Pilkada 2024
Pengamat: Putusan MA soal Usia Kepala Daerah Terlalu Dipaksakan dan Tidak Objektif
Pengamat politik Ray Rangkuti mengatakan putusan Mahkamah Agung (MA) soal batas usia kepala daerah terlalu dipaksakan, tidak objektif dan rasional.
Penulis: Yolanda Putri Dewanti | Editor: Junianto Hamonangan
WARTAKOTALIVE.COM JAKARTA -- Pengamat politik Lingkar Madani Indonesia, Ray Rangkuti mengatakan putusan Mahkamah Agung (MA) soal batas usia kepala daerah terlalu dipaksakan, bernuansa tidak objektif dan rasional.
MA diketahui mengabulkan uji materi terhadap Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 9 Tahun 2020, khususnya Pasal 4.
Dengan dikabulkannya gugatan itu, aturan batas usia minimal kepala daerah dihitung sejak yang bersangkutan dilantik sebagai calon terpilih, bukan lagi saat ditetapkan sebagai paslon.
"Menetapkan penghitungan batas usia sejak pelantikan itu adalah keliru. Mengapa? Sebab, pelantikan kepala daerah bukan lagi kewenangan KPU. Jadwal Pelantikan Kepala Daerah sepenuhnya merupakan wewenang Presiden. Maka menghitung batas usia dari wilayah yang bukan merupakan kewenangan KPU jelas adalah keliru," jelas Ray dalam keterangannya, Kamis (30/5/2024).
Ray menjelaskan, jadwal pelantikan tidak dapat dipastikan kapan waktunya. Menurutnya, hal tersebut sangat tergantung pada jadwal Presiden sebagai kepala negara dan pemerintah.
Baca juga: Ini Respons KPU RI Terkait Putusan MA yang Perintahkan Cabut Aturan Soal Batas Usia Kepala Daerah
"Seperti saat ini, kenyataannya, pemerintah belum membuat jadwal defenitif kapan pelantikan kepala daerah hasil pilkada 2024 akan dilaksanakan," jelas dia.
Ray mengatakan, bahwa lebih rumit lagi, karena pelantikan kepala daerah dimaksud tidak akan dilaksanakan oleh pemerintah yang membuat jadwal, tetapi oleh presiden yang sesudahnya.
"Maka, bisa saja presiden yang sesudahnya mengubah jadwal yang ditetapkan oleh pemerintah yang sebelumnya," jelas dia.
Sehingga menurut Ray, berdasarkan hal itulah putusan MA itu justru bertentangan dengan tujuan MA membuat ketentuan baru yakni kepastian hukum.
"Menetapkan penghitungan batas usia sejak pelantikan justru lebih tidak pasti, dibandingkan dengan ketentuan sebelumnya yakni dihitung sejak penatapan pasangan calon oleh KPU. Alias putusan MA justru bertentangan dengan alasan mereka membatalkan PKPU," ucapnya.
Dia menekankan secara umum, seluruh jabatan yang mensyaratkan adanya pembatasan minimal usia, hampir seluruhnya dihitung bukan sejak dilantik.
"Apakah itu calon penyelenggara pemilu, Komisioner KPK, KY, Hakim MK, dan lainnya, atau bahkan, mungkin, calon hakim agung MA. Batas usia pencalonan, tidak dihitung sejak pelantikan. Tapi sejak didaftarkan atau sejak ditetapkan sebagai calon. Karena memang sampai di situlah kewenangan pansel dan adanya kepastian jadwal," ungkapnya.
"Di sinilah, putusan MA itu berbau putusan MK. Dibuat tidak berdasarkan pertimbangan objektif tapi subjektif. Untuk siapa? Kita tunggu waktu menjawabnya," tutup dia.(m27)
Baca berita Wartakotalive.com lainnya di WhatsApp.
Baca berita Wartakotalive.com lainnya di Google News.
| Temukan Adanya Tindak Pidana, Bawaslu Serahkan Kasus Pilkada Barito Utara Kepada Kepolisian |
|
|---|
| Dana Pengawasan Pilkada 2024 Masih Tersisa, Bawaslu DKI Minta untuk Pembangunan Fasilitas Kantor |
|
|---|
| Pasca Putusan MK, Pendiri LPP Surak Siap Mengawal PSU Ulang di 24 Wilayah Indonesia |
|
|---|
| Digelar Estafet, Mahkamah Konstitusi Gelar Sidang 6 dari 40 PHPU, Termasuk Barito Utara dan Babel |
|
|---|
| Bantah Pelanggaran Pemilu, Ketua KPU Barito Utara: Semua Prosedur Kami Lakukan Berdasarkan Aturan |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/wartakota/foto/bank/originals/ray-rangkuti-dalam-acara-talkshow-memilih-damai.jpg)