Pilpres 2024

Respons Anies Baswedan Soal Anwar Usman Diberhentikan Sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi: Tuntas

Bacapres Anies Baswedan sebut Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) objektif dalam mengambil keputusan terhadap Anwar Usman.

|
Penulis: Yolanda Putri Dewanti | Editor: PanjiBaskhara
Kolase Wartakotalive.com/Tribunnews.com/Istimewa
Bacapres Anies Baswedan sebut Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) objektif dalam mengambil keputusan terhadap Anwar Usman. Foto Kolase: Anwar Usman dan Anies Baswedan 

WARTAKOTALIVE.COM - Anwar Usman resmi diberhentikan dari jabatannya sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi (MK).

Anwar Usman disebut terbukti melakukan pelanggaran etik berat.

Bacapres Anies Baswedan buka suara soal Anwar Usman yang kini diberhentikan sebagai Ketua MK.

Eks Gubernur DKI Jakarta tersebut optimis Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) objektif dalam mengambil keputusan terhadap kakak ipar Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) itu.

Baca juga: Gantikan Anwar Usman, Sosok Saldi Isra Pegiat Antikorupsi yang Didorong Mahfud MD Jadi Hakim MK

Baca juga: Pengganti Ketua MK Harus Netral, Pengamat: Jangan Guntur Hamzah Dia Punya PDIP dan DPR RI

Baca juga: Buntut Pencopotan Ketua MK Anwar Usman, Jubir Anies Tantang Prabowo Coret Gibran

"Kami hormati putusan Majelis Kehormatan dan Majelis Kehormatan pasti melakukan proses yang objektif, transparan, mengandalkan pada data, informasi yang sahih," jelas Anies usai mengisi acara Sarasehan 100 ekonom Indonesia di Menara Mega, Mampang, Jakarta Selatan, Rabu (8/11/2023).

Anies Baswedan menyebut putusan MKMK dapat menjaga marwah MK.

MK merupakan salah satu lembaga mahkamah tertinggi di RI.

"Harapannya, putusan dari Majelis Kehormatan ini benar-benar akan menjaga kehormatan mahkamah yang sangat terhormat ini. Mahkamah Konstitusi adalah salah satu mahkamah tertinggi di republik ini", kata Anies.

Pihaknya, kata dia, menghormati putusan MKMK tersebut.

"Jadi saya ingin sampaikan barangkali ini sudah tuntas, kita hormati keputusannya dan mudah-mudahan akan bisa terus jaga marwah konstitusi," kata Anies.

Pengganti Ketua MK Harus Netral

Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) telah bacakan sidang putusan etik terhadap Anwar Usman, Selasa (7/11/2023).

Anwar Usman secara resmi dan sah dicopot dari jabatannya selaku Ketua MK karena dianggap memiliki kepentingan dalam memutus sidang batas usia Capres-Cawapres pengecualian.

Pengamat Politik, Efriza menjelaskan, setelah Anwar Usman dipecat dari jabatannya sebagai ketua maka MK harus segera mencari penggantinya.

Namun, ia meminta Ketua MK yang dipilih nantinya harus bisa bersikap netral dan tidak berpihak kepada siapapun.

"Mohon maaf ya kalau kita boleh jujur ini pertarungan antara Senayan (DPR RI) dan Eksekutif (Pemerintah). Senayan itu punya Guntur Hamzah, kalau dia yang masuk artinya MKMK ini dalam proses penyelenggaraan Pemilu semakin offside," kata Efriza kepada Warta Kota, Rabu (8/11/2023).

Menurutnya, Guntur Hamzah merupakan pintu masuk DPR RI dan juga PDI Perjuangan.

Sehingga, netralitas Guntur Hamzah di Mahkamah Konstitusi masih diragukan oleh publik.

"Jangan sampai ini 11-12 tidak di eksekutif tapi malah di legislatif kekuatannya kan, tidak di Jokowi-Prabowo, tapi di PDIP. Bambang Pacul (Bambang Wuryanto) kuat sekali itu mendorong kan," ungkapnya.

Sebelumnya, Aliansi Relawan Gibran turut mengawal putusan sidang kode etik Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) selama dua hari yaitu dari Senin (6/11/2023) dan Selasa (7/11/2023).

Aliansi yang terafiliasi dengan Haidar Alwi Institute (HAI) sempat berdialog dengan perwakilan MK pada Senin kemarin terkait putusan sidang etik hari ini.

Direktur Humas Haidar Alwi Institute, Sandri Rumanama menjelaskan, pihaknya kembali menggelar unjuk rasa di Patung Kuda, Jakarta Pusat agar keputusan yang sudah inkrah tidak dianulir.

"Kami aksi 2 hari berturut-turut, kemarin diterima oleh Perwakilan Mahkamah Konstitusi untuk berdialog dan hari ini kami turun jalan kambali mengawal putusan MKMK agar tidak dianulir soal batasan usia pencapresan," ujarnya di Jakarta Pusat, usai unjuk rasa, Selasa. 

Imparsial: Gibran Cacat Hukum dan Etika

Direktur Imparsial, Ghufron Mabruri, yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Demokratis, tak puas atas putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK), Selasa (7/11/2023).

Menurutnya, putusan MKMK yang dibacakan secara gantian oleh Jimly Asshiddiqie, Bintan Saragih dan Wahiduddin Adams, sarat praktik nepotisme.

"Keputusan MKMK sepatutnya tidak hanya memberhentikan Anwar Usman jadi Ketua MK, tapi juga memberhentikan dia jadi Hakim MK," tegasnya.

Dengan begitu, adik ipar Presiden Joko Widodo (Jokowi) ini tetap menerima gaji besar dan fasilitas lengkap, karena statusnya tetap menjadi hakim MK.

Dalam putusannya, sikap MKMK sedikit membingungkan, menyatakan Anwar Usman melakukan pelanggaran berat terhadap kode etik hakim konstitusi dalam uji materi perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang syarat usia calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres), namun sanksinya hanya pencopotan dia dari jabatan Ketua MK.

Padahal, banyak pakar hukum tadinya prediksi putusan MKMK akan memecat Anwar Usman dari jabatan Ketua MK dan keanggotaan MK.

Menurut Ghufron, keputusan MKMK menjadi tanda bahwa keputusan atas gugatan perkara soal batas usia capres-cawapres cacat hukum secara prosedural dan substansial.

"Dengan demikian, majunya Gibran sebagai Calon Wakil Presiden cacat secara hukum dan cacat secara etika," ucapnya.

"Kami menilai relasi kuasa antara rezim penguasa, Mahkamah Konstitusi, dan Gibran adalah bentuk relasi nepotisme yang dapat dikategorikan sebagai suatu bentuk kecurangan dalam proses Pemilu," lanjut Ghufron.

Majunya Gibran sebagai cawapres, menurutnya, tidak memiliki legitimasi hukum yang kuat, dan dapat dipermasalahkan di masa yang akan datang.

Menurut Ghufron, putusan MKMK semakin membenarkan terjadinya ketidakadilan di masyarakat, serta menunjukan rusaknya sistem hukum di Indonesia.

"Kami memandang keputusan MKMK adalah semakin membenarkan kemunduran demokrasi terjadi di Indonesia," ucapnya.

"Kerusakan demokrasi yang dilakukan tidak bisa dibenarkan dan dibiarkan begitu saja," tandasnya.

Eks Hakim MK Prihatin

Para mantan hakim konstitusi merasa prihatin atas banyak hal-hal yang tidak seharusnya terjadi pada hakim dan Mahkamah Konstitusi (MK).

Hal itu diungkapkan oleh mantan Ketua MK Hamdan Zoelva usai melakukan pertemuan dengan beberapa eks hakim MK pascaputusan sidang Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK).

"Kami para mantan hakim konstitusi merasa prihatin, bahwa setelah mendengar putusan MKMK banyak sekali hal-hal seharusnya tidak boleh terjadi pada hakim dan Mahkamah Konstitusi," ujar Hamdan kepada awak media di di kawasan Jakarta Pusat, Selasa (7/11/2023) malam.

"Ternyata banyak hal uang terjadi yang dapat meruntuhkan kepercayaan masyarakat terhadap Mahkamah Konsitusi, baik pada proses pemeriksaan maupun dalam putusan Mahkamah Konstitusi," sambungnya.

Lebih lanjut, Hamdan mengungkapkan, walau putusan MKMK belum sepenuhnya memenuhi harapan masyarakat, mereka dapat memahami putusan yang dikeluarkan oleh MKMK.

"Mudah-mudahan putusan MKMK dan rekomendasi-rekomendasi yang diberikan dapat dijalankan sebaik-baiknya oleh Mahkamah Konstitusi untuk mengembalikan marwah, martabat, serta kepercayaan masyarakat terhadap Mahkamah Konstitusi," pungkasnya.

Adapun tujuh mantan hakim konstitusi melakukan pertemuan malam ini di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat. Lima orang hadir secara langsung, yakni: Hamdan Zoelva, Harjono, Achmad Sodiki, Aswanto, dan Maruarar Siahaan.

Sementara dua lainnya hadir secara daring, yakni: Maria Farida Indrati dan I Dewa Gede Palguna.

Sebagai informasi, Hakim Konstitusi Anwar Usman dicopot dari jabatannya sebagai Ketua MK.

Hal tersebut ditegaskan dalam putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) terkait laporan dugaan pelanggaran etik mengenai Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023.

"Hakim Terlapor terbukti melakukan pelanggaran berat terhadap Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi sebagaimana tertuang dalam Sapta Karsa Hutama, Prinsip Ketakberpihakan, Prinsip Integritas, Prinsip Kecakapan dan Kesetaraan, Prinsip Independensi, dan Prinsip Kepantasan dan Kesopanan," ucap Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie, dalam sidang di gedung MK, Selasa (7/11/2023).

"Menjatuhkan sanksi pemberhentian dari jabatan Ketua Mahkamah Konstitusi kepada Hakim Terlapor," tegas Jimly.

(Wartakotalive.com/Yolanda Putri Dewanti/Miftahul Munir)

Sumber: Warta Kota
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved