Pemilu 2024

Ikrar Nusa Bhakti Endus Rekayasa Baru Jokowi: PSI Lolos DPR RI, Kaesang Ikut Pilkada

Presiden Jokowi tak bisa pensiun denga tenang jika PSI gagal ke DPR RI. Sebab, hal ini berlait masa depan putra bungsunya, Kaesang.

Editor: Valentino Verry
Istimewa
Pengamat politik senior Ikrar Nusa Bhakti waswas atas suara PSI yang lompat. Dia pun mengendus ada yang tak beres, yakni memperjuangkan nasib Kaesang agar bisa ikut pilkada. 

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Pengamat politik Ikrar Nusa Bhakti mengaku waswas melihat perkembangan suara Partai Solidaritas Indonesia (PSI) secara mendadak.

Menurut Ikrar, lonjaka suara PSI pada hasil real count Komisi Pemilihan Umum (KPU) perlu dikritisi dan dikawal bersama.

Pasalnya, dikhawatirkan lonjakan suara partai pimpinan Kaesang Pangarep tersebut akan beririsan dengan penyelundupan hukum.

Menurut Ikrar, sangat mustahil ada sebuah parpol suaranya meroket hanya dalam waktu tiga hari.

Seperti diketahui, sejak Kamis 29 Februari lalu hingga Sabtu 2 Maret 2024, jumlah suara PSI terus melejit.

Berdasarkan hasil real count KPU, suara PSI bertambah dari 2.171.907 atau 2,86 persen pada Kamis (29/2/2024) pukul 10.00 WIB menjadi 2.402.268 atau 3,13 persen pada Sabtu (2/3/2024) pukul 15.00 WIB.

“Ini kalau tidak kita kritisi dan kawal bersama, bukan mustahil suara PSI pada 20 Maret 2024 sudah mencapai empat persen atau lebih," ucapnya.

Baca juga: Perolehan Suara PSI Mendadak Melonjak Drastis, Pengamat Sebut Ada Konspirasi Kekuasaan

"Harus ditilik bagaimana suara itu masuk melalui C1 Plano, Kalau PSI berhasil masuk Senayan, maka bukan mustahil Kaesang maju sebagai kepala daerah," imbuh Ikrar saat dihubungi di Jakarta, Minggu (3/3/2024).

Terkait lonjakan suara PSI ini, Ikrar menyoroti dinamika di Mahkamah Konstitusi (MK).

Dinamika di MK tersebut antara lain, wacana perubahan UU Kepala Daerah, pembuatan UU baru dan bergabungnya mantan Sekjen Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Arsul Sani sebagai hakim konstitusi.

“Bukan mustahil MK membuat UU baru, yang waktu itu tidak disetujui Pak Mahfud," ujarnya.

"Syarat usia minimal hakim MK mau direvisi. Saya curiga hal ini untuk mendepak orang-orang seperti Saldi Irsa yang saat bergabung ke MK-waktu itu usianya belum 45 tahun," lanjutnya.

Baca juga: PPP Singgung Lonjakan Suara PSI yang Tak Masuk Akal, Gus Romi Curiga Ada Operasi Sayang Anak

"Penyelundupan hukum seperti yang terjadi ketika Gibran maju sebagai cawapres, sama persis dengan usaha mendepak hakim-hakim yang memiliki kepribadian tinggi,” imbuh Ikrar.

Untuk membuktikan dugaan ini, Ikrar menjadikan jadwal Pilkada dan wacana penunjukkan kepala daerah melalui presiden sebagai tolak ukur.

Jika hal ini terjadi, maka Ikrar meyakini gerakan masyarakat sipil akan terus meluas, bahkan hingga pasca-pelantikan presiden dan wapres terpilih.

“Dulu kita kan berharap presiden akan mendengar ketika kita mengkritisi, ketika kita menulis," ucapnya.

"Kali ini saya merasa kuping presiden sudah benar-benar tertutup. Saya kira cukup Gibran saja, tetapi ternyata tidak,” tutur Ikrar.

Baca juga: Suara PSI Naik Tajam, Anies: Dipimpin Anak Presiden tapi Tidak Boleh Seenaknya Sendiri

“Kita lihat nanti, pilkada dimajukan ke September, bukan November. Kalau itu terjadi bukan mustahil, Pak Jokowi memiliki kepentingan di situ," tegasnya.

"Lagi-lagi ada anggota keluarganya yang ikut pilkada. Kalau PSI berhasil masuk Senayan, Kaesang tidak mustahil maju sebagai pemimpin daerah,” pungkasnya.

Majelis Pertimbangan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) meminta KPU dan Badan Pengawas Pemilu (Baswalu) untuk memberi atensi dan tindak lanjut atas kenaikan suara Partai Solidaritas Indonesia (PSI).

Jika tidak, maka DPP PPP akan meminta hal ini sebagai bagian yang termasuk dibongkar di hak angket pekan ini.

Hal tersebut ditegaskan Ketua Majelis Pertimbangan PPP Romahurmuziy.

Saat ini Presiden Jokowi sedang memikirkan nasib PSI yang dipimpin Kaesang Pangarep.
Saat ini Presiden Jokowi sedang memikirkan nasib PSI yang dipimpin Kaesang Pangarep. (Tangkapan video youtube kompastv)

Menurut Romahurmuziy atau akrab disapa Romy, pola kenaikan suara Partai Solidaritas Indonesia (PSI) tidak wajar dan tidak masuk akal.

Beberapa lembaga survei, lanjut Romy, menilai bahwa kenaikan suara PSI tidak wajar. Karena berdasarkan perhitungan, ada beberapa tempat pemungutan suara (TPS) dimana suara PSI mencapai 50 persen.

“Kalau ini tidak dikoreksi, DPP PPP akan meminta hal ini bagian yang termasuk dibongkar seterang-terangnya di hak angket pekan ini! Saya mohon atensi @kpu_ri dan @bawasluri secara terbuka dan tindak lanjutnya secara cepat dan seksama!” tulis Romahurmuziy dikutip dari akun Instagram @romahurmuziy, Minggu (3/3/2024).

Dikatakan Romy, suara PSI yang dipimpin anak Presiden Joko Widodo, Kaesang Pangarep, mendapat 3 % atau 2.291.882 suara saat pengumpulan data 540.231 TPS dari total 823.236 TPS (65,62 % ). Pada saat bersamaan, suara PPP 3.037.760 atau 3,97 % .

Kenaikan tersebut dinilai tidak wajar, karena PSI memperoleh 19.000 suara dari 110 TPS dalam waktu dua jam, berarti rata-rata 173 suara per TPS.

Mantan Ketua Umum PPP ini menegaskan bahwa jumlah suara per TPS hanya 300 suara, dan partisipasi pemilih rata-rata 75 % . Adapun suara sah setiap TPS hanya 225 suara. Artinya, PSI menang 77 % di 110 TPS.

Hal tersebut menurut Romy tidak masuk akal. Dia pun meminta KPU dan Bawaslu tidak menutup mata atas penyimpangan itu.

“Mohon atensi KPU dan Bawaslu, operasi apa ini? Meminjam Bahasa Pak Jusuf Kalla, apakah ini operasi "sayang anak" lagi?” tulisnya.

Stop dugaan penggelembungan suara

Lebih lanjut Romy mengaku, sudah mendengar sejak sebelum pemilu, ada operasi pemenangan PSI yang dilakukan aparat dengan menarget kepada penyelenggara pemilu daerah, agar PSI memperoleh 50.000 suara di tiap kabupeten/kota di Pulau Jawa, dan 20.000 suara di tiap kabupaten/kota di luar Pulau Jawa.

Ini dilakukan dengan menggunakan dan membiayai jejaring ormas kepemudaan tertentu, yang pernah dipimpin salah seorang menteri untuk memobilisasi suara PSI coblos gambar.

“Setidaknya itu yang saya dengar dari salah satu aktivisnya, yang diberikan pembiayaan langsung oleh aparat sebelum pemilu. Namun hal ini sepertinya tidak berjalan dengan mulus sehingga perolehan berdasarkan quick count (QC) jauh di bawah harapan lolos parliamentary threshold (PT),” katanya.

Menurutnya, akurasi QC menurut pimpinan lembaga-lembaga survei senior adalah plus-minus 1 % , sehingga untuk lolos PT 4 % dibutuhkan setidaknya angka QC lebih dari 3 % . Artinya, kalau sebuah partai mendapat QC 3 % , dalam riil count dapat dibenarkan jika mendapat 4 % , atau bisa juga sebaliknya bisa dibenarkan jika hanya mendapat 2 % . Sedangkan angka di seluruh lembaga survei, QC PSI tertinggi < 2>

Upaya Loloskan PSI

Belakangan setelah pencoblosan, kata Romy, mendapat informasi ada upaya pelolosan PSI ke parlemen dengan 2 modus yakni, memindahkan suara partai yang jauh lebih kecil, yang jauh dari lolos PT kepada coblos gambar partai tersebut dan/atau memindahkan suara tidak sah menjadi coblos gambar partai tersebut.

“Setelah melihat Sirekap bebebrapa hari terakhir, mulai muncul keanehan-keanehan yang disinyalir oleh beberapa surveyor seperti Prof Burhan Muhtadi dan Yunarto Wijaya,” katanya.

Lebih lanjut, kenaikan suara PSI dari beberapa TPS, sebagaimana dimuat di grafik akun X Burhan Muhtadi, dimana terjadi kenaikan tajam yang menyimpang dari trend line.

Bahkan, ada yang input Sirekap dari 110 TPS menyumbangkan sekitar 19.000 suara, yang berarti 173 suara per TPS.

“Sampai-sampai hal ini trending di Twitter land sebagai "Partai Salah Input.” Kalau partisipasi pemilih diasumsikan sama dengan 2019, maka suara sah tiap TPS = 81,69 % x 300 suara = 245 suara per TPS. Itu berarti persentase suara PSI = 173/245 = 71 % , dan seluruh partai lain hanya 29 % . Sebuah angka yang sangat tidak masuk akal mengingat PSI sebagai partai baru yang tanpa infrastruktur mengakar dan kebanyakan caleg RI-nya saya monitor minim sosialisasi ke pemilih,” kata mantan Ketua Umum PPP.

Penggelembungan suara PSI banyak terungkap, bukan di tingkat TPS, tapi diduga mulai di pleno tingkat kecamatan.

Dugaan penggelembungan TSM

Penggelembungan suara PSI diduga terjadi secara terstruktur, sistematis, dan massif (TSM).

Setiap penggeseran suara tidak sah menjadi suara PSI, jelas merugikan perolehan seluruh partai politik peserta pemilu.

Menurut Romy, PPP siap membawa hal ini sebagai materi hak angket.

Pihaknya akan mendesak pemanggilan seluruh aparat negara yang terlibat, mulai dari KPPS, PPS, PPK, KPUD dan KPU serta Bawaslu dan seluruh perangkatnya.

“Juga tidak tertutup kemungkinan aparat-aparat negara lainnya kita panggil. Soal laporan kecurangan kepada Bawaslu, itu diproses sesuai mekanisme yang berlaku. Tapi secara politik, DPR akan melakukan percepatan dan terobosan melalui hak angket agar tindakan-tindakan kecurangan Pemilu semacam ini dihentikan!” tegasnya.

Baca berita Wartakotalive.com lainnya di Google News

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved