Gagasan Perlunya Police Justice Diungkap Hakim MA Prof Haswandi, Apa Itu?
Menurut dia, permasalahan yang relevan dalam sistem peradilan di Indonesia diantaranya putusan pengadilan
WARTAKOTALVIE.COM, JAKARTA- Hakim Mahkamah Agung, Haswandi mengusulkan perlunya Police Justice dan eksekusi hubungan lembaga penegak hukum dan peradilan.
Hal ini dikemukakannya dalam pengukuhan sebagai Guru Besar atau Profesor Kehormatan Universitas Islam Sultan Agung (Unissula) Semarang, Jawa Tengah, beberapa waktu lalu
Menurut dia, permasalahan yang relevan dalam sistem peradilan di Indonesia diantaranya putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum itu seringkali mengalami kendala saat pelaksanaannya.
Bahkan, pemerintah mengakui kelemahan dalam pelaksanaan eksekusi sebagai salah satu kelemahan dalam sistem penegakan hukum perdata di Indonesia.
Ia mencontohkan, pada tahun 2020, dimana dari 2.896 permohonan eksekusi yang diajukan di Peradilan Umum itu hanya 923 yang berhasil dieksekusi. Tahun 2021, dari 3.372 permohonan itu hanya 1.376 yang berhasil dieksekusi. Tahun 2022, dari 3.926 permohonan, hanya 2109 yang berhasil dieksekusi.
“Data ini mengindikasikan bahwa pelaksanaan eksekusi masih belum mencapai tingkat optimal yang diharapkan. Kesadaran masyarakat terhadap pelaksanaan eksekusi putusan pengadilan, terutama dalam perkara perdata masih kurang,” kata Haswandi.
Baca juga: Mengukur Kekuatan Ridwan Kamil Vs Aher di Jawa Barat, Siapa yang Lebih Untungkan Capres?
Terkait masalah eksekusi ini, kata dia, Mahkamah Agung Republik Indonesia dan Peradilan yang berada dibawahnya sampai saat ini tidak memiliki petugas keamanan yang khusus. Selama ini, ia menyebut praktik kebutuhan lembaga peradilan terhadap pengamanan eksekusi, pengamanan persidangan dan sebagainya sangat tergantung kepada budi baiknya institusi kepolisian.
“Oleh karena itu, diperlukan suatu unit kepolisan yang bertugas khusus untuk kepentingan lembaga peradilan yang disebut dengan Police justice,” ungkapnya.
Haswandi mengungkapkan, kendala dalam pelaksanaan putusan pengadilan bisa berasal dari berbagai faktor, baik yang bersifat teknis yuridis maupun non-teknis. Menurutnya, proses eksekusi dilakukan secara paksa dan pihak yang kalah diwajibkan mematuhi putusan pengadilan.
“Jika pihak tersebut menolak melaksanakan putusan, pengadilan dapat meminta bantuan kepada pihak berwenang. Eksekusi pada umumnya terkait dengan putusan pengadilan yang bersifat penghukuman atau Condemnatoir, dimana putusan tersebut memuat sanksi atau penghukuman kepada pihak yang kalah di persidangan,” ujarnya.
Baca juga: Kagumi Visi Misi Anies, Anggota DPR RI Nur Azizah Tamhid Optimis Pasangan AMIN Menangi Pilpres
Menurut dia, lambatnya pelaksanaan eksekusi juga menjadi perhatian Mahkamah Agung, yang berusaha melakukan perbaikan melalui regulasi internal terkait prosedur eksekusi sebagai solusi jangka pendek. Namun, perbaikan yang lebih holistik dan komprehensif yang melibatkan Pemerintah, DPR, dan Lembaga Yudikatif juga diperlukan.
“Antara lain pembuatan peraturan perundang-undangan yang khusus tentang eksekusi, serta pembentukan unit khusus eksekusi di Mahkamah Agung yang berfungsi sebagai Central Autority pelaksanaan eksekusi,” ucapnya.
Terhadap hal ini, Praktisi Hukum, Juniver Girsang menilai gagasan Haswandi sangat tepat keberadaan police justice dalam pelaksanaan eksekusi dan lainnya. Sebab, kata dia, pelaksanaan putusan itu merupakan ending bagi masyarakat yang mencari keadilan hukum.
Baca juga: PP Perisai Kecam Provokator Dalam Aksi Damai Bela Palestina Berujung Tewas di Bitung
“Karena permasalahan di dalam pelaksanaan putusan sebagai wujud akhir masyarakat mencari keadilan, selalu menjadi hambatan dalam pelandaan eksekusi, yang membuat masyarakat pencari keadialan merasakan tidak ada kepastian hukum,” kata Juniver, Ketua Umum Peradi SAI.
Sementara Sementara Guru Besar Hukum Universitas Tarumanagara, Gunawan Widjaja mengatakan memang masalah eksekusi ini selalu menjadi kendala. Menurut dia, kendala eksekusi tidak hanya putusan perdata yang berkekuatan hukum tetap, tapi juga meliputi eksekusi putusan Tata Usaha Negara (TUN).
"Masalah eksekusi memang selalu jadi kendala. Tidak hanya putusan perdata yang berkekuatan hukum tetap, masalah sama juga meliputi hal eksekusi putusan TUN. Kalau eksekusi putusan pidana memang sudah ada kejaksaan yang bertindak," kata Gunawan.
Hanya saja, Gunawan menyarankan untuk pelaksanaan eksekusi soal keperdataan sebaiknya kolaborasi dengan instansi pemerintah terkait. "Misal, kalau tanah dengan BPN, penggusuran dengan Polisi, untuk masalah keuangan dengan BI atau OJK. Demikian juga untuk TUN misalnya dengan BAKN, atau kepegawaian," ujarnya.
Baca juga: Sesalkan Adanya Genangan di JIS Saat Piala Dunia U-17, PKS: Dulu Enggak Pernah Kayak Gitu
Disamping itu, Pakar Hukum Universitas Islam Indonesia (UII), Mudzakir mengamini, adanya kendala-kendala eksekusi putusan pengadilan. Dia mengapresiasi gagasan untuk pembentukan police justice atau polisi peradilan seperti yang disampaikan Hakim Mahkamah Agung Haswandi. Dia menyebutkan, kendala eksekusi memang nyata adanya.
Mudzakir mewanti-wanti, soal kemungkinan ketidakoptimalan eksekusi putusan itu harus juga diperhitungkan. Jangan sampai, pembentukan police justice seperti pembentukan polisi wisata, yang menurutnya tak sebegitu optimal.
“Ide untuk membentuk polisi justice, ya boleh saja. Tapi juga harus dilihat efektifitasnya, mengingat kasus pembentukan polisi wisata itu juga sampai sekarang kerjanya atau fungsinya kurang maksimum,” kata Mudzakir
Konferensi Musik Indonesia Digelar, Bahas Spotify Hingga Youtube Music |
![]() |
---|
Papua Gear Up Digelar di Cibubur, Dukung Wirausaha dan Kreativitas Generasi Muda Papua |
![]() |
---|
Transisi Net Zero Emission, Pembangkit USC Jawa 9 & 10 Resmi Beroperasi Perkuat Listrik Jawa–Bali |
![]() |
---|
Tegaskan Prinsip GCG, Direksi Jasa Raharja Bangun Sistem Berbasis Transparansi Komunikasi |
![]() |
---|
Jalan Sehat Sambil Pilah Sampah di Alfamidi Family Day Fun Walk 2025 di Empat Kota |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.