Sengketa Pilpres
Ketuk Hati Nurani 8 Hakim Mahkamah Konstitusi, Butet Kartaredjasa dkk Ajukan Amicu Curiae
Butet Kartaredjasa meminta MK menggunakan nurani saat membuat keputusan sengketa Pilpres. Butet bersama 159 seniman mengajukan Amicu Curiae
WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA--Mahkamah Konstitusi diharapkan menggunakan hati nurani saat membuat keputusan sengketa hasil Pilpres 2024.
Desakan tersebut disampaikan oleh 159 seniman, di antaranya budayawan Butet Kartaredjasa dengan cara mengajukan amicus curiae (sahabat pengadilan) agar Mahkamah Konstitusi (MK).
Para seniman itu sudah mengirim dokumen kajian resmi mereka kepada delapan hakim konstitusi.
Harapannya kajian itu menjadi bahan pertimbangan saat hakim untuk memutus sengketa Pilpres yang saat ini tengah disidangkan.
"Jadi tujuan kami adalah untuk mengetuk hati para hakim untuk memutus mengenai pemilu (Pemilihan Umum) 2024 dengan hati nurani dengan rasa keadilan," kata perwakilan seniman, Ayu Utami, saat ditemui di Gedung MK, Jakarta Pusat, Senin (1/4/2024).
Baca juga: Gugatannya Dicabut, Butet: Kasus Aiman Harus Distop dan Relawan Jangan Jadi Penjilat Jokowi
Ayu mengungkapkan, penyampaian amicus curiae itu menyusul adanya keresahan para seniman melihat kontestasi Pilpres 2024 yang dianggapnya penuh pelanggaran terstruktur, sistematis, dan masif.
Para seniman, menurut Ayu, ingin mempertahankan kebebasan melalui kebebasan berekspresi, kebebasan berpikir, dan kebebasan manusia secara umum lewat penyampaian amicus curiae tersebut.
"Kebebasan itu bergantung juga pada sistem Pemilu yang benar. Di sini kami melihat ada banyak sekali pelanggaran yang nyata-nyata, yang sudah banyak disuarakan oleh para guru besar, para seniman, tapi tidak didengar," ujar Ayu seperti dilansir Kompas.com.
Dia menambahkan sebagian dari seniman sudah merasakan intimidasi.
Salah satu bentuk dugaan intimidasi yang pernah dirasakan sendiri adalah ketika membuat diskusi yang cukup kritis mengenai putusan nomor 90/PUU-XXI/2023 oleh Mahkamah Konstitusi (MK).
Secara garis besar, putusan itu membahas batas usia presiden dan wakil presiden yang diubah boleh kurang dari 40 tahun selama berpengalaman menjadi kepala daerah atau jabatan lain yang dipilih melalui pemilihan umum.
Putusan MK ini membuka jalan bagi Gibran Rakabuming Raka mencalonkan diri untuk mengikuti kontestasi Pilpres 2024, meski usianya masih 36 tahun saat itu.
"Ketika itu akun YouTube kami langsung hilang. Ada beberapa teman, saya rasa Butet Kertaradjasa juga mengalami semacam intimidasi.
Baca juga: VIDEO Respons Butet Kartaredjasa Atas Pelaporan Dirinya Soal Tudingan Hina Jokowi
Para seniman dan kami kira di sini juga seniman, wartawan, intelektual, punya keprihatinan sebagai bangsa," kata Ayu Utami.
Sebagai informasi, MK memulai sidang sengketa hasil Pilpres 2024 pada 27 Maret 2024.
Setelah digelar sidang pembacaan permohonan, persidangan dilanjutkan dengan pemeriksaan saksi dan ahli.
Adapun gugatan sengketa hasil Pilpres 2024 dimohonkan oleh pasangan calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres) nomor urut 1, Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar; dan pasangan capres-cawapres nomor urut 3, Ganjar Pranowo-Mahfud MD.
Dalam gugatannya ke MK, Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud sama-sama meminta agar pasangan capres-cawapres nomor urut 2, Prabowo-Gibran, didiskualifikasi.
Kedua pihak juga meminta MK membatalkan hasil Pilpres 2024 dan memerintahkan penyelenggaraan pemilu ulang.
Saat ini sidang memasuki tahap memintan keterangan para saksi dan ahli yang diajukan para penggugat.
Pakar peringatkan Jokowi
Pakar Otonomi Daerah Djohermansyah Djohan menyebutkan, para pakar sebelumnya telah menyarankan Presiden Joko Widodo untuk memperpanjang masa jabatan kepala daerah hingga gelaran Pilkada 2024.
Model ini dinilai lebih baik ketimbang Presiden menunjuk penjabat (pj) kepala daerah untuk mengisi kekosongan jabatan sampai pemungutan suara Pilkada digelar pada November 2024.
Ini disampaikan Djohermansyah di hadapan Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) dalam sidang sengketa Pemilu Presiden (Pilpres) 2024, Senin (1/4/2024).
Djohermansyah hadir sebagai ahli dari pasangan capres-cawapres nomor urut 1, Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar.
“Perihal pengangkatan pj kepala daerah, para pakar jauh hari telah mengingatkan Presiden Jokowi agar diadopsi saja model perpanjangan masa jabatan kepala daerah.
Baca juga: Totalitas dan Sengatan Tajam Butet Kertaredjasa untuk Jokowi di Panggung Kampanye Ganjar
Mereka toh punya visi-misi, punya legitimasi, dan dipilih langsung oleh rakyat serta lebih menjamin kontinuitas pembangunan,” kata Djohermansyah dalam persidangan di Gedung MK, Jakarta Pusat.
Sebagaimana dikutip Kompas.com, Djohermansyah, perpanjangan masa jabatan kepala daerah mungkin dilakukan dengan merevisi Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.
Akan tetapi, Jokowi mengabaikan saran tersebut. Kepala Negara justru memutuskan untuk menunjuk sendiri sejumlah pj kepala daerah untuk mengisi kekosongan jabatan sampai Pilkada 2024 digelar.
“Presiden tidak mempedulikannya,” ujar Djohermansyah.
Djohermansyah menilai, pengangkatan pj kepala daerah dari kalangan ASN yang notabene pegawai negeri di daerah otonom memiliki banyak sekali kelemahan.
Misalnya, mencederai demokrasi, tak punya legitimasi, tak punya visi-misi, seleksinya rentan nepotisme, relasi dengan DPRD dan tokoh masyarakat susah terjalin, hingga orientasi kepada kepentingan pusat sangat kuat.
Saat presiden mulai menunjuk pj kepala daerah dari kalangan ASN, kata Djohermansyah, timbul kegaduhan publik lantaran seleksinya tidak transparan, tak akuntabel, dan tidak demokratis.
Ketika itu, masyarakat menggugat ke MK. MK pun dalam pertimbangan Putusan Nomor 15 PUU-XX/2022 meminta pemerintah membuat peraturan pelaksanaan undang-undang Pilkada yang transparan, akuntabel, dan demokratis.
“Tapi pemerintah Presiden Joko Widodo tidak menggubrisnya dan hanya menerbitkan Permendagri (Peraturan Menteri Dalam Negeri) Nomor 4 Tahun 2023. Dengan payung hukum yang lemah ini, pengangkatan pj kepala daerah relatif tidak berubah, pekat dengan kepentingan politik presiden,” katanya.
Baca juga: Diintimidasi, Butet Kartaredjasa mengaku Kehilangan Kemerdekaan: Kalau Mau Ditangkap Silakan
Djohermansyah menyebut, masyarakat pemilih di Indonesia kebanyakan cenderung berorientasi paternalistik dan feodalistik karena tingkat pendidikannya rata-rata masih rendah.
Oleh karenanya, pj kepala daerah sangat strategis dalam mempengaruhi sikap pilih (voting behaviour) masyarakat. Sementara, anggota birokrasi di Tanah Air masih bermentalitas “yes man”, ABS (asal bapak senang), dan safety player.
Dengan demikian, Djohermansyah menyebut, dukungan Jokowi untuk Prabowo Subianto yang merupakan Menteri Pertahanan Kabinet Indonesia Maju, serta Gibran Rakabuming Raka yang tak lain putra sulung Presiden, telah memberikan keuntungan untuk pasangan capres-cawapres nomor urut 2 itu.
“Dukungan dan keberpihakan Presiden Joko Widodo kepada Paslon 02 nyata tampak dalam kebijakannya, perbuatanya, tindakannya, dan ucapannya terkait dengan pengangkatan pj kepala daerah secara masif, keterlibatan pejabat negara, dan penggalangan kepala desa untuk memenangkan paslon 02,” tutur mantan Direktur Jenderal (Dirjen) Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) itu.
Pakar Hukum Pemilu: MK Itu Problematik, Tidak Mungkin Gugurkan Pencalonan Gibran |
![]() |
---|
Pengamat Sebut Tak Ada Conflict of Interest dalam Amicus Curiae Megawati, Singgung Anwar Usman |
![]() |
---|
Bakal Putuskan Dua Perkara, Mahkamah Konstitusi Panggil Kubu Anies, Prabowo, dan Ganjar |
![]() |
---|
MK Ungkap Bukan Hanya Megawati yang Kirim Surat Amicus Curiae Terkait Sengketa Pilres, Ada Apa? |
![]() |
---|
Hasto: Selama Presiden Tidak Hadir di Sidang MK, Sisi Gelap Kekuasaan Tak Pernah Terungkap |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.