu lebih banyak penyelenggara pemilu yang memiliki pemahaman hukum,” lanjut alumnus UI ini.

Bagja menambahkan, isu lainnya yang juga problematik adalah kecenderungan menggunakan segala medium maupun kesempatan yang dimungkinkan oleh regulasi untuk menyalurkan ketidakpuasan atas proses dan hasil pemilu.

Hal itu, menurutnya berdampak pada berlarutnya proses penegakan hukum, penyelesaian yang tidak efektif, serta memicu ketidakpastian hukum.

Dalam hal pengawasan pemilih, Bagja menilai bahwa pembatasan akses data dan dokumen bagi pengawas pemilu masih menjadi persoalan sebagaimana yang juga muncul dalam pengawasan Pemilu 2024 lalu.

“Kita (Bawaslu) tidak sedang mencari kesalahan KPU. Justru kita berharap KPU bekerja sesuai prosedur karena itu malah meringankan kita dan jadi bisa fokus mengawasi yang lain seperti politik uang,” tegasnya.

Baca berita Wartakotalive.com lainnya di WhatsApp.

Baca berita Wartakotalive.com lainnya di Google News.

Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved