Polisi Tembak Polisi

Ayah Bripda Ignatius: Sebelum Tewas Ditembak Anak Saya Didatangi 3 Seniornya Ajak Bisnis Senpi

Ayah Bripda Ignatius menyebut sebelum anaknya ditembak didatangi 3 seniornya dan diajak bisnis senpi ilegal

Istimewa
Bripda IDF anggota polisi yang dilaporkan tewas usai tertembak senjata api oleh rekan seniornya, pada Minggu (23/7) dini hari. Ayah Bripda Ignatius menyebut sebelum anaknya ditembak didatangi 3 seniornya dan diajak bisnis senpi ilegal. Diduga karena Bripda Ignatius menolak, ia ditembak seniornya. 

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA -- Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri menegaskan tidak ada pertengkaran dalam insiden tewasnya Bripda Ignatius Dwi Frisco Sirage alias Bripda IDF di Rusun Polri Cikeas, Gunung Putri, Bogor, Jawa Barat.

Peristiwa itu disebut akibat kelalaian dari rekan senior Bripda Ignatius, sesama anggota Densus 88.

Seniornya tersebut sedang mengeluarkan senjata api dari dalam tas. Namun, senjata api itu meletus hingga akhirnya menembak Bripda Ignatius.

Polri telah menetapkan Bripda IMS dan Bripka IG sebagai tersangka dalam insiden itu.

Meski begitu, keluarga merasa sangat meragukan bahwa tewasnya Bripda Ignatius hanya karena sebuah kelalaian.

Ayah Bripda Iganatius, Pandi, menyebutkan dari informasi yang didapatnya saat berada di Jakarta diketahui bahwa sebelum tewas tertembak di Rusun Polri Cikeas, Gunung Putri, Bogor, Jawa Barat, Bripda Ignatius Dwi Frisco Sirage atau Bripda IDF ternyata didatangi oleh tiga seniornya.

Baca juga: Ingin Kejelasan, Polri Periksa CCTV di Rusun Polri Cikeas Terkait Penembakan Bripda Ignatius

Hal tersebut disampaikan oleh ayah Bripda Iganatius, Pandi dalam tayangan di Kompas TV, Kamis (27/7/2023).

Pandi dengan tegas mengatakan pada Minggu (23/7/2023) pukul 01.40 WIB, Bripda Ignatius didatangi oleh tiga orang seniornya, bukan dua seperti informasi Polri.

Sekedar informasi dalam kematian Bripda Ignatius, polisi mengamankan dua orang, yakni Bripda IMS dan Bripka IG.

"Dari tim Densus 88 mereka mengatakan awalnya anak saya didatangi oleh seniornya," ujar Pandi.

"Yang berjumlah tiga orang, saya enggak tahu kenapa jadi dua orang," ujarnya.

Pandi kemudian membeberkan tujuan tiga senior Bripda Ignatius di Densus 88 tersebut mendatangi kamar anaknya.

Ia menyebut ketiganya diduga menawarkan Bripda Ignatius untuk ikut dalam bisnis senjata api. 

Baca juga: Kode Tirai Biru Penyebab Alasan Kelalaian Polisi Tembak Mati Polisi di Bogor Meragukan

Namun kala itu karena mengetahui bisnis senjata api tersebut ilegal, Bripda Ignatius kemudian menolaknya.

Karenanya terjadi cekcok yang berujung Bripda Ignatius tewas tertembak.

"Ketiga pelaku ini datangi kamar anak saya," ucap Pandi.

"Mereka diduga ada urusan bisnis senjata api, anak saya mungkin ditawari anak saya mungkin menolak, karena tahu itu barang ilegal. Yang terjadi disitu mungkin jadi cekcok," kata Pandi.

"Nah akibatnya anak saya jadi korban," ujarnya.

Pandi menjelaskan akibat tembakan senjata api tersebut, leher anaknya tertembak peluru.

Peluru tersebut lalu menebus ke telinga Bripda Ignatius.

"Tidak lama kemudian si pelaku mengambil senpi di tasnya dan meledak lalu mengenai leher anak saya lalu tembus ke telinga, lalu tembus ke dinding lagi,"

Pandi menegaskan selama ini anaknya tidak pernah bercerita soal bisnis senajata api.

Ia mengaku mengetahui kabar soal bisnis senjata api berdasarkan keterangan Penyidik Densus 88 saat di Jakarta.

Baca juga: Polisi Tembak Mati Polisi di Bogor, Mabes Polri Sebut Kelalaian, Keluarga Tak Percaya

"Anak saya tidak pernah cerita soal senpi, tapi dari keterangan penyidik Densus 88 pada saat kami di jakarata," kata Pandi.

Bripda Ignatius kini sudah dimakamkan di kampung halamannya, di Melawi, Kalimantan Barat.

Kode Tirai Biru.

Menanggapi hal ini Pakar Psikologi Forensik yang juga Peneliti ASA Indonesia Institute, Reza Indragiri Amriel, mengatakan bagaimana dan seperti apa kelalaian yang dimaksud Polri sebagai penyebab tewasnya Brigadir Ignatius.

Menurutnya sangat wajar jika keluarga mempertanyakan dan meragukan keterangan polisi bahwa tewasnya Bripda Ignatius hanya akibat kelalaian.

"Pertanyaan ini muncul karena di organisasi kepolisian kerap dikenal Blue Curtain Code, Kode Tirai Biru. Ini kecenderungan untuk menutup-nutupi kesalahan korps," kata Reza kepada Wartakotalive.com, Kamis (27/7/2023).

"Temuan tentang 'kode senyap' ini kontras dengan pernyataan polisi yang akan selalu transparan dan objektif dalam pengungkapan kasus," tambah Reza.

Apalagi, kata dia, baru setahun lalu masyarakat pening sekaligus ngeri membayangkan Sambo.

"Potret kekejaman senior terhadap yunior. Juga sempat ditutup-tutupi. Setelah diserbu keluarga mendiang Joshua dan warganet, barulah transparansi dan objektif dilakukan serius. Kode Tirai Biru disibak," kata Reza.

Menurut Reza, kalau prasangka keluarga korban sangat tinggi, ditambah lagi skeptisisme masif warganet, ia menyarankan membentuk tim investigasi yang melibatkan pihak eksternal Polri.

"Bagaimana dengan Kompolnas? Jangan dululah. Dulu Kompolnas juga yang tersandung, latah, mengiyakan 'investigasi' Polres Jaksel bahwa Joshua tewas dalam baku tembak," ujar Reza.

Baca juga: Bripda Ignatius Diduga Ditembak Seniornya di Densus 88, Hotman Paris Siap Bantu Keluarga Korban

Ini berarti, kata Reza bisa boros investigasinya karena melibatkan unsur eksternal.

"Ya, apa boleh buat. Ini contoh harga mahal yang terpaksa harus Polri bayar akibat krisis kepercayaan publik," katanya.

Reza menjelaskan di negara Barat, sudah sering warga menggugat polisi atas police misconduct.

"Kelalaian pun bisa menjadi materi gugatan. Demi menghindari proses hukum, polisi biasanya pilih memberikan kompensasi langsung ke keluarga korban," katanya.

"Siapa yang digugat? Oknum yang melakukan kelalaian ataukah institusi kepolisiannya? Tergantung bentuk kelalaiannya. Karena itulah saya tadi berpesan: jelaskan bagaimana bentuk kelalaiannya," ungkap Reza.

Sebelumnya Juru Bicara Densus 88 Antiteror Polri, Kombes Aswin Siregar, menegaskan, tidak ada pertengkaran dalam insiden tewasnya Bripda Ignatius Dwi Frisco Sirage.

Beredar kabar Bripda Ignatius tewas diduga ditembak karena sempat bertikai dengan seniornya.

"Tidak benar ada penembakan. Tidak ada (pertengkaran)," ujar Juru Bicara Densus 88 Antiteror Polri, Kombes Aswin Siregar, dalam keterangannya, Kamis (27/7/2023).

Menurut dia, peristiwa itu akibat kelalaian dari rekan seniornya sesama anggota Densus 88.

Seniornya tersebut sedang mengeluarkan senjata api dari dalam tas.

Namun, senjata api itu meletus hingga akhirnya menembak Bripda Ignatius.

"Peristiwanya adalah kelalaian, pada saat mengeluarkan senjata dari tas, sehingga senjata meletus dan mengenai anggota lain di depannya," tuturnya.

Senjata api yang meletus itu, tambah Aswin, milik Bripda IMS.

Ia mengatakan, kasus dugaan kelalaian yang menyebabkan Bripda Ignatius tewas sedang ditangani tim gabungan Densus 88 dan Polres Bogor.

"Nanti penyidik Polres dan Densus akan mengupdate perkembangannya," kata dia.

Kini, Polri telah menetapkan Bripda IMS dan Bripka IG sebagai tersangka dalam insiden itu.

Periksa CCTV

Sementara itu Karo Penmas Divisi Humas Polri, Brigjen Ahmad Ramadhan mengatakan pihaknya akan memeriksa rekaman CCTV di sekitar Rusun Polri Cikeas, Gunung Putri, Bogor, Jawa Barat, untuk mengetahui secara pasti kronologi kematian Bripda Ignatius Dwi Frisco Sirage.

"Saat ini, penyidik sedang mendalami mengumpulkan bukti-bukti di TKP, menganalisa, salah satunya menganalisa CCTV," ujarnya, Kamis (27/7/2023).

Namun, Ramadhan tidak mengungkapkan lebih lanjut perihal kasus tersebut.

Jenderal bintang satu itu hanya mengatakan kasus tersebut masih didalami Polres Bogor dan Bareskrim Polri.

Sebelumnya Ramadhan mengatakan peristiwa tertembaknya Bripda Ignatius terjadi di Rusun Polri Cikeas, Gunung Putri, Bogor, Jawa Barat pada 23 Juli 2023 pukul 01.40 WIB.

"Telah terjadi peristiwa Tindak Pidana karena kelalaian mengakibatkan matinya orang, yaitu Bripda IDF," kata dia.

Baca juga: Densus 88 Ngotot Tewasnya Bripda Ignatius Dwi Frisco Sirage Bukan karena Bertengkar dengan Seniornya

Dua polisi, ujar Ramadhan, telah diamankan untuk dilakukan penyelidikan dan penyidikan terkait peristiwa tersebut.

"Terhadap Tersangka yaitu Saudara Bripda IMS dan Saudara Bripka IG telah diamankan untuk dilakukan penyelidikan dan penyidikan terkait peristiwa tersebut," tuturnya.

Saat ini, kasus itu ditangani oleh Tim Gabungan Propam dan Reskrim untuk mengetahui pelanggaran disiplin, kode etik ataupun pidana yang dilakukan oleh pelaku.

"Yang pasti, Polri tidak akan memberikan toleransi kepada oknum yang melanggar ketentuan atau perundangan yang berlaku," ucapnya.

Hasil Otopsi

Sementara itu Kepala Rumah Sakit (Karumkit) Polri Kramat Jati Brigjen Hariyanto mengatakan hasil otopsi jenazah anggota Densus 88 antiteror Polri Bripda Ignatius yang ditembak rekannya sendiri terdapat luka tembak di telinga kanan hingga telinga kiri. 

Otopsi, katanya selesai dilakukan pada Selasa (25/7/2023) lalu setelah korban dinyatakan meninggal dunia.

"Iya ada otopsi kasus perlukaan letusan senja api (luka tembak) anggota Polri. Permintaan otopsi dari Polres Bogor," kata Brigjen Hariyanto saat dihubungi, Kamis (27/7/2023).

Hariyanto mengatakan saat melakukan otopsi, pihaknya menemukan adanya satu luka tembak di bagian belakang telinga kanan sampai kiri Bripda Ignatius.

Dia memastikan tidak ada lagi luka lain di tubuh Brigadir Ignatius dan hanya ada satu luka tembak saja.

"Satu (luka tembak). Di bagian belakang telinga kanan sampai belakang telinga kiri. Tak ada (luka lain)," ungkapnya.

Menurut Hariyanto jenazah Bripda Ignatius sudah dikembalikan ke pihak keluarga di Pontianak, Kalimantan Barat setelah selesai dilakukan otopsi.

Untuk informasi, Insiden tewasnya Bripda Ignatius terjadi di Rumah Susun (Rusun) Polri, Cikeas, Bogor, Jawa Barat pada Minggu (23/7/2023).

Sebagian artikel ini telah tayang di TribunJakarta.com 

Baca berita Wartakotalive.com lainnya di Google News

 

Sumber: Tribun Jakarta
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved