Pilpres 2024

Baliho Ganjar-Mahfud MD di Bali Diturunkan, Hasto Kristiyanto: Itu Mencederai Rasa Keadilan

Baliho pasangan bacapres dan bacawapres Ganjar Pranowo-Mahfud MD dan atribut partai di Bali diturunkan.

WartaKota/Yolanda Putri Dewanti
Sekjen PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto di Gedung High End, Jakarta, Rabu (1/11/2023). 

Basarah mengatakan tak diperlukan surat resmi untuk memberhentikan putra sulung Presiden Joko Widodo (Jokowi) itu dari keanggotaannay di PDIP.

"Jadi, tanpa adanya surat resmi pemberhentian Mas Gibran dari DPP, maka sesungguhnya secara etika politik dari dalam hatinya dan dari penilaian publik, Mas Gibran sudah keluar dari PDIP itu sendiri," ujarnya menjelaskan.

Basarah berujar di dalam organisasi apa pun, termasuk partai politik, terdapat aturan main yang harus dipatuhi.

Dia meyakini Gibran sebagai kader PDIP pasti memahami anggaran dasar dan anggaran rumah tangga (AD/ART) PDIP.

Di samping itu, Basarah berujar Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri mempunyai hak prerogratif untuk memutuskan pasangan capres dan cawapres yang diusung menurut amanat kongres.

"Bu Mega menggunakan hak konstitusionalnya itu yang diberikan oleh kongres untuk memutuskan Mas Ganjar Pranowo dan Pak Mahfud MD sebagai capres dan cawapres."

PDIP Bersedih

Sebelumnya, Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto menyampaikan, jika saat ini partainya dalam suasana sedih, terluka dan perih. 

Hasto mengatakan, banyak kader hingga simpatisan tak percaya perihal kondisi hubungan partai dengan keluarga Presiden Joko Widodo (Jokowi).

"Ketika DPP partai bertemu dengan jajaran anak ranting dan ranting sebagai struktur partai paling bawah, banyak yang tidak percaya bahwa ini bisa terjadi," ucap Hasto dalam keterangan tertulisnya, Minggu (29/10/2023).

Hasto mengungkapkan, partainya memberikan keistimewaan atau privilege kepada Presiden Joko Widodo atau Jokowi dan keluarga. 

Namun, pemberian tersebut ditinggalkan Jokowi dan keluarga.

"Kami begitu mencintai dan memberikan privilege yang begitu besar kepada Presiden Jokowi dan keluarga, namun kami ditinggalkan karena masih ada permintaan lain yang berpotensi melanggar pranatan kebaikan dan Konstitusi," kata Hasto. 

"Pada awalnya kami hanya berdoa agar hal tersebut tidak terjadi, namun ternyata itu benar-benar terjadi," sambungnya. 

Menurut Hasto, seluruh simpatisan, anggota dan kader sepertinya belum selesai rasa lelahnya, setelah berturut-turut bekerja dari lima pilkada dan dua pilpres kepada Jokowi.

"Itu wujud rasa sayang kami. Pada awalnya kami memilih diam. Namun apa yang disampaikan Butet Kartaredjasa, Goenawan Mohamad, Eep Syaifullah, Hamid Awaludin, Airlangga Pribadi dll beserta para ahli hukum tata negara, tokoh pro demokrasi dan gerakan civil society, akhirnya kami berani mengungkapkan perasaan kami," pungkasnya. 

Pendapat Pengamat

Pengamat politik Burhanuddin Muhtadi memberikan pendapatnya mengenai alasan PDIP enggan memecat Wali Kota Surakarta Gibran Rakabuming Raka dari keanggotaan partai. 

"Gibran dengan sadar diri harusnya menyerahkan KTA-nya. Nah, itu kira-kira bahasa yang ingin disampaikan Bung Basarah," kata Burhanuddin dikutip dari video di kanal YouTube Kompas TV, (30/10/2023).

Menurut Burhanuddin permintaan penyerahan KTA itu dan tudingan pembangkangan adalah penegasan dari PDIP bahwa Gibran sudah melewati batas. Akan tetapi, PDIP tetap enggan memecat Gibran.

"Saya lihat emang PDI Perjuangan sangat berhati-hati dalam merespons drama mengenai Gibran," kata Burhanuddin yang menjadi Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia (IPI).

Dia mengatakan ada dua hal yang harus dipertimbangkan PDIP jika benar-benar ingin memecat Gibran.

Pertama ialah ketergantungan PDIP pada elektabilitas atau approval rating (tingkat kepuasan) Jokowi.

Menurut survei terakhir IPI terdapat 24 persen pemilih yang memilih PDIP karena menyukai sosok Jokowi.

Jika hubungan PDIP dengan Jokowi dan keluarganya memanas, dan hal dilihat masyarakat, PDIP justru akan merugi.

Yang kedua ialah jika Gibran dipecat, PDIP khawatir nantinya akan muncul narasi penzaliman sehingga memunculkan efek melodramatik yang justru menguntungkan Gibran.

"Makanya narasinya adalah meminta Mas Gibran untuk sadar diri untuk menyerahkan KTA, tetapi tidak dipecat secara eksplisit," kata Burhanuddin.

"PDIP tidak ingin menjadi pihak pertama yang dianggap memecat Gibran karena menurut saya, sih, Gibran juga sudah siap pada skenario jika dipecat. Tetapi kemungkinan besar PDI Perjuangan tidak melakukan itu karena dua alasan tadi."

Burhanuddin juga menyarankan PDIP agar tidak terlihat begitu sedih.

Kata dia, jika PDIP terus membicarakan Gibran, hal itu justru akan mengesankan bahwa PDIP terlalu kecewa dan patah hati.

"Jadi, terkesan meraung-raung setelah ditinggal kekasih pergi," ucapnya. (*)

Baca berita Wartakotalive.com lainnya di Google News

Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved