Berita Daerah

Polemik Pulau Rempang, Kajari Batam Siap Jembatani Komunikasi Dua Arah, Pakar: Berdialog dan Diskusi

Kajari Batam Herlina Setyorini akui pihaknya siap menjembatani komunikasi antara pemangku kebijakan dan masyarakat soal kisruh Pulau Rempang Batam.

Editor: PanjiBaskhara
Tribunbatam / Aminudin
Foto: Herman menggendong bayinya yang pingsan di tengah bentrokan warga Rempang dan aparat gabungan di Jembatan 4 Barelang, Batam, Kamis (7/9/2023). Bayinya pingsan karena gas air mata masuk ke dalam rumahnya lewah jendela yang terbuka. 

WARTAKOTALIVE.COM - Belum lama ini, Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) menanggapi soal permasalahan di Pulau Rempang, Batam.

Menurut Presiden Jokowi, polemik di Pulau Rempang dikarenakan komunikasi yang kurang baik.

Padahal menurut Presiden Jokowi, sudah ada kesepakatan jika masyarakat akan diberi lahan 500 meter dan bangunan tipe 45.

"Itu komunikasi yang kurang baik. Saya kira kalau warga diajak bicara dan diberi solusi karena di situ sebenarnya ada kesepakatan bahwa warga akan diberi lahan 500 meter plus bangunannya tipe 45."

Baca juga: Kembali Rusuh di Pulau Rempang! Kompolnas Sampai Turun Tangan!

Baca juga: PBNU Sebut Tak Dilibatkan dalam Proses Penggusuran di Rempang, Gus Yahya: Jangan Korbankan Warga!

Baca juga: Sahabatnya Diperiksa Polisi karena Kasih Makan Warga Rempang, Bagaimana Nasib Ustaz Abdul Somad?

"Tapi ini kurang dikomunikasikan secara baik sehingga terjadi masalah. Besok atau lusa Menteri Investasi Bahlil Lahadalia akan ke sana memberikan penjelasan terutama siapa saja yang akan mendapatkan penggantian tersebut," ucapnya beberapa waktu lalu.

Menanggapi hal itu, Kepala Kejaksaan Negeri Batam Herlina Setyorini akui pihaknya siap menjembatani komunikasi antara pemangku kebijakan dan masyarakat setempat, terkait permasalahan yang terjadi di Pulau Rempang.

"Kejaksaan Negeri Batam khususnya Bidang Datun menyediakan diri sebagai penyambung komunikasi antara pemangku kebijakan dengan masyarakat dan sebaliknya," ujar Herlina di Jakarta, pada Jumat (15/9/2023).

Pihaknya pun mengaku sangat prihatin atas kondisi yang terjadi di Batam.

Namun senada dengan pernyataan Jokowi, ia meyakini inti permasalahannya adalah komunikasi yang tidak terjalin dengan baik.

"Untuk itu, kami mohon semua pihak dapat menahan diri untuk tidak perkeruh suasana dengan memberikan komentar-komentar yang dapat memicu kemarahan masyarakat. Mari kita jaga kota Batam yang tercinta ini agar tetap tenang dan nyaman," ujarnya.

Sementara itu, Pakar Komunikasi Politik Universitas Pelita Harapan, Emrus Sihombing menilai tak hanya komunikasi yang bisa dijadikan solusi dari penyelesaian masalah Pulau Rempang.

"Bukan hanya diselesaikan hanya dengan komunikasi, tetapi persoalan-persoalan lain harus didudukkan, persoalan hukum, persoalan ketidakadilan, persoalan katakanlah ekonomi."

"Meski masalah Rempang mungkin complicated tetapi saya yakin penyelesaiannya dapat dilakukan dengan komunikasi," kata Emrus.

Lalu komunikasi seperti apa yang seharusnya dilakukan dalam melakukan pendekatan kepada masyarakat, agar dapat mencegah gesekan antara masyarakat tidak terjadi?

"Saya melihat proyek Rempang ini tidak dimulai dengan komunikasi yang strategis, efektif, persuasif dan partisipatif. jadi saya melihat di awal tidak dilakukan ini, sehingga menimbulkan persoalan. Coba saja semuanya dimulai dengan komunikasi misalnya berdialog, diskusi dan mendengar."

"Mendengar merepukan salah satu skill komunikasi, para pengambil kebijakan sudahkah mendengar, menyimak, mengajak masyarakat diskusi? sudah ada belum titik temu?," katanya lagi.

Jika hal itu sudah dilakukan, lanjutnya, baru dimulai proyek pembangunan tersebut.

Untuk itu, jelas dia, perlu dimulai dengan komunikasi yang maksimal agar semua masyarakat dapat memahami dengan bai.

Jika sudah menerima dengan baik bahwa mereka akan diganti untung, bukan ganti rugi dan siapa saja yang berhak dapat penggantian tersebut.

"Semuanya harus jelas. Artinya masyarakat itu harus diletakkan sebagai subjek pembangunan. Untuk itu pemerintah, perusahaan, penegak hukum perlu duduk bersama bahas persoalan ekonomi, keadilan, aspek hukum dan komunikasi untuk dibahas bersama, bagaimana kewilayahannya, budaya setempat, dan lain-lain sehingga terjadilah dialog dan menghasilkan kesepakatan," paparnya.

Kembali Rusuh

Irjen (Purn) Benny Mamoto Ketua Harian Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) datang ke BP Batam.

Kedatangan Kompolnas untuk melihat langsung kondisi Kota Batam pasca-demonstrasi di Kantor BP Batam yang berakhir ricuh, Senin (11/9/2023).

"Kami hadir hari ini untuk melihat kondisi Batam pasca-aksi unjuk rasa yang berakhir ricuh pada Senin kemarin,” kata Benny di Batam, Jumat (15/9/2023).

Benny menjelaskan kedatangannya untuk meminta penjelasan Kepala BP Batam, M Rudi.

Dari kronologinya, kejadian ini membuat puluhan petugas gabungan terluka, khususnya anggota Polri.

Sehingga Benny pun berharap Pemerintah Pusat melalui BP Batam dapat segera menemukan solusi terbaik dalam pengembangan salah satu Program Strategis Nasional 2023.

“Harapan kami semoga ke depannya segera didapatkan solusi terbaik demi kelancaran proyek pengembangan Rempang Eco-City ini,” jelas Benny.

Kemudian Kepala BP Batam M Rudi menjelaskan, dirinya sebagai perpanjangan tangan Pemerintah Pusat di Batam, akan berupaya semaksimal mungkin untuk memenuhi seluruh poin yang jadi hak masyarakat Pulau Rempang yang terdampak proyek ini sehingga harus di relokasi.

“Kami di sini (BP Batam) berupaya memenuhi hak masyarakat terdampak relokasi, seperti pemberian rumah tipe 45 senilai Rp 120 juta per kepala keluarga (KK) di tanah seluas maksimal 500 meter persegi hingga legalitas tanah dan rumah itu sendiri,” tutur Rudi.

Disamping itu Rudi berharap melalui relokasi ini nantinya kesejahteraan masyarakat Pulau Rempang dapat meningkat.

 "Saya tentu berharap melalui momentum pembangunan ini, masyarakat Pulau Rempang bisa semakin sejahtera ke depannya," jelas Rudi.

Dan Rudi juga menberikan penjelasan mengenai adanya rencana demonstrasi Pulau Rempang  yang akan dilakukan Aliansi Mahasiswa Batam.

Menurutnya Polda Kepri saat ini sudah mempersiapkan langkah-langkah pengamanan.

Bahkan Kapolda Kepri Irjen Tabana Bangun di Mapolda Kepri, Jumat (15/9/2023) mengatakan bahwa aksi itu rencananya dijadwalkan akan berlangsung di depan kantor DPRD dan Pemkot Batam pada Jumat siang (15/9).

"Kami siap memberikan pengamanan aksi unjuk rasa yang akan dilakukan adek-adek mahasiswa terkait relokasi Pulau Rempang," kata Tabana.

"Sebanyak tiga batalyon personel gabungan Polri–TNI, Satpol PP, dan Ditpam BP Batam telah disiagakan Polda Kepri dalam upaya menjaga keamanan selama rencana aksi unjuk rasa damai berlangsung," ujar Tabana.

PBNU Sebut Tak Dilibatkan

Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya mengatakan, pembangunan proyek strategis nasional (PSN) Rempang Eco City tak boleh mengorbankan masyarakat sekitar yang telah menetap di tempat itu.

Meskipun, kata Gus Yahya, ada sebuah kajian bahwa negara membutuhkan suntikan investasi.

Tapi, kata Gus Yahya, jalan untuk mengeksekusi tak seharusnya menjadikan masyarakat sebagai korban.

Sebab, tujuan investasi, pada dasarnya adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, bukan menjadikan masyarakat korban pembangunan.

"Investasi itu harus dikembalikan pada tujuan asalnya yaitu untuk kemaslahatan masyarakat, maka harus dijadikan peluang (meningkatkan) taraf hidup masyarakat khususnya di lingkungan destinasi dari investasi itu sendiri, dan masyarakat tidak boleh menjadi korban," ujar Gus Yahya saat ditemui di Kantor PBNU, Kramat Raya, Jakarta Pusat, Jumat (15/9/2023).

"Apapun juga, kesentosaan dari masyarakat itu nomor satu, risiko-risiko investasi itu hitungan kemudian. Yang pertama kesentosaan masyarakat, tidak boleh masyarakat menjadi korban karena itu jadi melenceng dari tujuan investasi itu sendiri," sambung dia.

Aksi demonstrasi di depan kantor BP Batam pada Senin (11/9/2023) berujung ricuh
Aksi demonstrasi di depan kantor BP Batam pada Senin (11/9/2023) berujung ricuh (Tangkapan layar)

 

 Selain itu, Gus Yahya juga merasa kaget atas peristiwa bentrokan yang terjadi di Rempang antara warga penolak pembangunan dengan aparat pemerintah.

PBNU dan masyarakat pada umumnya merasa tak dilibatkan dalam proses pembuatan kebijakan yang dinilai melanggar hak-hak warga setempat itu.

"Ketika terjadi masalah yang terjadi di Rempang ini, sebetulnya NU saya kira sama dengan eksponen sosial yang lain, sebetulnya agak kagok karena terjadi mendadak sementara kami tidak pernah diajak bicara," imbuh dia.

"Tidak pernah dilibatkan dalam proses kebijakan awal sehingga kami tidak punya antisipasi dan kami tidak terlibat sama sekali dalam proses eksekusi dari kebijakan investasi itu sendiri," pungkas Gus Yahya.

Sebelumnya, bentrokan terjadi antara warga Pulau Rempang, Batam, Kepulauan Riau dengan tim gabungan aparat penegak hukum pada Kamis (7/9/2023).

Bentrokan ini terjadi karena warga menolak pengembangan kawasan ekonomi Rempang Eco City di lokasi tersebut.

Petugas gabungan mendatangi lokasi pukul 10.00 WIB, sementara ratusan warga memblokir jalan mulai dari Jembatan 4.

Warga menolak masuknya tim gabungan yang hendak mengukur lahan dan memasang patok di Pulau Rempang.

Pemblokiran kemudian dilakukan dengan membakar sejumlah ban dan merobohkan pohon di akses jalan masuk menuju kawasan Rempang.

5 Sikap PBNU Soal Konflik Rempang

PBNU mengeluarkan lima sikap yang terkait konflik warga Pulau Rempang versus aparat pemerintah karena kehadiran Proyek Strategis Nasional (PSN) Rempang Eco-City. 

Salah satunya adalah meminta agar pemerintah mengutamakan musyawarah dalam setiap pembangunan, termasuk PSN.

Karena menurut PBNU, tindakan represif aparat kepolisian dan perlawanan warga adalah akibat dari pola komunikasi yang kurang baik dari pemerintah.

"PBNU meminta dengan sungguh-sungguh kepada Pemerintah agar mengutamakan musyawarah dan menghindari pendekatan koersif (kekerasan)," ujar Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya di Kantor PBNU, Kramat Raya, Jakarta Pusat, Jumat (15/9/2023).

Selain itu, PBNU juga berpandangan bahwa tanah yang sudah dikelola masyarakat selama bertahun-tahun baik melalui redistribusi lahan oleh pemerintah atau pengelolaan lahan, hukum pengambilan tanah oleh pemerintah adalah haram.

Namun, PBNU menegaskan hukum haram tersebut jika pengambilalihan tanah dilakukan secara sewenang-wenang.

"Hasil Bathsul Masail tersebut tidak serta merta dapat dimaknai menghilangkan fungsi sosial dari tanah sebagaimana telah diatur dalam peraturan perundang-undangan dan konstitusi kita."

"Pemerintah tetap memiliki kewenangan untuk mengambil-alih tanah rakyat dengan syarat pengambilalihan dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum dan peraturan perundang-undangan," ucap Gus Yahya.

"Dengan tujuan untuk menciptakan sebesar-besar kemakmuran rakyat, dan tentu harus menghadirkan keadilan bagi rakyat pemilik dan atau pengelola lahan," sambung dia.

Sikap ketiga PBNU yaitu mendorong agar pemerintah segera memperbaiki pola komunikasi dan segera menghadirkan solusi penyelesaian persoalan Rempang. Juga memastikan agar kelompok yang lemah dipenuh hak-haknya dan diberikan afirmasi serta fasilitas.

"Keempat, PBNU mendorong pemerintah pusat dan daerah untuk lebih meyakinkan masyarakat mengenai pentingnya proyek strategis nasional dan kemaslahatannya bagi masyarakat umum, serta memastikan tidak adanya perampasan hak-hak serta potensi kerusakan lingkungan hidup dan sumber daya alam," tutur Gus Yahya.

PBNU menyatakan sikap selalu mengawal perjuangan rakyat mendapatkan keadilan dengan cara sesuai kaidah hukum dan konstitusi.

"Selanjutnya, PBNU juga mengimbau kepada masyarakat Rempang agar menenangkan diri dengan memperbanyak zikir serta taqarrub kepada Allah, serta tetap memelihara sikap husnuzan terhadap pemerintah dan aparat keamanan," pungkas Gus Yahya.

Sebelumnya, bentrokan terjadi antara warga Pulau Rempang, Batam, Kepulauan Riau dengan tim gabungan aparat penegak hukum pada Kamis (7/9/2023).

Bentrokan ini terjadi karena warga menolak pengembangan kawasan ekonomi Rempang Eco City di lokasi tersebut.

Petugas gabungan mendatangi lokasi pukul 10.00 WIB, sementara ratusan warga memblokir jalan mulai dari Jembatan 4.

Warga menolak masuknya tim gabungan yang hendak mengukur lahan dan memasang patok di Pulau Rempang.

Pemblokiran kemudian dilakukan dengan membakar sejumlah ban dan merobohkan pohon di akses jalan masuk menuju kawasan Rempang.

(Wartakotalive.com/Kompas.com)

Sumber: Warta Kota
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved