Pemilu 2024

Bakal Bersaing dengan Ridwan Kamil hingga Dedi Mulyadi Dalam Pilgub Jabar, Ini Persiapan Bima Arya

Digadang Bakal Maju Pilgub Jabar dan Bakal bersaing dengan Ridwan Kamil hingga Dedi Mulyadi, Ini Persiapan Bima Arya

Penulis: Hironimus Rama | Editor: Dwi Rizki
TribunnewsDepok/M Rifqi Ibnumasy
Bima Arya di Depok, Jawa Barat pada Rabu (15/5/2024). 

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Wali kota Bogor 2014-2024, Bima Arya telah mendeklarasikan diri maju dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Jawa Barat 2024.

Bima Arya akan bersaing dengan gubernur petahana Ridwan Kamil, Dedi Mulyadi, Iwan Bule dan sejumlah tokoh lainnya di Jawa Barat.

Apa gagasan Bima Arya dalam membangun Jawa Barat? Program apa yang akan diusungnya?

Berikut petikan wawancara Bima Arya dengan Pemimpin Redaksi Warta Kota dan Wakil Direktur Pemberitaan Tribun Network Domu Ambarita

Kang Bima, kita bincang-bincang sedikit pengalaman memimpin Kota Bogor selama 2 periode, 2014-2024. Prestasi apa yang bisa diceritakan ke pemirsa selama dua periode memimpin?

Bima: Kalau kita lihat dari survei, warga Bogor sangat senang dengan ruang-ruang publik yang lebih nyaman di Bogor.

Ada taman, pedestrian dan tempat-tempat berkumpul bersama keluarga.

Itu yang paling diapresiasi warga dengan tingkat kepuasan paling tinggi.

Ada yang mengeritik itu cuma beautifikasi saja.

Tetapi menurut saya tidak.

Itu simbol kebersamaan dan membangun karakter.

Mahal itu karena merupakan tanda-tanda peradaban.

Kedua, infrastuktur.

Kita membangun ruas jalan, flyover, dan jembatan.

Ada Flyover Martadinata, Flyover Toll BORR (Bogor Outer Ringroad) dan Jembatan Avista yang kita targetkan mengurangi kemacetan.

Ketiga, warga juga mengapresiasi pelayanan publik yang lebih mudah.

Mall Pelayanan Publik kita terbaik di Indonesia.

Orang bisa mengurus perizinan dan lain-lain lebih baik, bahkan orang juga bisa urus KTP di Disdukcapil dengan cara drive thru.

Terakhir, dulu Bogor dicap sebagai kota paling intoleran pada 2014-2015.

Salah satunya karena kasus gereja di Yasmin.

Tahun lalu kita dianugerahi sebagai 'Kota Paling Toleran' nomor tiga dengan kepemimpinan paling toleran.

Itu kita syukuri banget karena merubah wajah Bogor.

Selama 10 tahun memimpin, kami mencatat ada 374 penghargaan yang diterima Pemkot Bogor. Salah satunya adalah kota yang dicintai. Ketika tugas di Tribun Kaltim pada 2015, Balikpapan menjadi kota paling dicintai seluruh dunia mengalahkan Paris. Setelah itu, Bogor mengalahkan Balikpapan dan kota-kota lainnya di dunia. Apa yang dilakukan?

Waktu itu kami kampanyenya masif.

Kami kaget juga Bogor bisa masuk final.

Lalu saya cek kriterianya, ternyata salah satu aspeknya lingkungan hidup.

Di Bogor banyak sekali komunitas anak-anak muda yang peduli lingkungan hidup.

Kami ajak untuk sama-sama mengampanyekan Bogor dan meminta mencoblos Bogor menjadi kota yang paling dicintai.

Jadi semua komunitas itu bergabung dan setiap hari mengampanyekan Bogor. Itu kunci kesuksesan kami.

Apa saran dari Kang Bima agar Kota Bogor tetap dicintai rakyat?

Selama 10 tahun ini kami telah membangun sistem yang lebih transparan, responsif, bisa beradaptasi dan berkolaborasi.

Itu modalnya.

Ke depan, kebiasan-kebiasaan yang telah berjalan selama 10 tahun ini akan berlanjut karena selama ini saya melibatkan komunitas dan kampus.

Jadi sudah ada pagar-pagar pengamannya tadi.

Secara internal kami sudah ada sistem kerja dan etos kerja yang sudah dirintis selama 10 tahun, mudah-mudahan bisa dijaga.

Setelah 10 tahun memimpin Kota Bogor, what next? Mau ke mana ini?

Itu pertanyaan dari warga beberapa bulan sebelum saya selesai.

Saya lahir di Bogor.

Sebagian besar hidup saya di Jawa Barat.

Saya TK di Bandung, SD di Cirebon, Subang, dan Karawang karena mengikuti tugas bapak sebagai polisi.

Bapak saya lahir di Majalengka dan ibu di Cipanas.

Kalaupun Allah berikan kesehatan dan kesempatan untuk berbuat sesuatu, pilihannya tentu di Jawa Barat dan bukan di tempat lain.

Kang Bima sudah punya modal kesuksesan di Bogor. Apakah itu akan dibawa ke Jawa Barat dan kira-kira apa yang menjadi visi-misi di Jawa Barat?

Pastinya kondisi Kota Bogor berbeda dengan sebagian besar Jawa Barat seperti Pantura, Jabar Utara, Jabar Selatan, Pangandaran, pedesaan. 

Tetapi ada prinsip-prinsip yang sama yaitu pemerintahan yang bersih, transparan, responsif dan melayani.

Pimpinan yang memfasilitasi dan berkolaborasi.

Selama 10 tahun ini saya belajar betul menjadi wali kota yang memperhatikan hal-hal tadi.

Bagi saya itu bekal.

Tetapi dengan pengalaman di Bogor ini, saya melihat warga itu suka kalau melihat kotanya bersih dan cantik.

Tetapi warga akan lebih bahagia kalau bisa berobat murah, sekolah mudah dan mendapatkan pekerjaan yang berkah.

Sesederhana itu sebetulnya.

Selama 10 tahun kita mencoba meningkatkan fasilitas pendidikan dan kesehatan di Kota Bogor.

Dalam konteks lebih luas di Jawa Barat, itu yang akan kita lakukan.

Belajar dari Bogor bagaimana menambah puskesmas di seluruh kota/kabupaten di Jawa Barat, menambah rumah sakit, serta menambah SD, SMP dan SMA supaya setiap tahun warga Jawa Barat, terutama ibu-ibu, tidak stres mencari sekolah anaknya.

Saya mau highlight soal kesehatan, apakah ada target tertentu? Apakah ada penambahan pusksesmas atau RSUD?

Persoalannya adalah tidak merata.

Di beberapa kota/kabupaten sudah cukup banyak.

Di Bogor ada sekira 20 rumah sakit, tetapi di kota/kabupaten lain seperti Pangandaran cuma satu.

Puskesmas juga tidak semua merata.

Kita ingin agar bisa lebih dekat ke orang, mendekatkan diri dengan kebutuhan masyarakat.

Jadi tidak usah jauh-jauh kalau berobat.

Apalagi bagi lansia berumur yang memiliki keterbatasan fisik, kan kasihan kalau jalan jauh.

Saya kira bisa dilakukan di Jawa Barat.

Kalau soal pendidikan, apakah ada  penambahan beasiswa, kapasitas dananya hingga pendidikan gratis hingga SMA?

Nomor satu fasilitas pendidikan, kita masih kurang jumlah SMA.

SMA itu bukan kewenangan kabupaten/ kota, tetapi provinsi.

Namun provinsi masih kurang bangun SMA.

Kedua, akses pendanaan ke sekolah dan universitas.

Masuk kampus kan butuh biaya.

Saya tidak setuju kalau ada yang bilang kuliah itu kan kebutuhan tersier.

Kita menuju Indonesia Emas itu, jumlah doktornya harus cukup.

Tidak bisa seperti sekarang yang hanya sampai 5 persen.

Sarjana S1 juga begitu, harus lebih banyak.

Seharusnya pemerintah provinsi, kabupaten dan kota bisa menyediakan beasiswa kuliah.

Itu sudah dilakukan di Kota Bogor selama 7 tahun terakhir.

Kita kerja sama dengan kampus-kampus besar, kita seleksi siswa-siswi yang nilainya bagus tetapi dari kalangan tidak mampu.

Lalu kita salurkan ke kampus-kampus yang telah menjalin kerja sama.

Ada ratusan siswa yang telah mendapatkan itu.

Kampusnya ada UI (Universitas Indonesia), IPB dan lain-lain.

Bayangin kalau 27 kota/kabupaten di Jawa Barat melakukan yang sama, ditambah lagi anggaran provinsi.

Itu kan lumayan sekali.

Kita bisa berikan pelatihan kepada anak-anak ini sebelum lulus.

Setelah lulus, kita salurkan kerja.

Jawa Barat ini merupakan penopang DKI Jakarta dan memiliki penduduk terbesar di Indonesia. Apa kontribusi terbesar Jawa Barat untuk nasional?

Kalau dari data ekonomi, Jawa Barat menyumbang 13 persen untuk ekspor nasional.

Kalau tidak salah menyumbang 14-15 persen bagi produk domestik bruto dan menyumbang 3 persen untuk pertumbuhan nasional.

Potensinya sangat besar sekali.

Tetapi masalahnya adalah pembangunan di Jawa Barat masih tidak merata.

Investasi di Jawa Barat tertinggi di Indonesia tetapi masih terpusat di Jawa Barat bagian tengah seperti Karawang, Bekasi, Kabupaten Bogor.

Jawa Barat bagian selatan masih sangat senjang seperti di Sukabumi, Tasikmalaya, Cianjur Selatan, Garut.

Itu masih agak jauh kesenjangan infrastrukturnya, padahal destinasi wisatanya keren-keren.

Padahal kalau digarap maksimal, potensi 50 juta konsumen di Jawa Barat cukup kuat untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi.

Kalau begitu apa yang Kang Bima akan lakukan untuk pemerataan pembangunan di Jawa Barat?

Yang punya wilayah kan walikota dan bupati di setiap daerah.

Gubernur hanya melakukan proses konsultasi, fasilitasi dan merangkul semua agar satu irama.

Jadi seharusnya gubernur bisa duduk bersama dengan semua kota dan kabupaten untuk berbicara mana sih yang dibutuhkan.

Misalnya, visi ke depan target kita sektor pariwisata menyumbang sekian persen bagi pertumbuhan ekonomi.

Untuk mencapai target itu maka kebutuhannya di infrastruktur dan sumber daya manusia.

Apa mesti disiapkan oleh kota/ kabupaten adalah terkait pembangunan sekolah dan infrastruktur jalan.

Kita bicarakan bersama mana yang dananya dari kota/ kabupaten dan mana yang disiapkan provinsi.

Saya teringat ketika pembangunan Papua. Ada satu badan percepatan pembangunan Papua yang dipimpin wakil presiden. Apakah di Jawa Barat perlu adanya badan koordinasi percepatan pembangunan Jabar Selatan?

Sebetulnya kan sudah ada Patimban.

Struktur organisasinya sudah ada, ditunjuk oleh gubernur.

Semacam badan otorita seperti IKN (Ibu Kota Nusantara).

Kalau di Jabodetabek, sudah ada aglomerasi.

Jadi Kabupaten/ Kota Bogor, Kabupaten/ Kota Bekasi, Depok dan Cianjur nanti digarap khusus dewan aglomerasi.

Itu sudah ada strukturnya.

Pada Pemilu 2024 kemarin, hampir 56 persen pemilih Gen Z dan milenial. Apakah Kang Bima punya data untuk Pilkada Jabar tahun ini?

Kurang lebih sama.

Gen Z 27 persen, milenial 26 persen, Gen X 20 persen, sisanya 10-11 persen generasi baby boomers dan lain-lain.

Artinya, anak muda itu akan menentukan Jawa Barat.

Mereka inilah yang akan menjadi pemimpin-pemimpin kita di 2045.

Mereka yang akan menjadi gubernur, bupati, walikota dan presiden pada 2045 nanti.

Terlepas dari target-target politik, saya kira kita harus memberikan atensi kepada mereka.

Apa yang kira-kira akang prioritas untuk Gen Z ini? Banyak orang mengatakan ketangguhan mental dan spiritual anak-anak ini agak rapuh. Apakah ini akan menjadi atensi? Lalu program apa yang pas untuk mereka ini? Apakah perlu ditingkatkan jumlah hotspot atau layanan internet?

Banyak yang bilang Gen Z itu generasi stoberi, bagus tetapi kalau ditoyor cepat hancur.

Namun kita tidak seharusnya memandang seperti itu, karena setiap generasi punya karakter masing-masing.

Mari kita lihat potensi mereka.

Kita bicara tentang generasi yang jauh lebih cerdas dan jauh lebih terkoneksi dibanding zaman saya dulu.

Tugas kita adalah menyiapkan apa saja yang dibutuhkan mereka selain akses internet.

Dunia kini serba digital.

Saya cek anak-anak muda menghabiskan kuota Rp 50 ribu, 100 ribu, Rp 150 ribu hingga Rp 200 ribu per bulan.

Begitu kuota gak ada, mereka mati gaya.

Kita tentu berpikiran positif, ini bukan untuk gaming, ini untuk mereka belajar.

Menurut saya salah satu prioritas pemerintah provinsi ke depan, memastikan kuota bagi anak-anak muda ini agar mereka terus terakses ke internet dan menyiapkan diri.

Emak-emak tidak kalah penting karena dari  rumah tangga mereka mengatur kepentingan. Apa kebijakan untuk emak-emak?

Emak-emak ini jangan sampai terjerat pinjol (pinjaman online).

Saat jadi wali kota, banyak emak-emak curhat melalui DM (Direct Message) di Instagram: Pak Wali boleh gak pinjam uang?

Pinjamnya bukan Rp 500 ribu sampai 1 juta tetapi Rp 20 juta hingga 50 juta karena terjerat pinjol.

Kan kasihan.

Ini persoalannya struktural.

Pinjol itu memang ada yang legal, yang jadi masalah adalah pinjol ilegal yang kemudian ditagih debt collector, sehingga merusak rumah tangga dan kehidupan sosial.

Ini harus ditangani serius.

Kita punya Bank Jabar, kita bisa koordinasikan BPR (Bank Perkreditan Rakyat) yang kemudian bisa secara sistematis mencegah agar tidak terjebak pinjol dan menyelesaikan persoalan ini dengan mencicil.

Kuncinya adalah UMKM.

Kalau emak-emak diberdayakan dengan masuk ke sektor UMKM, mereka akan lebih produktif.

LaLu mereka diberi akses permodalan, sehingga tidak terjebak pinjol.

UMKM ini bukan hanya soal permodalan tetapi juga pendampingan.

Seringkali mereka dikasih modal di awal lalu dilepas, sehingga modalnya habis.

Kita harus ada pendampingan secara terstruktur, sistematis dan masif bagi sektor UMKM ini.

Kang Bima, saya mencatat bahwa selama 10 tahun di Kota Bogor, Anda menciptakan pemerintahan yang transparan dan akuntable. Begitupun pelayanan terhadap publik yang mudah diakses dan terjangkau serta pembangunan infrastruktur. Mungkin ada closing statement kang?

Selama 10 tahun saya berikhtiar untuk membangun tiga hal.

Pertama, membangun aktor-aktor.

Kedua, membangun sistem.

Ketiga, menciptakan kultur atau kebiasaan.

Saya berharap ada aktor-aktor baru yang siap meneruskan saya, ada calon wali kota, sekda dan kepala dinas.

Lalu ada kebiasaan-kebiasaan baru yang jauh lebih baik dan melayani.

Birokrasi sekarang lebih siap berkolaborasi dan mendengar, serta melayani bukan dilayani.

Saya optimis dengan masa depan Kota Bogor.

Untuk warga Bogor, jangan salah pilih wali kota. (Ron)

Ikuti saluran WartaKotaLive.Com di WhatsApp

 

Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved