Pilpres 2024

Dicopot dari Ketua MK, Anwar Usman Ungkit Konflik Kepentingan Terjadi di Era Jimly hingga Mahfud

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman menjelaskan, konflik kepentingan dalam memutus perkara bukan baru pertama kali terjadi.

Penulis: Miftahul Munir | Editor: Junianto Hamonangan
WartaKota/Miftahul Munir
Anwar Usman mantan ketua MK beri keterangan resmi soal putusan MKMK di kantornya, Rabu (8/11/2023). 

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman menjelaskan, konflik kepentingan dalam memutus perkara bukan baru pertama kali terjadi.

Misalnya, di era Jimly sebagai Ketua MK pada tahun 2003 silam juga pernah terjadi konflik kepentingan.

Saat itu Jimly memutus perkara Nomor004/PUU-I/2003, Putusan 066/PUU-II/2004, Putusan Nomor 5/PUUIV/2006 yang membatalkan Pengawasan Komisi Yudisial (KY) terhadap Hakim Konstitusi.

Kemudian, putusan nomor 48/PUU-IX/2011, putusan nomor 49/PUUIX/2011 di era Kepemimpinan Prof Mahfud MD.

Selanjutnya, putusan nomor 97/PUUXI/2013, putusan nomor 1-2/PUU-XII/2014 yang membatalkan Perppu MK di era kepemimpinan Hamdan Zoelva.

"Putusan Perkara 53/PUUXIV/2016, Putusan Nomor 53/PUU-XIV/2016 di era Kepemimpinan Prof Arief Hidayat," katanya, Rabu (8/11/2023).

Baca juga: Anwar Usman Ternyata Pernah Didesak Mundur karena Menikah dengan Adik Jokowi, Sekarang Soal Gibran

Anwar menjelaskan, pada intinya bahwa perkara pengujian UU di Mahkamah Konstitusi adalah penanganan perkara yang bersifat umum (publik), bukan penanganan perkara yang bersifat pribadi atau individual serta privat. 

Maka dari itu, Anwar menegaskan sesuai yurisprudensi (ajaran hukum melalui peradilan) di atas dan norma hukum yang berlaku dirinya tetap memutus perkara 96/PUU-XVIII/2020.

"Sebagaimana saya jelaskan di atas, jika hal itua saya lakukan, maka sama halnya, saya menghukum diri sendiri, karena tidak sesuai dengan keyakinan saya sebagai Hakim dalam memutus perkara," terangnya. 

Menurut Anwar, sangat mudah dirinya untuk selamatkan diri sendiri dan tidak ikut memutus perkara tersebut.

Sebab, lolos atau tidaknya salah satu Capres-Cawapres terkait batas usia, bukan para hakim MK yang mengusungnya ikut di Pilpres 2024.

"Yang akan menentukan siapa calon pasangan terpilih kelak, tentu rakyatlah yang menentukan hak pilihnya melalui pemilihan umum," terangnya.

Baca juga: Dengar Kabar Dirinya Bakal Dilengserkan Sebelum Putusan MKMK, Anwar Usman: Insyaallah Ada Hikmah

Sebelumnya, Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman mengaku sudah mengetahui rencana politisasi dan pelengseran dirinya dari jabatannya beberapa waktu lalu.

Namun, Anwar mengaku masih menjalankan dan kewajibannya sebagai Ketua MK saat itu yakni membentuk Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK).

"Sebagai bentuk tanggung jawab amanah jabatan yang diembankan kepada saya, selaku Ketua MK," kata Anwar, Rabu (8/11/2023).

Meski dirinya yang membentuk MK untuk mengadili pelanggaran etik, tapi MKMK justru yang telah melanggar peradilan etik.

Seharusnya, proses sidang etik yang berlangsung Selasa (8/11/2023) kemarin berlangsung tertutup, tapi malah terbuka untuk umum.

"Hal itu secara normatif, tentu menyalahi aturan, dan tidak sejalan dengan tujuan dibentuknya Majelis Kehormatan, yang ditujukan untuk menjaga keluhuran dan martabat Hakim Konstitusi, baik secara individual, maupun secara institusional," kata Anwar. (m26)

Hakim Ketua merangkap Anggota Jimly Asshiddiqie saat pembacaan putusan MKMK di Gedung Mahkamah Konstitusi, Gambir, Jakarta Pusat, Selasa (7/11/2023). Warta Kota/Yulianto
Hakim Ketua merangkap Anggota Jimly Asshiddiqie saat pembacaan putusan MKMK di Gedung Mahkamah Konstitusi, Gambir, Jakarta Pusat, Selasa (7/11/2023). Warta Kota/Yulianto (Yulianto/Warta Kota)

Anwar Usman Merasa Difitnah

Anwar Usman mantan Ketua Mahkamah Konstitusi merasa difitnah usai menanganai perkara Nomor90/PUU-XXI/2023.

Perkara tersebut tentang batas usia Capres-Cawapres dengan syarat pernah menjabat sebagai kepala daerah.

"Ini adalah fitnah yang amat keji, dan sama sekali tidak berdasarkan atas hukum," kata Anwar, Rabu (8/11/2023).

Anwar mengaku, dirinya tidak akan mengorbankan jabatan, martabat dan kehormatannya hanya untuk meloloskan salah satu pasangan Capres maupun Cawapres.

Menurutnya, perkara PUU Pemilu yang ditamganinya itu bukan kasus konkret karena hanya menyangkut norma saja.

Kemudian, pengambilan putusan perkara itu bersifat kolektif dan kolegial oleh 9 orang hakim konstitusi, bukan hanya seorang ketua MK semata. 

"Demikian pula dalam demokrasi seperti saat ini, rakyatlah yang akan menentukan, siapa calon pemimpinyang akan dipilihnya kelak, sebagai Presiden dan Wakil Presiden," ungkap Anwar.

Sebelumnya, Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Anwar Usman angkat bicara soal penghentian jabatannya oleh Majelis Kehormatan Mahakamah Konstitusi (MKMK), Selasa (7/11/2023) kemarin.

Anwar yang kenakan kemeja batuk dan celana hitam itu menjelaskan beberapa point penghentian dirinya sebagai Ketua MK.

Bahkan, Anwar mengaku telah mendapatkan kabar sebelum putusan MK itu dibacakan dan ada upaya politisasi untuk melengserkan dirinya dari jabatan ketua.

"Dan menjadikan saya sebagai objek di dalam berbagai Putusan MK dan putusan terakhir, maupun tentang rencana Pembentukan MKMK, telah dengar jauh sebelum MKMK terbentuk," kata Anwar di kantornya, Rabu (8/11/2023). (m26)

Baca berita Wartakotalive.com lainnya di Google News.

Sumber: Warta Kota
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved