Berita Jakarta

Pemprov Jakarta Pecat Guru Honorer, Politisi PDIP Minta Kaji Ulang, Ima Mahdiah: Kebutuhan Tinggi

Baru-baru ini Pemprov Jakarta melakukan cleansing atau pemecatan terhadap guru honorer, politisi PDIP Ima Mahdiah prihatin.

KOMPAS.COM/RYANA ARYADITA UMASUGI
Politisi PDIP di DPRD DKI Jakarta Ima Mahdiah minta Pemprov Jakarta segera kaji ulang kebijakan cleansing atau pemecatan guru honorer, sebab keberadaan guru itu masih sangat dibutuhkan di sekolah negeri. 

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Legislator DKI Jakarta meminta pemerintah daerah agar mengkaji ulang soal kebijakan cleansing atau pemberhentian guru sepihak.

Hal ini berkaca pada kebutuhan guru di sekolah negeri Jakarta yang dinilai masih kurang.

Baca juga: Kebijakan Pemberhentian Guru Honorer Tak Perlu Terjadi Jika Kepsek Patuhi Instruksi Disdik

Anggota Komisi E DPRD DKI Jakarta Ima Mahdiah mengatakan, pihaknya menolak kebijakan Pemprov DKI Jakarta terkait penataan dan pembersihan tenaga honorer, terutama guru honorer.

Kebijakan ini dinilai merugikan guru-guru yang telah berkontribusi besar dalam dunia pendidikan dan berpotensi mengganggu sistem pembelajaran di sekolah-sekolah.

“Penataan tidak boleh dilakukan dengan cara yang merugikan guru-guru yang telah berkontribusi besar dalam pendidikan," ucapnya, Kamis (18/7/2024).

"Kebijakan ini perlu dikaji lebih dalam karena masih banyak sekolah yang kekurangan guru dengan kualifikasi linear,” imbuh Ima.

Baca juga: 4.000 Guru Honorer Kena Cleansing, Disdik DKI Sarankan Ikut Seleksi P3K Tahun Ini

“Jika kebijakan cleansing ini terus dilakukan, dikhawatirkan akan mengganggu sistem pembelajaran di sekolah-sekolah,” lanjut politisi PDIP ini.

Selain itu, Fraksi PDIP DPRD Jakarta juga menyoroti potensi tumpang tindih antara kebijakan daerah dan kebijakan pusat terkait penghapusan tenaga honorer, termasuk guru honorer.

Kebijakan penataan tenaga honorer ini sebenarnya merupakan kebijakan yang awalnya dibuat oleh pemerintah pusat melalui Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN).

Pasal 66 UU tersebut mengharuskan seluruh instansi pemerintahan pusat maupun daerah melakukan penataan pegawai non-ASN dengan batas waktu hingga Desember 2024.

Baca juga: Disdik DKI Jakarta Lakukan Seleksi Ketat dan Uji Kompetensi untuk Penerimaan Guru Honorer

Ima menyebut, tujuan utama dari kebijakan ini adalah untuk meningkatkan kualitas dan kesejahteraan pegawai pemerintahan dengan mengakui hanya Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) dan ASN, bukan untuk melakukan pemecatan atau pun pembersihan (cleansing).

“Jadi menurut kami, Pemprov sudah gagal memahami apa amanat dari UU tersebut,” imbuhnya.

Masalah ini juga terjadi karena ada salah kelola dari proses rekrutmen tenaga honorer pendidikan.

Banyak guru honorer diangkat kepala sekolah tidak melalui mekanisme pengangkatan yang sesuai prosedur, dipengaruhi oleh faktor subjektivitas, dan seleksi yang tidak sesuai ketentuan.

"Pengangkatan mereka tidak sesuai dengan kebutuhan di sekolah dan tidak ada rekomendasi dari dinas pendidikan. Hal ini yang akhirnya menjadi temuan BPK,” tegas Ima.

Ilustrasi guru honorer saat melakukan aksi demo.
Ilustrasi guru honorer saat melakukan aksi demo. (Warta Kota/Muhammad Azzam)

Selain itu, banyak guru honorer yang secara pengalaman sangat mumpuni, tetapi tidak mendapatkan kuota atau sertifikasi untuk menjadi ASN atau PPPK karena harus bersaing dengan lulusan baru.

Status guru honorer yang tidak tersertifikasi di beberapa bidang menjadi hambatan besar bagi mereka.

Mereka dipekerjakan oleh sekolah negeri karena terdaftar dalam data pokok pendidikan, meskipun tidak memiliki sertifikasi khusus yang diperlukan, seperti sertifikasi guru agama.

Serikat guru juga telah menyatakan bahwa guru honorer digaji oleh pusat melalui dana BOS via APBD, sehingga seharusnya tidak membebani daerah.

“Kebijakan cleansing ini menunjukkan adanya ketidaksinkronan antara kebijakan pusat dan daerah yang perlu segera diselesaikan," ucapnya.

"Kami berharap pemerintah daerah segera melakukan koordinasi dengan pemerintah pusat untuk menemukan solusi terbaik bagi para guru honorer,” lanjutnya.

Dia menambahkan, Fraksi PDIP mendesak Pemprov Jakarta untuk melakukan penataan tenaga honorer dengan bijak dan memperhatikan kesejahteraan guru yang telah lama mengabdi.

Langkah ini diharapkan dapat menjaga kualitas pendidikan di Jakarta dan memberikan kepastian serta keadilan bagi para tenaga pendidik.

Diketahui, Disdik DKI Jakarta memberikan alasan mengenai pemecatan guru honorer tersebut.

Disdik menegaskan, telah mengeluarkan instruksi pada 2017 silam ihwal pengangkatan guru harus mendapatkan rekomendasi dari dinas.

Sejak tahun 2017 sampai 2022 sudah mengeluarkan instruksi bahwa pengangkatan guru harus mendapatkan rekomendasi dari Dinas Pendidikan.

"Saat ini banyak guru honorer diangkat oleh kepala sekolah tanpa adanya rekomendasi dari Dinas Pendidikan,” kata Plt Kepala Disdik Provinsi DKI Jakarta, Budi Awaluddin.

Sejak 11 Juli 2024, Disdik DKI Jakarta melakukan penataan tenaga honorer pada satuan pendidikan negeri di wilayah Jakarta.

Hal ini mengacu Pasal 40 (4) Permendikbudristek Nomor 63 Tahun 2022 tentang Petunjuk Teknis Pengelolaan Dana Bantuan Operasional Satuan Pendidikan.

"Sesuai Permendikbud No 63 Tahun 2022 Pasal 40 (4) bahwa guru yang dapat diberikan honor harus memenuhi persyaratan berstatus bukan ASN.

Tercatat pada Data Pokok Pendidikan (Dapodik), Memiliki Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan (NUPTK) dan Belum mendapat tunjangan profesi guru," ucap Budi.

Baca berita Wartakotalive.com lainnya di Google News

Ikuti saluran WartaKotaLive.Com di WhatsApp: https://whatsapp.com/channel/0029VaYZ6CQFsn0dfcPLvk09

 

Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved