Berita Jakarta

Pengamat: Kepadatan Penduduk di Gang Venus Tak Bisa Dibiarkan, Berpotensi Penyakit hingga Kebakaran

Ditambah lagi, para warga sengaja menjemur pakaian di celah-celah antar atap rumah yang saling menyatu satu sama lainnya. 

Penulis: Nuri Yatul Hikmah | Editor: Feryanto Hadi
Warta Kota
Suasana Gang Venus di RW 03 Jembatan Besi, Tambora, Jakarta Barat pada Kamis (13/6/2024). 

Laporan Wartawan Wartakotalive.com, Nuri Yatul Hikmah


WARTAKOTALIVE.COM, TAMBORA — Kepadatan penduduk Jakarta yang bermukim di gang Venus, Tambora, Jakarta Barat, mengundang simpati banyak orang.

Bagaimana tidak, saking padatnya pemukiman mereka, intensitas cahaya yang masuk sangatlah minim.

Walhasil, warga seolah hidup dengan durasi malam yang panjang dibanding siangnya. 

Ditambah lagi, para warga sengaja menjemur pakaian di celah-celah antar atap rumah yang saling menyatu satu sama lainnya. 

Hal itu membuat suasana gelap gulita menyelimuti area gang tersebut.

Baca juga: Sejarah Kampung Konfeksi Tambora, Sejak Kolonial Buat Seragam Sekolah dan Pemerintah

Terkait hal itu, Pengamat Tata Kota Universitas Trisakti Yayat Supriatna memandang bahwa fenomena kepadatan penduduk yang membuat sinat matahari sulit masuk ke pemukiman, sudah lama terjadi. 

Namun, hingga kini belum ada penyelesaian terkait hal tersebut.

Menurut Yayat, warga Jakarta terbiasa memanfaatkan ruang kecil sebagai tempat tinggal.

"Karena apa? di Jakarta kepadatannya 1 kilometer bisa 17.000 sampai 18.000 orang. Artinya, dalam 1 hektar bisa 150 orang. Jadi bayangkan. Sementara kebutuhan ruang lega rumah itu didapat 7,2 meter. Bisa bayangkan ini betapa padatnya rumah," kata Yayat kepada wartawan, Selasa (18/6/2024).

Baca juga: Bertahun-tahun Kampung Konveksi di Kalianyar Jakbar Tak Punya Pengolahan Limbah

"Bahkan ada pergantian shift tidur. PJ Gubernur Jakarta juga menemukan hal itu," lanjutnya.

Oleh karenanya, Yayat memandang bahwa kepadatan penduduk yang seperti itu tidaklah boleh dibiarkan.

Pasalnya, bisa berpotensi pada kelembaban yang tinggi dan sarang penyakit.

"Salah satunya jamur, tuberculosis, kebersihan sanitasi, penyakit rematik, dan lain-lain akan mudah tumbuh karena kelembapan dari matahari itu, tidak ada sinar," jelas Yayat.

Ditambah lagi, lanjut Yayat, warga kerap menggunakan energi listrik yang cukup tinggi di dalam rumah super sempit itu.

Walhasil, ada sejumlah kejadian dan kondisi rawan yang kerap terjadi di Jakarta. Salah satunya kebakaran.

"Kemungkinan instalasi listrik bukan standar, cara menyambung kurang maksimal, ruang pada gelap, pemakaian lebih dari 24 jam, kerusakan alat listrik tinggi karena pemborosan," kata Yayat.


"Artinya ruang itu tidak sehat, ventilasi minim, sirkulasi udara buruk, kesehatan buruk, penyakit menular tinggi, penggunaan energi boros," imbuhnya.

Karena itu, Yayat berpandangan bahwa kondisi tersebut tidak bisa dibiarkan lagi. Perlu ada solusi untuk mengatasi permasalahan tersebut.

Potret Gang Venus

Meski matahari berada tepat di atas kepala, namun suasana gelap nan lembab seakan menyelimuti sebuah gang di kawasan RW 03, Jembatan Besi, Tambora Jakarta Barat.

Pasalnya, gang yang hanya bisa dilewati oleh dua orang pejalan kaki secara bergantian itu, diisi oleh rumah-rumah yang atapnya saling menyatu satu sama lainnya.

Ditambah lagi, sejumlah kabel-kabel, papan triplek, hingga pecahan-pecahan asbes, disusun saling bertumpuk hingga tak ada lagi celah untuk cahaya mata hari masuk. 


Begitupun dengan jemuran-jemuran baju para warga, digantungkan di celah antara dua rumah yang saling berhadapan.

Walhasil, gang tersebut selalu nampak seperti malam hari, meski matahari telah kuat memancarkan sinarnya.

Bahkan, saat Warta Kota menelusuri gang tersebut, Kamis (13/6/2024), terik matahari di siang bolong seakan tidak masuk ke rumah-rumah warga itu.

Gang itu terasa lembab dan basah dengan air yang mengalir di tiap selokannya. 

Dari yang nampak di lokasi, rumah-rumah tersebut kebanyakan berbahan semi permanen dengan dua lantai.

Masing-masing rumah berbentuk petakan dengan luas yang tak mencapai lima meter persegi.

Nampak pula, tembok-tembok di gang tersebut telah koyak dan tak tersemen sempurna.

Meski begitu, hilir mudik anak-anak serta hangatnya percakapan warga yang bermukim di gang tersebut, seakan memeluk suasana guyub di dalamnya.

Jangan tanya seberapa banyak kata 'permisi' yang kerap terdengar di telinga kala melintasi sekitar gang tersebut.

Pasalnya, senggol menyenggol menjadi makanan sehari-hari. Sebab, ada sejumlah gerobak, sepeda motor, hingga bangku-bangku plastik untuk menonton televisi dari luar, terparkir berderet di sisi kanan dan kiri mulut gang tersebut. (m40)

Baca berita Wartakotalive.com lainnya di Google News

Ikuti saluran WartaKotaLive.Com di WhatsApp

Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved