Viral Media Sosial
Peter F Gontha Sentil ADC Pejabat yang Petentengan Mirip Bos Besar, Singgung Orde Baru dan Cendana
Singgung Orde Baru dan Cendana, Peter F gontha Sentil ADC Pejabat yang Petentengan Mirip Bos Besar
"Saya ajudan Jenderal Nasution," kata Pierre Tendean. Gerombolan penculik yang tidak cermat dalam mendengar pengakuan sang ajudan menyangka bahwa sosok itulah yang bernama Nasution. Pierre Tendean lantas diculik dan dibawa ke Lubang Buaya untuk kemudian disiksa serta dibunuh.
Pascakematiannya, Kapten Pierre Tendean lantas dimakamkan di Taman Makam Nasional Kalibata dan diangkat sebagai Pahlawan Revolusi oleh Pemerintah Republik Indonesia.
Yang perlu masyarakat ketahui terkait penugasan seorang ajudan adalah hampir seluruh pejabat publik di manapun memiliki seorang ajudan, atau setidaknya, orang yang menjadi “tangan kanan” maupun pengawal yang membantu tugas kesehariannya.
Ada keterbatasan fisik maupun mobilitas dari pejabat yang bersangkutan, maupun kondisi-kondisi tertentu yang membuat suatu tugas tidak dapat dilakukan sendirian oleh pejabat tersebut.
Sebagai contoh, seorang pejabat tentunya tidak mungkin melakukan tugas surat menyurat yang bersifat administratif tanpa dibantu ajudan maupun asisten pribadi.
Tugas lain seorang ajudan seperti penghubung komunikasi dengan pejabat lainnya antarinstitusi, serta membantu apabila terjadi hal-hal yang sifatnya darurat, seperti kondisi sakit, adanya ancaman keamanan, dan lain-lain.
Di Indonesia, seorang ajudan bagi pejabat publik dapat bersumber dari anggota TNI maupun Polri. Mengapa demikian?
Alasannya logis dan cukup simpel, karena anggota TNI-Polri dibekali ilmu dalam hal pengamanan personel VVIP serta responsif apabila terjadi ancaman tertentu yang mengandung unsur kekerasan.
Kondisi fisik prima dan kecekatan yang mumpuni juga membuat pejabat publik kerap kali menggunakan anggota TNI-Polri sebagai ajudan dalam membantu tugas kesehariannya.
Namun, tidak menutup kemungkinan seorang ajudan dapat bersumber dari kalangan sipil yang memiliki kompetensi tertentu, tergantung dari permintaan pejabat yang bersangkutan.
Maka, dapat disimpulkan bawah pada dasarnya seorang ajudan memiliki tiga dimensi pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya, yaitu dimensi protokoler (protocol), pengamanan (security), dan administrasi (administrative).
Dimensi-dimensi inilah yang membuat seorang ajudan terkadang tidak dapat memosisikan dirinya terlalu jauh dari pejabat yang ia bantu kesehariannya.
Ia dapat dipanggil sewaktu-waktu, atau bahkan dalam situasi darurat yang mengancam keamanan, perlu untuk bergerak cepat dalam melakukan mitigasi ancaman di lapangan.
Ancaman kekerasan tersebut dapat terjadi sewaktu-waktu, dan tidak menutup kemungkinan, dapat terjadi di manapun, bahkan di area yang tergolong aman sekalipun.
Security awareness mutlak dimiliki oleh seorang ajudan, karena pada dasarnya semua orang tidak akan tahu bentuk ancaman seperti apa yang dapat terjadi terhadap pejabat publik yang bagian dari tugas dan tanggung jawabnya.
Seperti diungkapkan oleh Mendagri Jenderal Polisi (Purn) Tito Karnavian, yang menyinggung apa yang terjadi pada PM Jepang Shinzo Abe selama masa kampanye.
Akibat kelengahan dalam penyelenggaraan pengamanan, PM Shinzo Abe yang saat itu tengah menyampaikan pidato saat masa kampanye 2022, tewas akibat ditembak oleh orang tak dikenal.
Dalam kondisi demikian, timbul pertanyaan yang sangat mendasar: siapa yang dinilai paling bertanggung jawab atas peristiwa tersebut?
Publik mungkin akan menyebut bahwa orang yang menembak itulah yang paling bertanggung jawab atas kejadian tersebut, dan menerka-nerka apakah ada pelaku ataupun otak lain di balik peristiwa penembakan.
Akan tetapi, secara tidak langsung, sesungguhnya unsur pengamanan yang perlu disorot dalam konteks ini karena terjadi kelengahan dalam aktivitas pelaksanaannya.
Tentu saja, sebagai orang yang paling melekat dengan pejabat terkait, ajudan akan menjadi orang yang paling bertanggung jawab di dalamnya.
Besarnya risiko keamanan tersebut menjadikan seorang ajudan harus sigap dalam berbagai situasi, baik di aktivitas kedinasan, maupun non-kedinasan seperti kampanye pada masa-masa Pemilu saat ini.
Sangat disayangkan, framing tidak bertanggung jawab yang memosisikan ajudan sebagai bagian dari kekuatan politik tertentu, mengindikasikan adanya ketidaktahuan publik secara mendalam tentang risiko maupun tanggung jawab seorang ajudan dalam menjalankan tugasnya di lapangan.
Prinsip netralitas TNI dan Polri dalam kontestasi Pemilu sesungguhnya tidak cukup hanya dilihat dari perspektif aktivitas perseorangan saja, tetapi juga perlu dilihat dari lingkup institusional atau kelembagaan.
Komitmen TNI-Polri dalam Pemilu tetap berada dalam posisi netral dan tidak diperbolehkan aktif menjadi bagian dari kekuatan politik tertentu.
Bagi tiap-tiap personel, framing politik terhadap anggota TNI-Polri perlu menjadi awareness tersendiri.
Pasalnya, saat ini media sosial kerap kali menyebarkan info yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya dan dimanfaatkan demi kepentingan elektoral oleh pihak-pihak tertentu dengan metode black campaign.
Dari kejadian baru-baru ini, setidaknya dapat diambil pelajaran bahwa black campaign melalui framing menjadi hal yang patut diwaspadai oleh tidak hanya anggota TNI-Polri, tetapi juga Aparatur Sipil Negara (ASN) dalam masa-masa kampanye di setiap kontestasi Pemilu.
| Na Daehoon Umrah Bersama Anak Setelah Kabar Perselingkuhan Julia Prastini viral |
|
|---|
| Klarifikasi Rutan Salemba Soal Video Viral Napi Asyik Main HP dan Pakai Narkoba |
|
|---|
| Terkuak Identitas ABG yang Ditemukan Terkapar Mabuk di Terminal Jatijajar Depok |
|
|---|
| Kisah Sopir Ambulans Meninggal Setelah Selesai Antar Jenazah |
|
|---|
| Sekjen Golkar Sebut Laporan Meme Bahlil Inisiatif AMPG, DPP Akan Panggil Kader |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/wartakota/foto/bank/originals/Akbar-Pera-Baharudin-yang-akrab-disapa-Ajudan-Pribadi.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.