LGBT

Satpol PP Dharmasraya Pecat Anggota Tanpa Pesangon karena Diduga LGBT, Aktivis HAM Bereaksi

RYP, Satpol PP Dharmasraya, Sumatra Barat, bernasib apes. Gara-gara gandengan dengan rekan sesama perempuan malah dipecat, dianggap LGBT.

Editor: Valentino Verry
istimewa
Ilustrasi - Satpol PP perempuan di Dharmasraya, Sumatra Barat, dipecat karena sesama perempuan saling rangkulan, dan mereka dianggap LGBT. Dalam pemecatan itu Satpol PP berinisial RYP tak dapat pesangon. 

Sebelum ada kasus ini pun, Hartoyo mengatakan komunitas-komunitas LGBT telah diliputi kekhawatiran dan ketakutan terhadap ancaman diskriminasi dan persekusi.

“Kalau ini dilakukan oleh pasangan heteroseksual belum tentu dipecat, paling-paling diberi peringatan. Cara pandang Kepala Satpol PP itu diskriminatif karena menganggap orientasi seksual ini menyimpang,” kata Hartoyo.

“Kejahatan apa memangnya yang mereka lakukan? Kok kesannya kayak membakar rumah orang, kayak mencuri uang orang miliaran rupiah. Memang LGBT enggak boleh kerja? Dasar aturannya apa?” sambungnya.

Hartoyo menilai aparat negara “tidak berhak” mencampuri urusan orientasi seksual individu.

Bukan kasus pemecatan pertama

Pemecatan dengan alasan LGBT bukan kali pertama terjadi di Dharmasraya, dan umumnya menempatkan korban dalam posisi tak berdaya.

Pada 2018, soerang polisi di Polda Jawa Tengah, Brigadir T diberhentikan secara tidak hormat karena alasan yang sama.

Brigadir T menggugat pemecatannya ke Pengadilan Usaha Tata Negara (PTUN) Semarang, namun gugatannya ditolak.

Dia kemudian mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Surabaya yang juga memperkuat putusan pengadilan sebelumnya.

Upaya kasasi juga telah dilayangkan ke Mahkamah Agung (MA), namun MA justru mengesahkan dan menyetujui pemecatannya.

“Itu mencerminkan bahwa kualitas peradilan di Indonesia ini mengecewakan, terutama bagi kalangan minoritas,” kata Andreas.

Kasus serupa pun terus berulang. Pada 2020, setidaknya 15 anggota TNI dan Polri dipecat karena disangka “berperilaku homoseksual” dan juga telah menuai kecaman dari para pegiat HAM.

Tidak ada data yang merinci secara spesifik berapa banyak kasus pemecatan serupa terjadi di Indonesia.

Namun Human Rights Watch pada 2017 mencatat ada lebih dari 2.000 kasus persekusi dan diskriminasi yang menimpa komunitas LGBT, di antaranya termasuk pemecatan.

Penafsiran Subjektif 

Halaman
1234
Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved