Pemilu 2024

Seruan Said Didu dan 100 Tokoh Nasional Jadi Bahan Candaan Fahri Hamzah: 100 Orang Gak Sampai 1 TPS

100 tokoh nasional yang menolak kecurangan Pemilu 2024 Justru Jadi Bahan Bercanda Fahri Hamzah. Menurutnya 100 Orang Suara Tidak Sampai Satu TPS

|
Editor: Dwi Rizki
TRIBUNNEWS/DANY PERMANA
Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah berbincang dengan Tribunnews di ruang kerjanya di Gedung Parlemen Senayan, Jakarta, Jumat (28/9/2019). 

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Seruan 100 tokoh nasional yang menolak kecurangan Pemilu 2024 kembali disampaikan Said Didu lewat status twitternya @msaid_didu pada Rabu (21/2/2024).

Dalam statusnya, Said Didu memaparkan lima poin deklarasi yang dipimpin oleh mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Din Syamsuddin di sebuah hotel kawasan Jakarta Pusat pada Rabu (21/2/2024).

Para tokoh menegaskan telah terjadi kecurangan dalam Pilpres 2024 dan menolak hasil Pilpres 2024.

Selanjutnya, mereka mendorong pemberian sanksi hukum dan etik kepada para pelanggar Pemilu. 

Selanjutnya, para tokoh menyatakan dukungan kepada DPR RI untuk segera menggunakan hak angket atas dugaan kecurangan Pemilu 2024.

Terakhir, mereka menolak penyelesaian sengketa Pemilu 2024, termasuk Pilpres 2024 melalui Mahkamah Konstitusi (MK).

"Seruan dan sikap 100 Tokoh: 1) Pilpres 2024 terjadi kecurangan Terstruktur, Sistimatis, dan Massif. 2) menolak hasil Pilpres 2024. 3) beri sanksi hukum dan etik kpd pelanggar. 4) mendukung DPR melakukan hak angket. 5) menolak penyelesaian kecurangan Pilpres melalui MK," tulis mantan Sekretaris BUMN itu.

Postingan Said Didu, termasuk seruan 100 tokoh itu pun disambut ramai masyarakat.

Mereka yang mendukung Capres-Cawapres nomor urut 1, Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar maupun Capres-Cawapres nomor urut 3, Ganjar Pranowo dan Mahfud MD menyatakan sepakat atas seruan tersebut.'

Namun berbeda dengan para pendukung Capres-Cawapres nomor urut 2, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka.

Mereka menjadikan seruan 100 tokoh nasional itu sebagai bahan lelucon.

Satu di antaranya adalah Fahri Hamzah.

Mantan Wakil Ketua DPR RI itu justru menjadikan seruan 100 tokoh sebagai bahan candaan.

Menurutnya, suara dari 100 orang tokoh itu tidak lebih suara di satu Tempat Pemungutan Suara (TPS).

Soal penggelembungan suara untuk pasangan Prabowo-Gibran yang dituding para tokoh pun tidak terjadi.

Fakta yang terjadi, adanya penggelembungan suara di lokasi para tokoh melakukan deklarasi. 

"Boleh becanda bang, 1. Jumlah 100 orang itu gak sampai 1 TPS. 2. Terjadi penggelembungan suara di TPS abang…nampak di gambar. 3. Apa lagi…" tulis Fahri Hamzah.

Postingan Fahri Hamzah pun disambut ramai masyarakat.

Pro dan kontra pun mengisi kolom komentar statusnya.

100 Tokoh Tolak Pemilu Curang

Sebanyak 100 tokoh menyatakan penolakan terhadap hasil Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 karena dinilai curang secara terstruktur, sistematis dan masif (TSM).

Pembacaan sikap penolakan dipimpin oleh mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Din Syamsuddin di sebuah hotel kawasan Jakarta Pusat pada Rabu (21/2/2024).

"Kami dengan penuh kesadaran dan keyakinan menolak hasil pemungutan dan perhitungan suara pilpres yang sedang berlangsung dan kelanjutannya," kata Din saat membacakan pernyataan sikap.

Para tokoh juga menilai pelaksanaan Pilpres 2024 berlangsung menyimpang jika dilihat dari ketentuan hukum dan perundang-undangan yang berlaku.

"Serta (menyimpang dari) etika politik berdasarkan agama dan budaya bangsa, khususnya prinsip kejujuran dan keadilan," terang Din.

Mereka meyakini sikap tersebut karena mencermati dinamika penyelenggaraan Pilpres 2024.

Din menyebut, dugaan kecurangan ini terjadi sejak tahapan hingga penayangan hasil hitung cepat atau quick count serta real count Komisi Pemilihan Umum (KPU).

"Pilpres 2024 mengalami kecurangan terstruktur, sistematis, dan masif. Hal demikian ditandai adanya Daftar Pemilih Tetap (DPT) Bermasalah melibatkan sekitar 54 juta pemilih, seperti yang diajukan oleh pihak tertentu ke KPU, yang tidak diselesaikan dengan baik," tutur dia.

Para tokoh ini juga berpandangan bahwa Pemilu 2024 telah terjadi dengan berbagai bentuk intimidasi, tekanan, bahkan ancaman terhadap masyarakat.

Mereka juga menyinggung pengerahan aparat pemerintahan untuk mendukung pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 2, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.

Selain itu, tokoh-tokoh itu turut menyoroti keberpihakan Presiden Joko Widodo hingga pemberian bantuan sosial (bansos) yang dilancarkan jelang pemungutan suara.

Mereka juga mempersoalkan indikasi penggelembungan suara di sejumlah Tempat Pemungutan Suara (TPS) untuk pasangan Prabowo-Gibran.

Terakhir, para tokoh juga menyinggung soal rekayasa dari data Informasi dan Teknologi (IT) milik KPU.

"Berdasarkan keterangan para ahli, adanya indikasi rekayasa kecurangan melalui IT KPU yang servernya berada di luar negeri, dan dirancang (by design) menguntungkan paslon 02," ujar Din.

Din Syamsuddin menilai Pilpres 2024 dinodai kecurangan yang terstruktur, sistematis, dan masif (TSM). 

Dalam kesempatan tersebut, Din juga menyampaikan para tokoh mendukung DPR RI menggunakan hak angket terhadap Pemilu 2024.

"Mendukung usulan berbagai pihak agar DPR-RI menggunakan hak angket (penyelidikan) terhadap Penyelenggaraan Pemilu/Pilpres 2024 agar proses pengusutan kecurangan bersifat komprehensif, baik hukum maupun politik," kata Din Syamsuddin.

Mantan ketua umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) itu menyampaikan, hak angket bertujuan untuk menegakkan demokrasi hukum.

Din pun menyatakan bahwa 100 tokoh menyerukan penghukuman bagi pelaku pelanggaran Pemilu, termasuk pemakzulan Presiden RI Joko Widodo jika terbukti bersalah.

"Dari hasil penggunaan hak angket tadi, kami mendukung setiap penegakan konsekuensi hukum atas para pelaku pelanggaran termasuk jika berakibat pada pemakzulan Presiden," kata Din.

Mewakili ke-100 tokoh, Din menyampaikan tujuh poin indikasi kecurangan sebagai berikut.

  • Adanya daftar pemilih tetap/DPT bermasalah melibatkan sekitar 54 juta pemilih (seperti yang diajukan oleh pihak tertentu ke KPU) yang tidak diselesaikan dengan baik.
  • 100 tokoh menilai terjadi berbagai bentuk intimidasi, tekanan bahkan ancaman terhadap rakyat, dan pengerahan aparat pemerintahan untuk mendukung pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 2 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
  • Pemberian bantuan sosial (bansos) menjelang hari pencoblosan oleh Presiden Jokowi yang dinilai mengarahkan pemilih untuk mendukung Prabowo-Gibran.
  • Presiden dan jajarannya dinilai berpihak mendukung partai tertentu dan/atau paslon nomor urut 2.
  • Pencoblosan dini untuk Paslon 2 di beberapa tempat, di dalam maupun di luar negeri (diberitakan luas di media massa).
  • 100 tokoh menilai ada penggelembungan perolehan suara untuk kemenangan paslon nomor urut 2 sehingga perolehan suaranya melebihi jumlah pemilih di banyak Tempat Pemungutan Suara (TPS).
  • 100 tokoh juga mempersoalkan sistem server KPU dalam memproses penghitungan suara Pilpres 2024.

Pernyataan bersama ini ditandatangani oleh 135 tokoh, termasuk eks Menteri Agama Fachrur Razi, eks Danjen Kopassus Soenarko, dan Roy Suryo.

Usulan Hak Angket

Usulan hak angket DPR sebelumnya dikemukakan oleh capres nomor urut 3, Ganjar Pranowo.

Mantan Gubernur Jawa Tengah ini bahkan telah meminta dua partai pengusungnya di DPR RI, yakni PDI Perjuangan (PDI-P) dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) untuk menggunakan hak angket.

Ganjar pun menyebut penggunaan hak angket ini mesti didukung parpol pengusung Anies-Muhaimin agar menjadi suara mayoritas parlemen.

”Jika DPR tak siap dengan hak angket, saya mendorong penggunaan hak interpelasi DPR untuk mengkritisi kecurangan pada Pilpres 2024,” kata Ganjar melalui keterangan tertulis, Senin (19/2).

”Kalau ketelanjangan dugaan kecurangan didiamkan, maka fungsi kontrol enggak ada. Yang begini ini mesti diselidiki, dibikin pansus, minimum DPR sidang, panggil, uji petik lapangan,” lanjut eks gubernur Jawa Tengah tersebut.

Usulan Ganjar ternyata disambut baik oleh capres nomor urut 1 Anies Baswedan.

Mantan Gubernur DKI Jakarta ini mengeklaim barisan Koalisi Perubahan siap mendukung usulan tersebut.

"Kami ketemu dan membahas langkah-langkah dan kami solid karena itu saya sampaikan, ketika insiatif hak angket itu dilakukan maka tiga partai ini siap ikut," ujarnya saat ditemui di Kantor THN Anies-Muhaimin Mampang Prapatan, Jakarta Selatan, Selasa (20/2/2024).

Jawaban Jokowi Soal Hak Angket

Presiden Joko Widodo disebut tidak tinggal diam atas mencuatnya wacana hak angket tersebut.

Pertemuannya dengan Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh dan bergabungnya Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) masuk dalam koalisi pemerintahan dinilai bagian dari jurus Jokowi menangkis wacana hak angket di DPR RI.

Jokowi menyatakan usulan hak angket yang digagas Ganjar merupakan hak demokrasi, sehingga dirinya tak mempermasalahkan wacana tersebut.

"Ya itu hak demokrasi, enggak apa-apa kan?" ujar Jokowi dikutip dari Kompas.com.

Saat ditanya lebih lanjut bagaimana tanggapannya apabila nanti hak angket menggagalkan kemenangan Prabowo-Gibran, Jokowi tidak memberikan jawaban.

Direktur Eksekutif Poltracking Indonesia Hanta Yuda menilai Jokowi saat ini tengah berupaya menangkis wacana hak angket dengan memperkuat kaki politiknya di parlemen.

Upaya tersebut terlihat ketika Jokowi menggelar pertemuan dengan Surya Paloh pada Minggu (18/2/2024) malam.

Pertemuan ini dianggap sebagai cara Jokowi merangkul Surya Paloh guna memecah kekuatan Koalisi Perubahan di parlemen.

Surya Paloh dengan Nasdem-nya merupakan pengusung utama Anies di Koalisi Perubahan.

Begitu juga dengan pengangkatan AHY menjadi Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN).

Diketahui, sudah sembilan tahun lamanya Partai Demokrat mengambil jalan oposisi.

Selain itu, pengangkatan AHY dianggap erat kaitannya dengan politik akomodatif yang dilakukan Jokowi guna mengantisipasi wacana hak angket.

"Ada dua puzzle, Pak Surya Paloh dan Mas AHY. Itu dalam rangka membendung kekuatan itu," kata Hanta dikutip dari Kompas TV, Rabu (21/2/2024).

Namun, Hanta menyebut masuknya Demokrat ke dalam koalisi pemerintah tak serta-merta membuat posisi Jokowi di parlemen aman.

Sebab, kekuatan partai politik barisan Jokowi di parlemen saat ini tinggal menyisakan Partai Gerindra, Partai Golkar, Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Demokrat.

Total kursi dari keempat partai ini yakni 261 dari 575 total kursi di parlemen.

Sementara Partai Nasdem, PKB, PDI-P, dan PPP yang selama ini berada di koalisi pemerintah masing-masing telah tersebar di kubu "01" dan "03", ditambah PKS yang berada di kubu "01".

Menurut Hanta, kondisi ini cukup membahayakan Jokowi apabila hak angket benar-benar terwujud.

"Sekarang ini hanya 261 (kursi) dari 575 (total kursi). Artinya hanya 45 persen dari 575. Kalau ada wacana hak angket masih berbahaya posisinya. Kalau (kekuatan) partai-partai di 01 dan 03 terkonsolidasi, hak angket itu mungkin sangat terjadi," ujarnya.

Baca Berita WARTAKOTALIVE.COM lainnya di Google News

Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved