Pemilu 2024

Kader Partai Demokrat DKI Jakarta Mulai Move On Setelah Ditinggalkan Anies Baswedan

Keretakan hubungan Partai Demokrat dengan Anies Baswedan membuat kader di DPRD DKI Jakarta memisahkan diri

|
dok. DPRD DKI Jakarta
Ketua Komisi A DPRD Provinsi DKI Jakarta Mujiyono sekaligus Ketua DPD Partai Demokrat 

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA -  Hubungan Partai Demokrat dengan calon presiden RI nomor urut satu Anies Baswedan, retak.

Pemicunya partai Nasdem yang mengusung Anies di pilpres 2024, meminang ketua umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Abul Muhaimin Iskandar alias Gus Imin sebagai pendamping.

Partai berlambang bintang mercy ini kecewa dengan keputusan tersebut.

Pasalnya para kader menginginkan Anies berduet dengan ketua umum Partai Demokrat (PD) Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).

Apalagi Anies telah membuat tulisan tangan untuk AHY soal ajakannya menjadi calon wakil presiden (cawapres).

Demokrat kemudian berpaling dengan mendukung pasangan capres-cawapres Parbowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka setelah "ditinggal" Anies.

Memanasnya hubungan ini berimplikasi terhadap arah Partai Demokrat di berbagai daerah termasuk DKI Jakarta.

Hubungan Anies dengan PD di Jakarta begitu dekat karena pernah bermitra saat menjadi Gubernur DKI Jakarta periode 2017-2022 lalu.

Ketua DPD PD DKI Jakarta Mujiyono tak menampik gelombang yang dihadapi pihaknya pascaAnies memilih Gus Imin sebagai pendampingnya tidaklah kecil.

Apa efeknya dan bagaimana Mujiyono mengatasinya?

Berikut wawancara eksklusif Warta Kota  dengan Mujiyono bersama manajer peliputan Warta Kota Eko Priyono yang berlangsung Studio Tribun Network, Tanah Abang, Jakarta Pusat, belum lama ini.

Apa upaya PD DKI Jakarta untuk memenangkan pasangan Prabowo-Gibran di Jakarta karena kita tahu suara Anies di Jakarta cukup besar?

Saya cerita sedikit sejak Pak Anies meninggalkan Demokrat. Saya menjadi sahabat Pak Anies karena sudah bermitra lima tahun sebagai anggota DPRD, dan beliau sebagai gubernur DKI Jakarta.

Tentunya ini bukan suatu hal mudah untuk move on. Saya perlu sampaikan survei di internal yang kami lakukan waktu bersama Pak Anies itu 16,7 persen.

Angka itu ekuivalen dengan jumlah 17 kursi dari 106 kursi, itu waktu awal-awal. Jadi lumayan lah kami kaget dengan kondisi yang ada.

Kemudian dari sisi pencalegan, banyak orang yang kemudian nyaleg dari Demokrat itu karena memang PD mendukung Pak Anies.

Di setiap dapil (daerah pemilihan) rata-rata overload. Saya sebut dapil delapan tempat tinggalnya Pak Anies. Dari kebutuhan 12 caleg yang mendaftar 37 orang, jadi seleksinya lumayan ketat termasuk di dapil tujuh di Jakarta Selatan.

Begitu kejadian Pak Anies pergi dari PD, kami di DPD DKI Jakarta banyak banget yang kemudian kendur semangat.

Bahkan ada satu-dua orang mengundurkan diri, mereka bilang, "Karena Demokrat sudah tidak dengan Pak Anies, kami mundur sebagai caleg Demokrat".

Lalu apa yang saya lakukan? Saya berkonsolidasi di setiap daerah, saya kumpulkan mereka di setiap dapil, yang kendur semangatnya dipacu lagi.

Baca juga: Aries Isnan Rido Sebut Partai Demokrat Sedang Posisi Ganteng-gantengnya

Saya sampaikan kepada mereka, "Sudah, sekarang kalian ini adalah kader Demokrat, sebagai kader tentu harus ada kepatuhan terhadap kebijakan yang sudah diputuskan pimpinan partai".

Dengan segala upaya, untuk membesarkan hati mereka, akhirnya mereka tidak jadi keluar partai.

Sekarang kondisinya tinggal sedikit yang tidak move on termasuk di tingkat kader, dan pernah viral kader kami yang dari Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan.

Bikin video bilang bahwa, "Kami tetap memilih paslon nomor satu (Anies Baswedan)". Itu adalah pengurus PAC Jagakarsa.

Mereka sudah kami panggil, kami sudah bicara dari hati ke hati dan mereka menyadari bahwa langkah mereka adalah salah.

Sebagai kader partai mereka harus patuh dan ini yang kemudian menjadi penguat atau perekat di antara kami.

Jadi, sekali lagi kami ini bukan meninggalkan Pak Anies tapi kami ditinggalkan Pak Anies, ini yang mesti ditekankan kepada teman-teman.

Bagaimana kondisi teman-teman kader Demokrat saat ini?

Sekarang posisinya bangkit kembali. Mereka bilang, "Saya kader Demokrat dan saya harus membesarkan Demokrat".

Jadi saya tidak pernah gentar dengan hasil survei. Apabila hasilnya baik saya maknai dengan baik. Apabila hasilnya kurang baik, saya memaknai sebagai pemacu semangat. Kalau kondisi surveinya seperti itu (Demokrat menurun), kita buktikan nanti.

Saya masih berkeyakinan kami akan terjadi penambahan kursi setidaknya di empat dapil tambahan. Di mana itu?

Dapil empat, lima, delapan dan 10. Ini seluruh lembaga survei yang internal melakukan survei dapil. Kayak dapil delapan itu InsyaAllah kami dapat dua kursi, dapil 10 dua, delapan dua, kemudian dapil empat juga sama.

Baca juga: Partai Demokrat Kembali Usung Khofifah-Emil Dardak Maju di Pilgub Jawa Timur 2024

Apa yang Demokrat andalkan saat pileg 2024 mendatang?

Manajemen yang baik mampu mengalahkan popularitas. Kami punya strategi yang sudah dirancang dari jauh-jauh hari termasuk pencalegan.

Kami juga menerapkan strategi yang salah satunya adalah GTPRW (Gugus Tugas Pemenangan di Tingkat RW). Jadi di setiap RW ini, kami harus penuh kekuatannya minimal ada tujuh kader per RT atau tujuh kader per KTA di setiap TPS.

Ini memang hal yang melelahkan untuk mendapatkannya, jadi kalau Anda bertanya kepada saya soal target, bahwa targetnya itu sudah by name by NIK.

Termasuk kami punya aplikasi Demokrat Jakarta Mobile System, jadi potential voter by name by NIK. Bisa diunduh secara gratis melalui aplikasi Play Store.

Bagaimana Anda menyiasati rencana para DPT untuk mengganti pilihannya dari Demokrat ke partai lain?

Kami itu kerjanya sudah cukup panjang, sudah rigid dari awal. Kami yang petahana sudah kasih tahu kepada caleg baru.

Bahkan untuk menghadapi orang pun kami kasih tahu, kira-kira orang ini tukang bohong atau potensi miss, jadi kami ajari itu, karena kami bagian orang yang dibohongi oleh oknum masyarakat.

Misalkan ada satu kegiatan, mereka mengajukan proposal untuk pembiayaan. Bisa jadi proposalnya dalam satu dapil, ada yang ke saya, dan ada yang ke caleg nomor sekian dan sekian.

Jadi kalau kegiatannya mau di-handle sama salah satu caleg, yah yang lain jangan diminta. Karena kami pernah di dalam satu kegiatan, yang diundang caleg A, caleg B.

Ini malah kayak jadi jualan, jadi kami tidak mau seperti itu, kami tidak mau jadi korban penipuan konstituen. Angka ini memang rigid, dan lelah tapi nanti pada saat keperluan event politik itu akan sangat terpakai.

Saya punya data, satu TPS misalnya tujuh orang buat pileg, kan setelah itu pilkada.

Begitu pilkada, kan tujuh orang itu masih ada semua, paling yang meninggal dunia misalnya ada 1-2 orang, dan ini akan menjadi kekuatan lagi.

Jadi tinggal disuntik saja logistiknya, bisa buat menangin pilkada. (faf-bersambung)

Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved