Berita Nasional

Jika Jokowi Ditendang PDIP, Partai Golkar Siap Jadi Kendaraan Politiknya

Jika didepak dari PDIP, Presiden Jokowi tidak akan kesulitan mencari kendaraan politik yang baru. Golkar siap menampungnya.

Editor: Rusna Djanur Buana
Tangkapan video youtube kompastv
Airlangga Hartarto Ketua Umum Partai Golkar menanggapi positif soal kabar Presiden Joko Widodo atau Jokowi akan bergabung ke partainya. 

Wacana penggunaan hak angket pertama kali diusulkan oleh kubu pasangan calon presiden dan calon wakil presiden nomor urut 3, Ganjar Pranowo-Mahfud MD.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian itu menyatakan, pihak-pihak yang menggulirkan wacana harus melihat terlebih dahulu apa yang ingin dicapai. Sebab, mayoritas partai kini mendukung Presiden Joko Widodo.

"Ini kan masih pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin. Yang mendukng Presiden Jokowi dan Maruf kan mayoritas di DPR. Ditambah Pak AHY dilantik jadi menteri, tambah mayoritas lagi," kata Airlangga.

Mantan Menteri Perindustrian ini pun meminta semua pihak realistis. Terlebih kata dia, seluruh partai politik menerima hasil Pileg yang menempatkan PDIP berada di barisan paling tinggi.

Baca juga: AHY Diangkat Jadi Menteri Jokowi, Pengamat: Tidak Mempan untuk Redam Hak Angket

"Kita harus liat apa yang ingin dicapai, tapi kita harus realistis. Pemilu ini kan land slide kemenangan tinggi. Parpol juga menerima hasil Pemilu legislatif," ungkap Airlangga.

Lebih lanjut Airlangga menyatakan, partainya tidak mendukung pengguliran hak angket untuk mengusut dugaan kecurangan tersebut.

"Kalau Golkar enggak mendukung, enggak tahu kalau yang lain," sebut dia.

Hak Angket merupakan salah satu dari tiga hak istimewa yang dimiliki oleh DPR.

Menurut Undang-Undang Dasar 1945 khususnya Pasal 20A ayat (2), dalam melaksanakan fungsinya, DPR memiliki tiga hak yang terdiri dari hak angket, hak interpelasi, dan hak menyatakan pendapat.

Baca juga: Pengamat: Probowo Butuh Kepastian Demokrat, Golkar dan PAN Lebih Dekat dengan Jokowi

Dalam catatan Kompas.id, selama dua periode pemerintahan Presiden Joko Widodo atau sejak 2014, DPR baru sekali menggunakan hak angket, yakni pada 2017.

Hak itu bukan digunakan terhadap kebijakan pemerintah, melainkan terhadap kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Penggunaan hak angket ini buntut dari penolakan KPK atas permintaan Komisi III DPR RI untuk membuka rekaman Miryam S Haryani, anggota DPR yang menjadi tersangka dalam pemberian keterangan palsu dalam kasus korupsi pengadaan KTP elektronik.

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved