Pilpres 2024

Apakah PDIP Gabung di Pemerintahan Prabowo-Gibran dengan Tawaran Menarik? Ini Kata Pengamat Politik

Mahkamah Konstitusi (MK) sudah memutuskan sengketa Pilpres 2024, meski menyakitkan pendukung 01 dan 03 harus menerima.

Editor: Valentino Verry
Kompas.com
Guru Besar Ilmu Politik UI Prof Dr Lili Romli, meyakini Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri tidak akan goyah untuk masuk koalisi Prabowo-Gibran, karena akan kontraproduktif. 

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Gonjang ganjing hasil Pilpres 2024 akhirnya berakhir, setelah Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan, menolak semua permohonan gugatan yang diajukan kubu 01 dan 03.

Itu artinya, pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka sah menjadi capres-cawapres terpilih di Pilpres 2024.

Baca juga: PDIP Ingatkan Gibran saat Jadi Wapres, Komarudin Watubun: Pemimpin tak Boleh Bohong!

Prabowo-Gibran pun kini sudah tenang dan kuat untuk segera menyusun kabinet, mengingat pada 20 Oktober 2024 mereka akan dilantik jadi Presiden dan Wakil Presiden RI.

Sebagai orangtua Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Iriana akan tersenyum lebar, puas melihat putra sulungnya menjadi penguasa nomor 2 di Indonesia.

Melihat realita politik seperti itu, Guru Besar Ilmu Politik Universitas Indonesia (UI), Lili Romli, menilai PDIP akan menjadi kontraproduktif apabila memutuskan bergabung dengan di pemerintahan Prabowo-Gibran.

Adapun PDIP mengusung capres-cawapres nomor urut 3 Ganjar Prabowo-Mahfud MD dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.

Baca juga: Kalah di Mahkamah Konstitusi, PDIP Kini Berharap Rasa Keadilan dari PTUN

Ganjar-Mahfud kalah hingga mengajukan gugatan ke MK soal hasil pilpres, namun gugatan mereka ditolak.

“Saya kira ketika PDIP bergabung ke koalisi pemerintahan bisa memantik kontrakproduktif,” kata Lili dalam siaran Obrolan Newsroom di YouTube Kompas.com, Senin (22/4/2024).

Apalagi, menurut dia, PDP kerap melontarkan pernyataan yang menunjukkan adanya pelanggaran dalam proses pemilu tahun ini.

Bahkan, Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri turut membuat surat amicus curiae atau sahabat pengadilan ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait sengketa hasil pilpres.

Baca juga: Presiden Jokowi Dinilai Tak Layak Bertemu Megawati, Petinggi PDIP: Mengkhianati Reformasi

“Sampai-sampai kemudian Ketua Umum Megawati sendiri menjadi amicus curiae,” ucap Lili.

Oleh karenanya, Lili menilai PDIP akan sangat ironis jika akhirnya bergabung setelah MK menolak gugatan yang diajukan Ganjar-Mahfud.

“Menjadi ironis ketika kemudian setelah pasca putusan MK ini, PDIP bergabung dengan koalisi pemerintah. Jadi akan menjadi kontraproduktif,” katanya.

Selain itu, ia berpandangan PDIP juga tidak akan memiliki nilai jual yang tinggi apabila bergabung dengan koalisi pemerintahan selanjutnya.

Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) ini pun mencontohkan kesuksesan PDIP sebagai partai usai menjadi oposisi di era Presiden Ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Pengamat politik UIN Syarif Hidayatullah Ciputat, Kota Tangsel, Adi Prayitno.
Pengamat politik UIN Syarif Hidayatullah Ciputat, Kota Tangsel, Adi Prayitno. (tribunnews.com)

“Ketika PDIP menjadi oposisi kan memberikan banyak keuntungan ketika dulu pada masa Pak SBY gitu kan, 10 tahun,” ujar Lili.

“Yang kemudian PDIP menjadi pemenang, terus kandidatnya terpilih menjadi presiden," imbuhnya.

"Jadi ada nilai jualnya, ketika PDIP bergabung nggak ada lagi nilai jualnya,” tegas Lili.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia Adi Prayitno, mengatakan posisi PDIP sangat bergantung dengan relasi antara Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Prabowo Subianto.

Saat ini hubungan antara PDIP dengan Jokowi sudah putus akibat urusan politik.

Sebab PDIP dalam Pilpres 2024 mengusung pasangan Ganjar Pranowo-Mahfud MD.

Sedangkan Jokowi membiarkan anak sulungnya, Gibran Rakabuming Raka, menjadi calon wakil presiden mendampingi Prabowo Subianto.

Menurut Adi, PDIP juga diperkirakan bakal tertarik diajak bekerja sama dalam pemerintahan oleh Prabowo-Gibran, jika terjadi keretakan antara Jokowi dengan Prabowo.

"Kalau saya melihat arah kecenderungan politik PDIP di masa yang akan datang tentu sangat tergantung dengan hubungan politik Jokowi dan Prabowo," kata Adi dikutip dari program Kompas Petang di Kompas TV, Senin (22/4/2024).

Menurut Adi, jika hubungan Jokowi dan Prabowo terus harmonis maka hal itu justru menjadi tembok psikologis bagi PDIP.

"Tapi kalau kemesraan, kebersamaan antara Prabowo dan Jokowi tidak lama, artinya setelah ada serah terima jabatan politik presiden tanggal 20 Oktober, hubungan Jokowi dan Prabowo tidak baik-baik saja, di situlah ada celah," ucap Adi.

Sebelumnya diberitakan, proses perkara sengketa hasil pemilihan presiden (Pilpres) 2024 sudah berakhir.

Mahkamah Konstitusi memutuskan menolak permohonan sengketa yang diajukan kubu Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (Cak Imin) dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD, dalam sidang pembacaan putusan pada Senin (22/4/2024).

"Menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua MK Suhartoyo dalam persidangan di Gedung MK, Jakarta Pusat.

Beberapa dalil yang dianggap tidak beralasan menurut hukum antara lain terkait politisasi bantuan sosial, cawe-cawe, atau intervensi Presiden Joko Widodo, serta pelanggaran prosedur oleh KPU saat menerima pendaftaran Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka sebagai capres-cawapres.

"Permohonan pemohon tidak beralasan menurut hukum," ucap hakim.

Baca berita Wartakotalive.com lainnya di Google News

Ikuti saluran WartaKotaLive.Com di WhatsApp: https://whatsapp.com/channel/0029VaYZ6CQFsn0dfcPLvk09

 

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved