Berita Jakarta

Taman Ismail Marzuki akan Jadi Etalase Seni, Dewan Kesenian Jakarta: Hindari Komersialisasi

Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) menyebut agar TIM bisa menjadi barometer kesenian nasional perlu menghindari adanya komersialisasi.

Warta Kota/Nuri Yatul Hikmah
Salah satu sudut di Taman Ismail Marzuki (TIM), Minggu (23/10/2022) 

WARTAKOTALIVE.COM JAKARTA -- Usai direvitalisasi, Taman Ismail Marzuki /TIM diharapkan menjadi tempat bagi para pelaku seni untuk mendukung segala aktivitas, baik pertunjukan hingga proses berkarya.

Dengan begitu, TIM akan menjadi laboratorium, etalase dan barometer kesenian nasional.

Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) menyebut agar TIM bisa menjadi barometer kesenian nasional perlu menghindari adanya komersialisasi.

Anggota DKJ 2023-2026, Aquino Hayunta mengatakan jika komersialisasi berarti membatasi pihak yang mampu untuk tampil dan hadir di TIM yaitu hanya pihak-pihak yang mampu membayar saja. 

“Perlu ada keterbukaan ruang terhadap pihak-pihak yang kreatif dan selalu punya ide segar terkait seni. Namun, mereka ini tidak mampu membayar untuk sewa ruangan. Tentu kepada mereka ini perlu ada subsidi,” ucap Quin saat dihubungi Wartakotalive.com, Jumat (11/8/2023).

Baca juga: Yuk Ramaikan Pekan Astronomi di Taman Ismail Marzuki Terbuka untuk TK hingga SMA

Dengan peran TIM sebagai barometer kesenian nasional, karya seni yang akan tampil baik musik, teater hingga seni rupa harus dikurasi terlebih dahulu.

“Selain itu juga, pemberian subsidi ini perlu ada kurasi, supaya benar bisa memfasilitasi ekspresi seni yang sifatnya dapat mengembangkan lanskap seni dan bukan berbasis pada kedekatan personal. Misalnya atau hanya kepada jejaring yang itu-itu saja,” jelas pria yang merupakan Anggota Koalisi Seni Indonesia itu.

Menurutnya, kurasi yang baik memastikan yakni kemajuan kebudayaan menjadi barometer tata kelola pusat seni yang berlokasi di Cikini, Menteng, Jakarta Pusat itu.

“Tentu logis jika pengelola TIM mencari pemasukan untuk perawatan TIM itu sendiri, dan saya yakin hal ini bisa dikelola dan berjalan berdampingan dengan tujuan pengembangan kesenian tanpa terbentur satu sama lain,” ungkap dia.

Dia menyebut dari seni adalah ekspresi, sehingga harapannya, TIM bisa menjadi wadah untuk mengembangkan ekspresi seni yang beragam tersebut.

Baca juga: Sejarah Jakarta: Taman Ismail Marzuki Dulu Tempat Balap Anjing Kini Lokasi Wisata dan Ruang Seniman

“Ekspresi-ekspresi seni yang sudah memperoleh pengakuan tingkat nasional dan internasional seperti Jakarta Bienalle, Djakarta International Theater Platform, Indonesian Dance Festival, Festival Teater Jakarta dan lain-lain tetap terjamin penyelenggaraannya, sebagai barometer seni di Jakarta dan Indonesia,” jelas Quin.

Untuk itu, kata dia, pengelola TIM perlu percaya kepada para pegiat seni untuk mengelola kegiatan kesenian di TIM.

“Sebaliknya, ada komunikasi yang baik dari seniman kepada pengelola. Keduanya adalah mitra yang sejajar,” tambahnya.

Menurut Quin, di sisi lain memang perlu ada demokratisasi ruang publik seperti TIM, minat masyarakat terhadap TIM makin besar, bukan hanya dari seniman saja.

Tetapi juga dari anak muda dan kelompok lainnya.

“Semua minat ini bisa dikelola dengan baik sehingga TIM menampung kegiatan yang lebih luas lagi,” tutup dia. (m27)

 

Baca Wartakotalive.com berita lainnya di Google News

Sumber: Warta Kota
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved