Berita Nasional
Jika Jokowi Ditendang PDIP, Partai Golkar Siap Jadi Kendaraan Politiknya
Jika didepak dari PDIP, Presiden Jokowi tidak akan kesulitan mencari kendaraan politik yang baru. Golkar siap menampungnya.
WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA--Hubungan Presiden Joko Widodo dengan partainya PDI Perjuangan terus memburuk.
Pengamat politik dari Universitas Paramadina, Ahmad Khoirul Umam menyebut pelantikan Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono sebagai menteri ATR/BPN menunjukkan Jokowi sudah lepas dari bayang-bayang Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputeri.
Hal itu membuat Jokowi seperti tidak punya jalan kembali pulang kepada PDIP, partai yang telah membesarkan namanya lebih dari dua dekade terakhir.
Namun Jokowi sepertinya tidak perlu khawatir, karena Partai Golkar yang dibesut Airlangga Hartarto siap menampung Jokowi.
Airlangga Hartarto pun merespons baik soal peluang PresidenJokowi masuk ke Partai berlambang pohon beringin itu.
Baca juga: Intens Bertemu SBY, Pengamat: Prabowo Ingin Demokrat Tegak Lurus Padanya, Bukan ke Jokowi
"Baik, bagus-bagus saja jika Presiden bergabung," kata Airlangga singkat, Senin (26/2/2024) di Istana Negara.
Dia mengatakan, Jokowi adalah milik semua partai karena mantan Wali Kota Solo itu merupakan salah satu tokoh nasional. Meskipun, menurut Airlangga, secara status Jokowi masih merupakan anggota PDIP.
"Pak Jokowi kan tokoh nasional, milik semua partai. Seperti yang saya katakan (beliau adalah) tokoh nasional, dimiliki semua partai," ujarnya seperti dilansir Kompas.com.
Sementara itu, Menteri Investasi Bahlil Lahadalia mengaku tidak tahu-menahu soal isu Presiden Jokowi bakal masuk Golkar.
Politikus Partai Golkar tersebut bahkan menampik isu kepindahan Jokowi ke partainya.
"Mana? Enggak saya dengar itu. Enggak ada, Presiden (itu) jadi Presiden RI, lah," kata Bahlil menegaskan.
Hubungan Jokowi dengan partai berlambang banteng itu kerap diisukan tidak harmonis semenjak Gibran Rakabuming Raka maju sebagai calon wakil presiden (cawapres) mendampingi Prabowo.
Baca juga: Sandiaga Uno Sebut PPP Biasa Dukung Penguasa, Hak Angket Bakal Layu Sebelum Berkembang?
Gibran adalah putra sulung Jokowi sekaligus Wali Kota Solo yang juga kader PDIP. PDIP sendiri pada pemilihan presiden (Pilpres) 2024 mengusung pasangan Ganjar Pranowo-Mahfud MD.
Respon Hak Angket
Pada kesempatan yang sama Airlangga Hartarto merespons wacana penggunaan hak angket oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI untuk mengusut dugaan kecurangan Pemilu 2024.
Wacana penggunaan hak angket pertama kali diusulkan oleh kubu pasangan calon presiden dan calon wakil presiden nomor urut 3, Ganjar Pranowo-Mahfud MD.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian itu menyatakan, pihak-pihak yang menggulirkan wacana harus melihat terlebih dahulu apa yang ingin dicapai. Sebab, mayoritas partai kini mendukung Presiden Joko Widodo.
"Ini kan masih pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin. Yang mendukng Presiden Jokowi dan Maruf kan mayoritas di DPR. Ditambah Pak AHY dilantik jadi menteri, tambah mayoritas lagi," kata Airlangga.
Mantan Menteri Perindustrian ini pun meminta semua pihak realistis. Terlebih kata dia, seluruh partai politik menerima hasil Pileg yang menempatkan PDIP berada di barisan paling tinggi.
Baca juga: AHY Diangkat Jadi Menteri Jokowi, Pengamat: Tidak Mempan untuk Redam Hak Angket
"Kita harus liat apa yang ingin dicapai, tapi kita harus realistis. Pemilu ini kan land slide kemenangan tinggi. Parpol juga menerima hasil Pemilu legislatif," ungkap Airlangga.
Lebih lanjut Airlangga menyatakan, partainya tidak mendukung pengguliran hak angket untuk mengusut dugaan kecurangan tersebut.
"Kalau Golkar enggak mendukung, enggak tahu kalau yang lain," sebut dia.
Hak Angket merupakan salah satu dari tiga hak istimewa yang dimiliki oleh DPR.
Menurut Undang-Undang Dasar 1945 khususnya Pasal 20A ayat (2), dalam melaksanakan fungsinya, DPR memiliki tiga hak yang terdiri dari hak angket, hak interpelasi, dan hak menyatakan pendapat.
Baca juga: Pengamat: Probowo Butuh Kepastian Demokrat, Golkar dan PAN Lebih Dekat dengan Jokowi
Dalam catatan Kompas.id, selama dua periode pemerintahan Presiden Joko Widodo atau sejak 2014, DPR baru sekali menggunakan hak angket, yakni pada 2017.
Hak itu bukan digunakan terhadap kebijakan pemerintah, melainkan terhadap kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Penggunaan hak angket ini buntut dari penolakan KPK atas permintaan Komisi III DPR RI untuk membuka rekaman Miryam S Haryani, anggota DPR yang menjadi tersangka dalam pemberian keterangan palsu dalam kasus korupsi pengadaan KTP elektronik.
Thomas Djiwandono 'No Comment' soal Isu Sri Mulyani Mundur dari Kabinet |
![]() |
---|
Kemendag Sebut Industri Franchise Berkontribusi terhadap Pertumbuhan Ekonomi Nasional |
![]() |
---|
TNI Kecam Penyebaran Informasi Intelnya Jadi Provokator Demo Ricuh: Narasi Bohong dan Menyesatkan |
![]() |
---|
Bikin Resah dan Gaduh, Uya Kuya dan Eko Patrio Dinonaktifkan sebagai Anggota Fraksi PAN di DPR RI |
![]() |
---|
Perintah Tegas Prabowo Subianto Apabila Penjarahan Kembali Terulang |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.