Berita Jakarta

Siswi SLB di Kalideres Hamil 5 Bulan, Diduga Dicabuli Teman Satu Kelasnya

Menurut penuturan ibu korban, Rusyani, kejadian yang membuatnya terpukul itu mulai diketahui pada 6 Mei 2024 lalu.

Penulis: Nuri Yatul Hikmah | Editor: Feryanto Hadi
Warta Kota/Nuri Yatul Hikmah
Pihak keluarga AS membawa surat somasi ke SLB di Kalideres terkait dugaan pelecehan seksual terhadap siswi berkebutuhan khusus. 

Laporan Wartawan Wartakotalive.com, Nuri Yatul Hikmah


WARTAKOTALIVE.COM, KALIDERES — Seorang siswi Sekolah Luar Biasa (SLB) berinisial AS (15) diduga mengalami pelecehan seksual oleh teman satu kelasnya hingga hamil dan telah memasuki bulan kelima.

Diketahui, AS merupakan siswi kelas 7 di salah satu SLB di wilayah Pegadungan, Kalideres, Jakarta Barat. 

Menurut penuturan ibu korban, Rusyani, kejadian yang membuatnya terpukul itu mulai diketahui pada 6 Mei 2024 lalu.

Kala itu, sang anak yang memiliki keterbelakangan dalam pendengaran, bicara, dan intelektualnya itu, mengalami perubahan fisik yang cukup signifikan, terutama pada bagian perut yang semakin membesar.

Baca juga: Siswi SLB di Kalideres Diduga Dihamili Teman Sekelas, Pihak Sekolah Sebut Korban Sulit Berkomunikasi

Mulanya, Rusyani tak curiga jika putrinya yang masih di bawah umur itu mengandung. Apalagi, ia disekolahkan di sekolah khusus SLB yang tentu mendapat perhatian ekstra.

Alih-alih menduga putrinya hamil, Rusyani justru mengira jika AS mengalami suatu penyakit. Pasalnya, sejak Maret 2024 lalu, putrinya mengalami muntah-muntah dan sekujur tubuhnya nyeri.

"Awalnya engak ada kecurigaan, karena anak saya datang menstruasi itu enggak setiap bulan. Pernah 4 bulan enggak datang menstruasi itu enggak ada apa-apa," kata Rusyani saat ditemui di wilayah Pegadungan, Kalideres, Jakarta Barat, Senin (20/5/2024).

Rusyani juga sempat menanyakan kondisi telat datang bulan itu kepada dokter. 

Baca juga: Terancam Penjara usai Cabuli Murid Penyandang Tunagrahita, Guru SLB Ini Menyesal: Istri Sedang Hamil

Pihak dokter mengatakan jika hormon AS belumlah stabil, karena baru pertama kali mengalami menstruasi di usianya yang 15 tahun 2 bulan.

"Tapi kebetulan kemarin lebaran anak saya itu sakit, malam takbir muntah-muntah sampai 4 kali. Lama-lama ke sininya, kok anak saya semakin memburuk kondisinya," kata Rusyani.

"Setelah kondisi tersebut, saya tanggal 6 Mei kemarin ke klinik terdekat, lantas itu saya meminta rujukan ke rumah sakit ke poli kandungan," imbuhnya.

Di poli tersebut, Rusyani harap-harap cemas kala dokter menyarankan untuk melakukan prosedur USG.

Seusai melakukan prosedur itu, seketika itu juga dunia Rusyani seakan runtuh. 


Pasalnya oleh dokter, AS dinyatakan telah hamil lima bulan.

"Akhirnya saya pulang dengan tanya menanya dengan keluarga semua sampai 7 orang, dimana dia (pelaku). (Korban) nunjukkin sekolah pakai bahasa isyarat," kata Rusyani.

Dengan perasaan campur aduk, Rusyani lantas melampirkan dua foto anak laki-laki yang satu kelas dengan AS.

Saat itu, korban menunjuk salah satu foto anak laki-laki tersebut.

Dari petunjuk itu, ibu korban lantas mendatangi sekolahnya dua hati kemudian untuk berbincang dengan kepala sekolah dan wali kelasnya.

"Kepala sekolah enggak mau nemuin kami ke wali kelasnya, alasanya takutnya syok katanya," ungkap Rusyani.

"Saya bilang, lebih syok mana saya selaku orang tua korban, masa depan anak saya hancur. Saya mesti kehilangan segalanya," lanjutnya dengan suara bergetar.

Lantaran terus didesak oleh Rusyani dan suaminya, pihak sekolah pun mempertemukan ia dengan wali kelasnya.

Kala itu, wali kelasnya mengatakan jika terduga pelaku memang pernah terlihat memiliki ketertarikan terhadap wanita, namun hal itu masih perlu dibuktikan.

Menurut Rusyani, ia tak menemukan jalan tengah setelah berkoordnasi dengan pihak sekolah. 

Ia justru merasa pihak sekolah tidak membantunya untuk mempertemukan Rusyani dengan keluarga terduga.

"Waktu itu anak saya diajak ngobrol beda ruangan sama saya, diajak interogasi atau apa saya enggak tahu. Keluar ruangan tersebut anak saya nangis," ungkapnya.

"(Pihak sekolah) enggak mau ngasih kondisi yang bagaimana, enggak mau menjembatani kami lah. (Kata pihak sekolah) di situ malah asumsinya siapa tahu omnya, siapa tahu, bapaknya, siapa tahu lingkungan," imbuhnya.

Jawaban itu menurut Rusyani membuatnya sangat kecewa hingga hendak lebih lanjut memperkarakan hal ini ke pihak berwajib dan unit perlindungan perempuan dan anak (PPA).

Kini, Rusyani berharap pihak sekolah dapat memberikan solusi. Pasalnya, sang anak diduga telah memberitahu bahwa lokasi kejadian pelecehan itu di toilet wanita lantai 3 SLB tersebut.

"Saya harap sekolah ada solusinya. Karena anak saya pendidikan seperti ini yang dibilang perlu pendidikan ekstra, pada kenyataannya tanggungjawabnya sekolah. Ini kan kelalaian semua guru," kata Rusyani.

"Saya mohon penyelesaiannya sampai jalur hukum," pungkasnya.

Sementara itu, pihak sekolah membantah menolak upaya pertemuan ia dan orang tua AS.

Menurut Daliman selaku Kepala Sekolah SLB di Kalideres tersebut, pertemuan antara pihak sekolah dan orang tua sempat tertunda karena memasuki waktu cuti bersama, sehingga sekolah dalam kondisi libur.

Ia mengaku telah menerima laporan terkait hamilnya satu peserta didik berinisial AS itu sejak 8 Mei 2023 lalu.

"Dari laporan ini kami tindak lanjuti, kami informasikan kepada guru kelas dan langsung mengajak beebicara dengan anak- tersebut, baik korban maupun terduga," kata Daliman saat ditemui di lokasi sekolah, Senin.

"Bahwa ini adalah mohon dibuat suasananya senyaman mungkin supaya anak merasa nyaman diajak komunikasi. Singkat cerita, hasil komunikasi antara anak dan orang tua itu tidak ditemukan siapa pelakunya," imbuh dia.

Lantaran telah buntu, pihak sekolah lantas mengajak pihak korban untuk menyelesaikannya secara internal dengan melibatkan pihak PPPA.

Bahkan, pihak sekolah telah berbincang dengan pihak terduga korban. Dan pihak mereka mengatakan siap bertanggung jawab apabila setelah lahir dan tes DNA diketahui bahwa bayi tersebut merupakan darah daging terduga pelaku.

Akan tetapi, lantaran temuan di lapangan mengindikasikan kemungkinan kecil pelaku berasal dari dalam sekolah, maka pihak sekolah mengupayakan upaya internal tersebut.

Rupanya, pihak keluarga tetap menuntut tanggung jawab sekolah hingga akhirnya kasus ini tereskpos ke media.

"Jadi segala cara sudah diupayakan, namun tidak ditemukan indikasi bahwa yang melakukan adalah anak sekolah," katanya.

Lebih lanjut, pihak sekolah maupun terduga korban juga mengaku telah menyampaikan rasa prihatinnya kepada korban.

Namun terkait hal tersebut, lanjut Daliman, perlu pembuktian lebih lanjut.

Pasalnya apabila dirunut, lanjut dia, lima bulan ke belakang sebelum kejadian ini, sekolah tempatnya memimpin itu tengah meliburkan siswa karena ada ujian akhir semester dan P5 (Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila).

"Di bulan Desember (5 bulan sebelum Mei), dari segi waktu itu kan libur akhir semester. Di bulan ketiga keempat itu ada istilahnya kegiatan P5, kami melakukan pendampingan, dan ada PAT (penilaian akhir tahun) yang dilakukan lebih awal," kata Daliman.

Hal itu menurutnya, menjadi salah satu gambaran aktivitas di sekolah yang terjadi kala itu.

Oleh karena itu, Daliman berkeyakinan jika tidak ada kasus pelecehan seksual yang terjadi di sekolah. Apalagi dilakukan oleh peserta didik.

"Ikhtiar sekolah sudah kami lakukan. Kami berkeyakinan dengan ikhtiar kami ini, kemungkinan kecil kejadian itu di sekolah. Tapi ini kan perlu (pembuktian)," pungkas dia. (m40)

Baca berita Wartakotalive.com lainnya di Google News

Ikuti saluran WartaKotaLive.Com di WhatsApp

Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved