Opini
Satu Tahun Heru Budi Hartono: Manusia Nilai Tertinggi
Peneliti Kebijakan Publik GMT Institute Jakarta, Agustinus Tamtama Putra sebut Heru Budi Hartono adalah pemimpin dengan karakter tenang.
Masyarakat hanya membayar listrik dan air di tempat yang sangat layak ini, lengkap dengan fasilitas umum seperti masjid dan taman untuk anak-anak.
"Saya secara pribadi angkat topi demikian juga GMT Institute Jakarta mengapresiasi tinggi prakarsa yang manusiawi, humanis, solider dan mulia dari Heru Budi Hartono ini," ungkap Tamtama.
Kebijakan publik memang niscaya demi manusia. Manusia adalah nilai tertinggi yang tidak bisa diganggu gugat. Apapun kebijakannya, kebaikan manusia adalah nilai yang paling tinggi.
Mengisi rumah kosong
Tamtama juga menyoroti kebijakan publik yang dilakukan oleh Heru Budi Hartono, misalnya terkait perumahan rakyat dan kawasan pemukiman memang tidak bisa dilepaskan dari aspek dan pertimbangan humanis.
Menurutnya, memang harus diakui bahwa persoalan krusial di Jakarta di antaranya adalah ketersediaan tempat tinggal di tengah semakin padatnya jumlah penduduk, semakin sempitnya lahan terbuka dan semakin tingginya harga jual tanah.
Ada pula ironi begitu banyak rumah yang kosong (mewah dan standar) dan tidak ditempati sehingga rusak begitu saja, sementara ada yang tidak punya rumah, di kolong jembatan atau di permukiman kumuh. Mungkin bisa dipikirkan aspek keberimbangan sosial terkait ironi ini.
Itulah yang kemudian disadari oleh Heru Budi Hartono, dalam hal ini pemindahan eks warga Kampung Bayam. Ada ide lain juga seperti misalnya melalui pembangunan rumah susun atau TOD dengan skema yang memudahkan masyarakat, juga pengecekan rumah-rumah kosong yang tidak dihuni di seantero Jakarta.
Jika tidak dipakai, bisa mungkin disewa untuk para tunawisma dengan perjanjian hitam di atas putih. Dengan demikian tidak ada lagi fenomena perkampungan di bawah kolong tol atau gelandangan.
UU Kekhususan harus mendapat dukungan dari pemerintah pusat dalam rangka mewujudkan tempat tinggal yang layak bagi warga Jakarta, sehingga tidak seorang pun di Jakarta ini harus tidur di pinggir jalan atau di bawah jembatan. Itulah solidaritas dan sensitivitas.
Perihal kebudayaan
Jakarta menjadi rumah bersama bagi semua suku, ras dan agama. Aspek diversitas ini telah menjadikan Jakarta sebagai kota multikultural, kendati pada mulanya Jakarta ditempati oleh Suku Betawi.
Suku Betawi hendaknya tidak dianggap sepi, atau hanyalah berupa ondel-ondel yang berkeliling meminta sumbangan sebagaimana banyak di jalan-jalan.
Bagaimana dinas kebudayaan mengakomodasi budaya Betawi menjadi PR besar. Namun bukan banyak Betawi, setiap budaya lain dengan sukunya masing-masing memiliki perangkat adat istiadat yang mengatur cara hidup masyarakatnya.
Menurut Tamtama, Adat istiadat ini perlu mendapat payung hukum sebagai sebuah otoritas sendiri sehingga dilindungi dengan adanya intervensi pemerintah.
Peneliti Kebijakan Publik GMT Institute Jakarta
Agustinus Tamtama Putra
Pj Gubernur Provinsi DKI Jakarta Heru Budi Hartono
HUT ke-17 Partai Gerindra, Hendarsam Marantoko: Tampilkan Politik yang Berbeda |
![]() |
---|
Revolusi Artificial Intelligence Dalam Praktik Keperawatan |
![]() |
---|
Henti Jantung Mendadak: Mengapa Setiap Detik Berharga, Apa yang Dilakukan untuk Selamatkan Nyawa? |
![]() |
---|
Program Makan Siang Gratis: Kisah Sukses atau …? |
![]() |
---|
Tema Debat Cawapres Terkait APBD dan Perkotaan Dianggap Menguntungkan Gibran |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.