Viral Media Sosial
Viral Kesaksian Agus Rahardjo Dibentak Jokowi Setop Kasus Setnov, Denny Ungkap Sosok yang Berbohong
Viral Kesaksian Agus Rahardjo Dibentak Jokowi Setop Kasus Setnov, Denny Indrayana Ungkap Sosok yang Berbohong Merujuk Rekam jejak Digital
WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Pakar Hukum Tata negara, Prof Denny Indrayana menyoroti kesaksian Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2015-2019, Agus Rahardjo.
Dalam kesaksiannya kepada Rosi Silalahi di KompasTV pada Kamis (30/11/2023) malam, Agus mengungkapkan Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo (Jokowi) marah besar.
Jokowi bahkan membentaknya dan meminta KPK segera menghentikan kasus korupsi megaproyek E-KTP yang menjerat mantan Ketua DPR RI Setya Novanto (Setnov).
Alasan Jokowi meminta KPK menghentikan kasus tersebut karena Setnov menjabat sebagai Ketua DPR RI sekaligus Ketua Umum Partai Golkar, yang menjadi mitra koalisi pemerintah.
Kesaksian Agus Rahardjo pun mengejutkan publik.
Beragam tanggapan disampaikan masyarakat, terlebih soal kesaksian Agus Rahardjo yang menolak permintaan Jokowi ketika itu.
Kasus korupsi yang menjerat Setnov pun terus didalami KPK.
Namun, pasca penolakan tersebut, DPR RI dan pemerintah langsung kompak merevisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi pada 2019.
Melalui revisi tersebut, KPK yang semula independen diubah menjadi di bawah kendali Presiden.
Denny Indrayana menilai ada dua kemungkinan dalam fenomena tersebut, yakni Agus Rahardjo yang berbohong atau sebaliknya, Jokowi yang berbohong.
Namun apabila melihat rekam jejak digital, dirinya meyakini Jokowi yang melakukan kebohongan.
"Presiden Jokowi berbohong? Atau Agus Rahardjo yang berbohong? Melihat rekam jejak, saya lebih yakin dengan Agus Rahardjo," tulis Denny Indrayana lewat status twitternya @dennyindrayana pada Selasa (5/12/2023).
Keyakinannya beralasan, sebab Jokowi dinilainya terlalu sering berdusta dan bermain kata-kata.
Jokowi yang semula berjanji akan menguatkan KPK, ternyata melemahkan KPK.
Tak hanya itu, Jokowi yang semula berjanji tak akan cawe-cawe pilpres untuk kepentingan bangsa, ternyata memaksakan Gibran Rakabuming Raka maju Pilpres lewat Putusan mantan Ketua MK Anwar Usman.
"Jokowi menyatakan tidak ada pertemuan dengan Agus dalam catatan agenda acara. Cara ngeles itu saja sudah sangat meragukan, memalukan. Apalagi, Pratikno hanya mengatakan: lupa. Harusnya Beliau lebih jujur, melawan lupa," ungkap Denny Indrayana.
"Sejak lama Presiden Jokowi memang wajib dimakzulkan, supaya tidak terlalu banyak drama Korea, yang merusak moralitas konstitusi bangsa Indonesia! Beranikah DPR memulai hak bertanya atau penyelidikan terhadap Jo-Kawe?" tanyanya.
Pernyataan Denny Indrayana disambut ramai masyarakat.
Sebagian besar mendukungnya soal desakan kepada DPR RI untuk memulai hak bertanya atau penyelidikan terhadap Jokowi terkait kesaksian Agus Rahardjo tersebut.
Jokowi Tanggapi Pernyataan Agus Rahardjo: Untuk Apa Diramaikan Itu? Untuk kepentingan apa?
Dikutip dari Kompas.id, Presiden Joko Widodo mempertanyakan kepentingan di balik diungkitnya kembali perkara korupsi proyek kartu tanda penduduk elektronik atau KTP-el yang melibatkan bekas Ketua DPR Setya Novanto.
Novanto sudah diproses hukum dalam perkara ini.
”Pak Setya Novanto juga sudah dihukum, divonis, dihukum berat, 15 tahun. Terus untuk apa diramaikan itu? Kepentingan apa diramaikan itu? Untuk kepentingan apa?” tanya Presiden saat menjawab pertanyaan awak media di halaman Istana Merdeka, Gambir, Jakarta Pusat pada Senin (4/12/2023).
Pernyataan tersebut merujuk kesaksian Agus Rahardjo dalam acara Rosi di KompasTV pada Kamis (30/11/2023) malam.
Dalam kesempatan tersebut, dirinya pernah dipanggil ke Istana dan saat itu Presiden Jokowi memintanya menghentikan penyidikan terhadap Novanto.
Kala itu, menurut Agus, Presiden didampingi Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno.
Namun, Agus menolak permintaan itu karena surat perintah penyidikan sudah diterbitkan dan tidak bisa dicabut.
Terkait dengan hal itu, Presiden mempersilakan untuk mengecek ada atau tidaknya pertemuan dengan Agus tersebut. Presiden menyebut tak ada agenda pertemuan dengan Agus.
”Saya suruh cek, saya sehari itu berapa puluh pertemuan. Saya suruh cek di Setneg (Sekretariat Negara). Enggak ada. Agenda yang di Setneg, enggak ada. Tolong dicek, dicek lagi aja,” kata Presiden.
Presiden juga mengatakan, ”Pertama, coba dilihat. Dilihat di berita-berita tahun 2017 di bulan November. Saya sampaikan saat itu, Pak Novanto, Pak Setya Novanto, ikuti proses hukum yang ada. Jelas. Berita itu ada semuanya.”
Saat ini, Novanto sudah menjalani proses hukum sejak ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi proyek pengadaan KTP-el pada 2017.
Bekas Ketua Umum Partai Golkar itu divonis 15 tahun penjara karena dinilai terbukti korupsi oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, 14 April 2018.
Majelis hakim pun mencabut hak politik Novanto hingga lima tahun setelah menjalani masa pidana.
Sebelumnya, Pratikno mengaku tak ingat pertemuan Presiden dan Agus.
Adapun Koordinator Staf Khusus Presiden Anak Agung Gde Ngurah Ari Dwipayana membantah pertemuan tersebut.
Terkait dengan munculnya kemungkinan DPR menggunakan hak interpelasi atau meminta keterangan dari pemerintah atas dugaan intervensi Presiden, seperti disebut Agus, Presiden tak mau menanggapinya.
”Enggak mau menanggapi,” ujar Presiden singkat.
Saut Situmorang Desak DPR Usut Tuntas Dugaan Intervensi Presiden Terkait Kasus Korupsi Setnov
Saut Situmorang, unsur pimpinan KPK 2015-2019, yang menerima cerita dari Agus ihwal pertemuannya dengan Presiden mendesak agar dugaan intervensi Presiden itu diusut.
Jika tidak diselesaikan, persoalan ini akan berdampak pada persepsi publik terhadap pemberantasan korupsi di Indonesia yang terus menurun.
”Jangan dibuat selesai begitu saja karena ini peristiwa penting. Negeri ini terpuruk karena korupsi. (Persoalan ini) Harus diselesaikan sampai tuntas,” kata Saut.
Menurut Saut, DPR bisa menelusuri ada tidaknya pertemuan itu dengan mendalami catatan, jejak digital, atau memanggil saksi yang terkait dengan persoalan ini, seperti sopir Agus.
Ia mengatakan, presiden memiliki hak memberikan amnesti, abolisi, atau grasi.
Namun, hak presiden itu diberikan setelah proses hukum dan bukan ikut campur melakukan intervensi saat proses peradilan.
Terkait dengan waktu Agus menceritakan persoalan dugaan intervensi ini, menurut Saut, tidak perlu dipermasalahkan, apalagi dikaitkan dengan isu politik.
Sebab, Agus memiliki hak untuk menceritakan sejarah hidupnya kapan saja.
Saut menegaskan, Agus menceritakan persoalan itu dalam acara Rosi di Kompas TV karena ditanya tentang situasi pemberantasan korupsi di Indonesia.
Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada, Zaenur Rohman, pun mendesak agar dugaan intervensi Presiden diusut.
Ia menilai wajar jika pihak Istana membantah pertemuan Presiden dengan Agus Rahardjo.
”Untuk memverifikasi pernyataan Agus Rahardjo perlu hak interpelasi DPR,” kata Zaenur.
Melalui penggunaan hak interpelasi, lanjut Zaenur, publik menjadi tahu siapa yang benar.
Jika memang benar dugaan intervensi itu ada, DPR bisa mengambil langkah agar penegakan hukum ke depan, terutama dalam pemberantasan korupsi, tak lagi diintervensi.
Meski demikian, ia pesimistis DPR akan menggunakan hak itu.
Sebab, DPR dan pemerintah sama-sama merevisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi pada 2019.
Melalui revisi itu, KPK yang semula independen diubah menjadi di bawah Presiden.
Masih dari diskusi di Rosi, Agus sempat mengaitkan keengganannya mengikuti perintah Presiden untuk menghentikan penyidikan Novanto dengan revisi UU KPK.
Dibentak Jokowi Agar Setop Kasus E-KTP Setya Novanto, Agus Rahardjo Sempat Akan Mengundurkan Diri
Mantan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan buka suara soal pernyataan Agus Rahardjo baru-baru ini.
Agus Rahardjo yang merupakan mantan Ketua KPK sebelumnya mengatakan bahwa Presiden Jokowi sempat marah dan meminta KPK menghentikan kasus korupsi megaproyek E-KTP yang menjerat mantan Ketua DPR RI Setya Novanto (Setnov).
Novel Baswedan menuturkan, kala itu Agus Rahardjo sempat ingin mundur sebagai Ketua KPK sewaktu KPK menangani kasus tersebut.
"Iya, saya memang pernah dengar cerita itu. Saya saat itu ada di Singapura, sedang berobat," kata dia, kepada wartawan, Jumat (1/12/2023).
"Dan seingat saya malah Pak Agus sempat mau mengundurkan diri itu. Jadi untuk bertahan dalam komitmen untuk perkara SN tetap dijalankan," lanjutnya.
Novel mengetahui cerita itu dari pegawai lembaga antirasuah lainnya.
"Iya, ceritanya, tentunya saya tidak langsung, ya. Jadi cerita itu saya dengar-dengar dari pegawai KPK lain yang bercerita. Jadi mestinya yang lebih tahu, pegawai yang ada di KPK,"
Ia juga tak menampik KPK kerap mendapat tekanan saat menangani kasus korupsi besar.
"Biasanya kalau ada tekanan itu ke pimpinan. Kalau ke penyidikan kan tentunya enggak langsung ya. Karena penyidik tentunya bekerja ya sesuai dengan porsinya saja," ucap Novel.
Sebelumnya, berdasarkan cerita Agus Rahardjo, Jokowi mengintervensi kasus korupsi megaproyek KTP Elektronik (E-KTP).
Karena pada saat itu melibatkan politisi besar, Setya Novanto (Setnov), yang sedang menjabat Ketua DPR sekaligus Ketua Umum Partai Golkar, yang menjadi mitra koalisi pemerintah.
Hal ini kata Agus Rahardjo, membuat Jokowi berang, karena KPK dianggap terlalu berani.
Agus mengatakan kala itu dirinya sempat dipanggil untuk menghadap Jokowi.
Namun yang membuatnya heran ia dipanggil sendiri tanpa empat komisioner KPK lainnya.
"Saya terus terang pada waktu kasus E-KTP saya dipanggil sendirian oleh Presiden. Saya heran biasanya memanggil berlima, ini kok sendirian. Dan dipanggilnya juga bukan lewat ruang wartawan," kata Agus dalam program Rosi, Kompas TV, Kamis (30/11/2023) malam.
"Di sana begitu saya masuk, presiden sudah marah. Karena baru saya masuk, beliau sudah teriak 'Hentikan'," sambungnya.
Ketua KPK periode 2015-2019 itu mengaku awalnya merasa bingung maksud kata 'hentikan' yang diucap Jokowi.
Namun akhirnya ia pun mengerti bahwa maksud dari Jokowi adalah agar dirinya dapat menghentikan kasus E-KTP yang menjerat mantan Ketua DPR RI Setya Novanto (Setnov).
"Saya heran yang dihentikan apanya," ujarnya.
Baca juga: Eks Ketua KPK Agus Rahardjo Cerita, Jokowi Marah Besar Setnov Diganggu: Saya Abaikan, Jalan Terus!
"Setelah saya duduk, ternyata saya baru tahu kalau yang suruh hentikan itu adalah kasus Setnov, Ketua DPR pada waktu itu, mempunyai kasus E-KTP," tegasnya.
Namun, ia pun mengaku tak menuruti perintah Jokowi untuk menghentikan pengusutan kasus tersebut, mengingat Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) telah diterbitkan.
"Saya bicara apa adanya saja bahwa sprindik sudah saya keluarkan tiga minggu yang lalu, saat itu di KPK tidak ada SP3, tidak mungkin saya memberhentikan itu," jelasnya.
"Karena tugas di KPK seperti itu, makanya kemudian tidak saya perhatikan, saya jalan terus," ucap Agus.
Seperti diketahui Kasus E-KTP ini berawal saat Kemendagri di tahun 2009 merencanakan mengajukan anggaran untuk penyelesaian Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAP), salah satu komponennya adalah Nomor Induk Kependudukan (NIK).
Pemerintah pun menargetkan pembuatan e-KTP bisa selesai di tahun 2013.
Proyek e-KTP sendiri merupakan program nasional dalam rangka memperbaiki sistem data kependudukan di Indonesia.
Lelang e-KTP dimulai sejak tahun 2011, dan banyak bermasalah karena diindikasikan banyak terjadi penggelembungan dana.
KPK kemudian mengungkap adanya kongkalingkong secara sistemik yang dilakukan oleh birokrat, wakil rakyat, pejabat BUMN, hingga pengusaha dalam proyek pengadaan e-KTP pada 2011-2012.
Akibat korupsi berjamaah ini, negara mengalami kerugian mencapai Rp 2,3 triliun.
Dalam perkara pokok kasus korupsi e-KTP, beberapa tersangka sudah diproses dan divonis bersalah.
| Gus Sahal Kritisi GP Ansor, Perusak Citra NU Itu Seperti Ketua Ansor DKI |
|
|---|
| Na Daehoon Umrah Bersama Anak Setelah Kabar Perselingkuhan Julia Prastini viral |
|
|---|
| Klarifikasi Rutan Salemba Soal Video Viral Napi Asyik Main HP dan Pakai Narkoba |
|
|---|
| Terkuak Identitas ABG yang Ditemukan Terkapar Mabuk di Terminal Jatijajar Depok |
|
|---|
| Kisah Sopir Ambulans Meninggal Setelah Selesai Antar Jenazah |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/wartakota/foto/bank/originals/Mantan-Ketua-Komisi-Pemberantasan-Korupsi-atau-KPK-Agus-Rahardjo.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.