Konflik Rempang

Bentrok Rempang, 3 Menteri Gelar Rakor di Batam, Hasilnya Proyek Eco City Dikebut Tak Bisa Menunggu

3 menteri Jokowi datang ke Batam untuk rapat membahas pembangunan di Pulau Rempang yang sebelumnya sempat ricuh dan bentrok antara warga dan aparat

Istimewa/ Humas BP Batam
Menteri Investasi sekaligus Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) RI, Bahlil Lahadalia saat tiba di Batam, Minggu 17 September 2023. 3 menteri Jokowi datang ke Batam untuk rapat membahas pembangunan di Pulau Rempang yang sebelumnya sempat ricuh dan bentrok antara warga dan aparat. Foto: Humas BP Batam. 

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA -- Menyusul bentrokan antara aparat dengan warga terkait relokasi di Pulau Rempang, 3 menteri Kabinet Indonesia Maju datang ke Batam untuk melangsungkan Rapat Koordinasi Percepatan Pengembangan Investasi Ramah Lingkungan di Kawasan Pulau Rempang, Minggu (17/9/2023).

Tiga menteri yang datang ke Batam adalah Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ART/BPN) Hadi Tjahjanto dan Menteri Investasi Bahlil Lahadalia.

Rapat 3 menteri dengan stake holder lainnya digelar di Batam Marriott Hotel Harbourbay, Minggu (17/9/2023). Diantaranya Kepala BP Batam Muhammad Rudi, dan Gubernur Kepulauan Riau Ansar Ahmad, beserta jajaran Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Batam dan Kepri.

Menteri Investasi sekaligus Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia, mengungkapkan hasil Rapat Koordinasi Percepatan Pengembangan Investasi di Pulau Rempang, pada Minggu (17/9/2023).

Dimana diputuskan pembangunan Eco City di Pulau Rempang akan dikebut dan pemerintah tidak bisa menunggu.

Ia menyebutkan, ke depannya pemerintah akan meminta aparat pengamanan menggunakan cara-cara yang lebih humanis dalam menghadapi masyarakat Pulau Rempang yang terdampak relokasi akibat investasi.

Baca juga: Panglima TNI Perintahkan Tentara Piting Rakyat Rempang, Panglima Dayak Pajaji Berang Janji Datang

"Kami akan mengerahkan cara-cara yang soft," ujar Bahlil, ketika diwawancarai saat konferensi pers dikutip dari Tribunnews.com.

Bahlil Lahadalia mengungkapkan alasan percepatan pembangunan Rempang Eco-City, meskipun sampai saat ini lokasi rumah relokasi permanen untuk warga terdampak belum dibangun.

Dia menyatakan proyek strategis nasional itu harus segera dijalankan karena persaingan untuk menarik investor di dunia.

"Kita (Indonesia) sedang berkompetisi, pada dunia global atau FDI (Foreign Direct Investment) terbesar sekarang berada di negara tetangga, makanya kita ingin merebut investasi ini," kata Bahlil.

Bahlil menyatakan pemerintah khawatir para investor tersebut akan lari ke negera lain jika proyek ini tak segera berjalan.

 "Kalau kita tunggu terlalu lama, emang dia (investor) mau tunggu kita, kita butuh mereka," kata Bahlil.

Bahlil menegaskan, investasi yang masuk dari asing sekarang sangat besar, bahkan mencapai Rp 300 triliun lebih. 

Dalam tahap pertama ini saja, menurut dia, nilai investasi yang masuk mencapai Rp 175 triliun.

Baca juga: Panglima Dayak Pajaji Sebut Ada Penjajahan Gaya Baru di Rempang: Saya Sangat Murka!

"Kalau ini lepas (ke negera lain) berarti potensi pendapatan PAD dan penciptaan lapangan pekerjaan untuk saudara-saudara kita disini, kita akan kehilangan peluang," kata Bahlil. 

Bahlil Lahadalia menegaskan, dalam beberapa hari ini dirinya akan menyelesaikan masalah yang terjadi di pembangunan Rempang Eco-city ini. Terutama, soal relokasi warga Pulau Rempang

"Kita sudah buat lakukan rapat koordinasi, nanti kita komunikas lagi dengan baik dan layak kepada warga (terkait relokasi)," kata Bahlil.

Namun, ia mengharapkan pula sikap kooperatif dari masyarakat agar tidak perlu dijalankan cara-cara yang represif oleh aparat.

Pada kesempatan itu, ia juga menyayangkan tentang kericuhan yang terjadi saat demonstrasi masyarakat Rempang di depan Kantor BP Batam Jilid II beberapa waktu lalu.

Ia berharap, masyarakat dapat menjalankan aksi protes dan demonstrasi dengan cara-cara yang terukur.

"Jangan kayak kemarin yang sampai lempar-lempar batu."

"Saya sebagai mantan demonstran, melihat itu di luar kelaziman apa yang biasa kita lakukan," ujar Bahlil.

Ketika ditanya apakah ada rencana berkunjung ke Rempang untuk bertemu dengan warga, Bahlil tidak bisa memastikan saat itu juga.

"Iya, nanti kita lihat," katanya.

Baca juga: Diultimatum Kosongkan Pulau Rempang 28 September, Warga Janji Bertahan Meski Harus Terkubur

Bahli yakin investasi di Pulau Rempang, Batam, Kepulauan Riau, akan memberikan dampak positif terhadap kesejahteraan masyarakat.

Ia optimistis, Rempang akan menjadi mesin ekonomi baru Indonesia dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah. 

"Yakinlah bahwa investasinya ini untuk kesejahteraan rakyat. Dengan menciptakan banyaknya lapangan pekerjaan, pendapatan masyarakat juga akan meningkat," ujar Bahlil.

Bahlil juga mendukung langkah BP Batam dalam melakukan pendekatan humanis ke masyarakat Rempang.

Khususnya dalam melakukan sosialisasi dan pendataan terhadap warga yang terdampak pengembangan.

Menurutnya, komunikasi yang baik dan humanis sangat penting dalam percepatan investasi di Pulau Rempang.

"Untuk investasi, kami bersaing dengan negara luar. Kami tidak bisa menunggu karena investasi ini akan menciptakan banyak lapangan pekerjaan. Yang paling penting, komunikasi ke masyarakat harus jauh lebih baik," tambah Bahlil.

"Untuk hal-hal teknis lainnya, kami akan terus membahasnya," kata Bahlil menambahkan.

Sementara, Kepala BP Batam melalui Kepala Biro Promosi, Humas dan Protokol Ariastuty Sirait mengatakan, BP Batam sepenuhnya mendukung program pemerintah.

"Kami optimis pengembangan Rempang sebagai mesin ekonomi baru Indonesia bisa terealisasi dengan baik. Karena selain memberikan multiplier effect terhadap kota/kabupaten di sekitar, proyek Rempang Eco City juga akan membuka lapangan pekerjaan baru untuk masyarakat Kepri, terutama masyarakat sekitar kawasan Industri tersebut," terang Ariastuty Tuty.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo meminta Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia untuk turun langsung ke Pulau Rempang.

Tujuannya, memberikan penjelasan mengenai kesepakatan yang sudah dilakukan antara pemerintah daerah (pemda) setempat dengan masyarakat soal pengelolaan lahan yang menjadi permasalahan di kawasan itu.

Seperti diketahui, terjadi konflik di Pulau Rempang terkait pembangunan Rempang Eco City di kawasan itu.

Masyarakat menolak direlokasi.

Baca juga: PBNU Sebut Tak Dilibatkan dalam Proses Penggusuran di Rempang, Gus Yahya: Jangan Korbankan Warga!

Hal ini menimbulkan bentrok antara warga dengan pihak kepolisian.

Warga Pulau Rempang sebelumnya sempat bentrok dengan aparat keamanan gabungan saat menolak kehadiran tim BP Batam yang akan memasang patok untuk proyek strategis nasional itu.

Polisi pun membubarkan massa dengan gas air mata. 

Bentrok yang mengakibatkan beberapa siswa sekolah menjadi korban, membuat proyek Rempang Eco-City ini mendapat perhatian publik.

Sejumlah lembaga, seperti Komnas HAM mengecam tindakan tersebut, dan berharap rencana pembangunan ini dievaluasi.

Mereka mengecam langkah pemerintah menggusur paksa warga yang telah menduduki wilayah tersebut jauh sebelum Indonesia merdeka. 

Kawasan Rempang Eco-City ini akan digarap oleh PT Makmur Elok Graha (MEG), anak perusahaan Grup Artha Graha milik Tomy Winata.

Untuk tahap awal, PT MEG menggandeng perusahaan Xinyi Glass Holdings Ltd untuk membangun pabrik panel surya.

Warga Janji Bertahan

Sebelumnya pemerintah memberi waktu hingga tanggal 28 September kepada di 16 titik kampung tua yang ada di Pulau Rempang, Batam untuk mengosongkan lahan.

Pengosongan tersebut terkait dengan proyek strategis nasional berupa pembangunan kawasan Eco City.

Ultimatum ke warga diberikan berdasarkan perjanjian antara Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam (BP Batam) dengan pihak investor.

Pihak investor menginginkan agar di tanggal tersebut, lahan yang mereka perlukan sudah rampung.

Menanggapi ultimatum itu, Juru bicara Kekerabatan Masyarakat Adat Tempatan (KERAMAT) Pulau Rempang, Suardi, mengatakan akan mempertahankan marwah kampung-kampung mereka terlepas dari apa pun yang dilakukan pemerintah.

Sebab kampung-kampung itu didirikan oleh nenek moyang mereka sejak 1843.

“Kami tidak akan mau pindah meskipun kami terkubur di situ. Karena dengan cara apa pun, itu tanah ulayat yang menjadi tanggung jawab kami untuk menjaganya,” kata Suardi menanggapi pertanyaan BBC News Indonesia mengenai tenggat waktu yang diberikan pemerintah, dalam konferensi pers di Jakarta pada Selasa (12/9/2023), dikutip dari Tribunnews.com.

Suardi kemudian mempertanyakan klaim BP Batam yang menyebut bahwa sudah ada warga yang setuju dan menerima tawaran ganti rugi rumah.

“Apakah itu mereka dapat dari aparat yang menyisir dari rumah ke rumah melewati proses sosialisasi? Kalau dilakukan oleh oknum aparat, sehingga mendapat persetujuan, menurut saya masyarakat hanya ketakutan,” kata dia.

Baca juga: Ini Tanggapan Rizal Ramli Soal Perintah Panglima TNI Laksamana Yudo Margono Piting Rakyat Rempang

Menurut Suardi, masyarakat dari 16 kampung tua justru menitipkan perjuangan kepada dirinya untuk mempertahankan lahan agar mereka tidak direlokasi.

Suardi memastikan sikap masyarakat tidak akan berubah walaupun kemungkinan buruk terjadi.

“Jika memang kami ditakdirkan mati di tangan pemerintah, kami sudah ikhlas, karena itu akan jadi catatan sejarah buat kami bangsa Melayu yang berada di Pulau Rempang,” katanya.

Eskalasi situasi selama sepekan terakhir, menurut Suardi, membuat masyarakat ketakutan bahkan trauma pasca-penembakan gas air mata yang terjadi hingga di sekolah-sekolah pada 7 September.

Sehari pasca-bentrokan, Dinas Pendidikan Kota Batam menerbitkan surat untuk menghentikan sementara proses pembelajaran di sekolah.

Tak hanya itu, Suardi mengatakan banyak anak-anak takut pergi sekolah atau dilarang orang tuanya pergi ke sekolah karena khawatir dengan keamanan mereka.

“Saya punya cucu kelas 1 SD, disuruh mamanya sekolah tidak mau lagi, dia takut ditembak. Alasannya, dia masih mau hidup. Ini yang saya rasakan.. miris, sedih, melihat kejadian itu,” kata Suardi.

Selain itu, polisi juga mendirikan posko-posko di wilayah Pulau Rempang.

Sumber: Tribunnews.com dan Kompas.com

Baca berita Wartakotalive.com lainnya di Google NEWS

 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved