Pilpres 2024

AHY Diangkat Jadi Menteri Jokowi, Pengamat: Tidak Mempan untuk Redam Hak Angket

Keputusan Jokowi menunjuk AHY jadi menteri ATR/BPN tidak akan mampu redam Hak Angket. Kekuatan partai Demokrat tidak signifikan

Editor: Rusna Djanur Buana
Tangkapan layar YouTube Kompas TV
Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) usai dilantik sebagai Menteri Agraria Tata Ruang (ATR)/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) pada Rabu (21/02/2024). Hal ini tidak akan mampu meredam wacana Hak Angket yang terus bergulir. 

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA--Presiden Joko Widodo dinilai sedang melakukan manuver untuk meredam bergulirnya rencana penggunaan Hal Angket oleh DPR terkait dugaan kecurangan Pemilu 2024, terutama Pilpres.

Pemanggilan Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh ke Istana Kepresidenan serta ditunjuknya Ketua Umum Partai Demokrat sebagai Menteri ATR/BPN adalah bagian dari upaya meredam isu Hak Angket yang terus membesar.

Usai dipanggil Presiden, Surya Paloh menegaskan tetap akan mengusung isu perubahan seperti yang digaungkan pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar.

Surya Paloh mengatakan, tidak ada pembicaraan spesifik dengan Jokowi, termasuk ajakan untuk bergabung dengan kaolisi besar Prabowo-Gibran.

"Tidak ada ajakan seperti, dan saya tetap berkomitmen dengan isu perubahan," kata Surya Paloh, belum lama ini.

Baca juga: AHY Masuk Kabinet, PKS Satu-satunya Partai Oposisi Pemerintahan Presiden Jokowi

Sementara keberhasilan Jokowi membujuk AHY bergabung dengan Kabinet Indonesia Maju juga tidak akan memberti dampak signifikan.

Pengamat politik Dedi Kurnia Syah menilai Partai Demokrat dinilai belum menjadi kekuatan maksimal bagi Jokowi untuk meredam wacana hak angket.

"Demokrat menjadi ranting bagi Jokowi untuk diraih, karena Demokrat sebenarnya tidak akan kuat membantu (meredam), mengingat koalisi pengusung hak angket kemungkinan besar lebih kuat," kata Dedi kepada Kompas.com, Minggu (25/2/2024).

Perlu diketahui, saat ini sudah ada sejumlah partai partai politik (parpol) di parlemen yang mendukung bergulirnya hak angket guna menyelidiki dugaan kecurangan Pilpres 2024.

Partai politik itu di antaranya, dua partai politik pengusung pasangan calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres) nomor urut 3 Ganjar Pranowo-Mahfud MD, yakni PDI-P dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP).

Sementara itu, usulan hak angket juga disambut oleh kubu pasangan capres-cawapres nomor urut 1, Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (AMIN).

Baca juga: Pengamat Politik Sebut Jusuf Kalla akan Lobi Megawati Restui PDIP Gulirkan Hak Angket

Tiga partai politik pengusung Anies-Muhaimin, Partai Nasdem, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS), siap mendukung hak angket tersebut.

"Jokowi masih perlu sokongan minimal satu parpol lagi, tetapi kita tahu statemen PKB dan Nasdem cukup jelas akan melanjutkan hak angket," ujar Dedi.

Jokowi bakal khawatir

Lebih lanjut, Dedi menilai bahwa penunjukkan AHY sebagai menteri kental dengan nuansa politik dibanding profesional.

Apalagi, menurut dia, penunjukkan itu dilakukan di tengah wacana hak angket terkait dugaan kecurangan Pilpres. Dedi mengatakan, Jokowi tentu khawatir jika hak angket tersebut berhasil digulirkan akan berdampak pada kekuasaannya.

"Jokowi tentu khawatir jika hak angket bergulir dan berhasil lengserkan dirinya terkait kebijakan politiknya mendekati masa Pemilu.

Hak angket memang tidak akan berhasil ungkap pelanggaran Pemilu karena itu bukan wilayahnya, tetapi hak angket sangat mungkin menelusuri keterlibatan Presiden dalam pengambilan keputusan yang keliru bersamaan dengan Pemilu," kata Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) tersebut.

Sebagai informasi, wacana penggunaan hak angket DPR RI untuk mengusut dugaan kecurangan Pemilu 2024 semakin kuat berembus. Wacana itu pertama kali diusulkan oleh capres nomor urut 3 Ganjar Pranowo.

Dia mendorong dua partai politik pengusungnya pada Pilpres 2024, PDI-P dan PPP menggunakan hak angket di DPR.

Baca juga: PKS Dukung PDIP Soal Hak Angket, Aboe Bakar: Kalau Lewat MK Masih Ada Paman Gibran

Menurut dia, DPR tidak boleh diam terhadap dugaan kecurangan pemilu yang sudah terang-terangan.

"Dalam hal ini, DPR dapat memanggil pejabat negara yang mengetahui praktik kecurangan tersebut, termasuk meminta pertanggung jawaban KPU (Komisi Pemilihan Umum) dan Bawaslu (Badan Pengawas Pemilu) selaku penyelenggara Pemilu," kata Ganjar dalam keterangannya pada 19 Februari 2024.

Sebelumnya pakar kebijakan publik dan ekonom, Achmad Nur Hidayat menegaskan bahwa pentingnya penggunaan hak angket oleh partai koalisi pengusung paslon 01 dan 03 sebagai langkah konstitusional untuk memastikan pemilu yang jujur dan adil.

Hidayat mengingatkan hak angket adalah mekanisme yang secara eksplisit diberikan oleh konstitusi untuk melakukan pengawasan dan penyelidikan dalam masalah yang dianggap penting dan krusial oleh anggota legislatif.

Dia menilai ketika berbicara tentang kejujuran dan keadilan dalam pemilu, tidak bisa dipungkiri bahwa ini adalah pondasi yang tidak hanya menentukan arah kebijakan publik.

Baca juga: Megawati Diprediksi Tarik Kadernya dari Kabinet, Pengamat: Pukulan Moral untuk Jokowi

Tetapi juga kepercayaan masyarakat terhadap sistem politik.

"Hak angket, dalam konteks ini, menjadi alat vital yang memungkinkan para politisi dan partai politik untuk secara aktif mengambil bagian dalam menjaga integritas proses demokrasi.

Pertanyaannya, apakah partai politik dan elit-elit politisi bersedia untuk menggunakan alat konstitusional ini?," jelas Hidayat, Rabu (21/2/2024).

Menurutnya, dukungan publik terhadap usulan hak angket ini sangatlah tepat waktu.

Dalam kenyataannya, sudah beredar cukup banyak bukti dan dugaan yang menunjukkan adanya ketidakadilan dalam proses pemilihan umum yang terjadi.

Seperti mobilisasi struktur pemerintahan, timing yang mencurigakan dalam pemberian bantuan sosial, dan penggerakan aparatur desa serta keamanan, menimbulkan kecurigaan tentang adanya upaya terstruktur, sistematis, dan masif untuk mempengaruhi hasil pemilu.

Namun, dalam menghadapi dugaan-dugaan tersebut, Hidayat menekankan pentingnya pembuktian yang ilmiah, rasional, dan didukung oleh bukti-bukti akurat.

"Bukan hanya tentang menuding tanpa dasar, melainkan memastikan bahwa setiap tindakan yang diambil untuk menyelidiki atau menanggapi isu-isu tersebut berdasarkan pada fakta dan analisis yang objektif," jelasnya.

Baca juga: AHY Dilantik Jadi Menteri, Pengamat: Sudah Lama Diincar Jokowi, tapi Ditolak Megawati

Pendekatan ini esensial dalam menjaga integritas proses demokrasi dan memastikan bahwa setiap langkah yang diambil benar-benar bertujuan untuk melindungi nilai-nilai keadilan dan kejujuran dalam Pemilu.

Pendekatan yang diusulkan Hidayat ini, mencerminkan kesadaran akan betapa pentingnya mekanisme kontrol dan keseimbangan dalam sistem demokrasi.

Hak angket, sebagai salah satu mekanisme tersebut, harus dilihat tidak hanya sebagai alat politik, tapi sebagai instrumen konstitusional yang memiliki peran penting dalam memastikan bahwa setiap proses politik, termasuk Pemilu, dijalankan dengan cara yang adil, transparan, dan dapat dipertanggungjawabkan.

Secara keseluruhan, Hidayat menggarisbawahi, perlunya sikap proaktif dari partai politik dan elit politik dalam menggunakan hak konstitusional untuk mengawal demokrasi.

"Dalam konteks yang lebih luas, ini merupakan bagian dari upaya menyelamatkan dan memperkuat demokrasi Indonesia, di mana keadilan, kejujuran, dan transparansi menjadi pilar utama yang harus terus dijaga dan diperjuangkan," tutup dia.

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved