Berita Daerah

Bantahan Kejari Pandeglang Intimidasi Korban Rudapaksa hingga Mengusir dari Persidangan

Viral di twitter hastag Pandeglang, hal ini terkait dengan Kepala Kejari Pandeglang soal pelaporan kasus perkosaan

Twitter
Kejari Pandeglang Helena Octavianne 

WARTAKOTALIVE.COM - Viral di twitter hastag Pandeglang, hal ini terkait dengan Kepala Kejari Pandeglang soal pelaporan kasus perkosaan 

Beredar bahwa Kejari Pandeglang Helena Octavianne menyuruh korban untuk tidak usah didampingi pengacara saat dalam pengadilan.

Kepala Kejari Pandeglang, Helena Octavianne membantah terkait cuitan di Twitter yang menyatakan bahwa Kejari Pandeglang melakukan intimidasi pada korban dan keluarganya saat melakukan konsultasi di Posko Akses Keadilan Perempuan dan Anak.

Helena membeberkan, pada saat itu korban dan kedua kakaknya datang ke posko untuk melaporkan terkait pemerkosaan yang dialami korban.

Dirinya mengaku mempersilakan korban untuk melaporkan kejadian tersebut ke Polda Banten dan sempat mempertanyakan terkait visum lantaran kejadian tersebut sudah terjadi sekitar 3 tahun lalu.

Baca juga: Wanita Diperkosa dan Videonya Jadi Bahan Ancaman Pelaku, Keluarga Korban Diintimidasi Oknum Jaksa

“Pada Senin sesudah sidang korban datang ke kejaksaan. Posko akses keadilan kejari. Ngobrol disitu maksud abangnya ingin melaporkan pemerkosaan, kami tahunya kasus ITE, berkas di Polda dan Kejati.
Visum perkara 3 tahun lalu,” bantah Helena saat melakukan zoom meeting bersama Kajati Banten, Senin (26/6/2023) dikutip dari BantenNews.

Helena juga membantah terkait melarang keluarga korban menggunakan pengacara dan mengusir keluarga dan pengacara saat mengikuti sidang.

Kata dia, sidang yang diikuti korban merupakan sidang tertutup dan kewenangan tersebut berada di hakim.

“Kami tidak pernah melarang kami hanya menyatakan bahwa jaksa mewakili korban sehingga yang memakai pengacara adalah terdakwa. Persidangan tertutup dan nggak pernah mengusir, tetap hakim di pengadilan yang mempunyai kewenangan,” tegasnya.

Terakhir, Helena juga membantah ada jaksa yang mengajak korban bertemu di luar rumah.

Sebab, pada saat korban menghubunginya yang menyatakan ada jaksa D mengajak ketemuan di luar yang dimaksud oleh korban sedang berada persis disampingnya.

“Korban menghubungi saya katanya ada jaksa Desi menghubungi korban padahal Bu Desi lagi sama saya bersama Kasi dan Kasubag bin, ada apa ya. Saya cek nomor tersebut dan yang keluar itu namanya Ira apa Ina gitu, mungkin dihack atau ada apa.

Saya bilang ini Bu Desi ada di dekat saya dan korban bersama Bu Desi langsung ngomong. Jadi mohon maaf kami tidak ada intimidasi dan kami di Posko akses Keadilan Perempuan dan Anak memberikan souvernir boneka sama korban,” tutupnya.

Baca juga: Wanita Diperkosa, Pelaku Paksa Jadi Pacar Dengan Ancaman Video Revenge Porn, 3 Tahun Alami Siksaan

Kronologi pelaporan 

Penelusuran Wartakotalive.com dari akun twitter Iman Zanatul Haeri menceritakan kronologi pelaporan yang dialami adiknya. 

Pada 13 Juni 2023, Pukul 15.00 WIB saya mengantar korban (adik saya) ke Kejaksan karena Kejari pandeglang memiliki program Posko Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA). (kok tega mereka memposting wajah korban di ig nya. setelah saya protes baru dihapus. Jejak masih ada)

Kami melapor dan disambut oleh Jaksa D di posko PPA Kejaksaan. Kami sempat mengobrol ringan, dan ia menceritakan bahwa ia memiliki adik (perempuan) bernama SI kuliah di jurusan dan kampus yang sama. Adik saya mengkonfirmasi mengenal SI adik jaksa D.

Saat itu kami melaporkan semua proses persidangan yang ganjil. Misal, alat bukti yang dihadirkan berbeda. Adik saya tahu mana handphone yang (saat itu) dipakai pelaku untuk menyebarkan revenge porn.

Yang paling krusial, yaitu alat bukti utama video asusila justru tidak dihadirkan oleh jaksa penuntut. Alasannya laptop tidak support. Artinya majelis hakim tidak melihat alat bukti utama tersebut . Trus apa yang disidangkan?

Saat melapor ke posko PPA, tiba-tiba datang Jaksa Penuntut (yang kami laporkan), datang ke ruangan pengaduan. Jaksa tersebut langsung memarahi saya dan korban.

Alasanny, karena kami memakai pengacara. Saat itu datang pula ibu Kejari Pandeglang ibu H, yg justru menambahkan "ngapain pake pengacara, kan gak guna? cuma duduk-duduk aja kan?"

Saat itu justru ibu Kejari Pandeglang mendemotivasi kami dengan menyatakan bahwa kekerasan seksual dan pemerkosaan kasus ini tidak bisa dibuktikan karena tidak ada visum. Saat itu saya segera mengajak adik saya pergi karena ini bukan lagi posko PPA.

Posko PPA Kejari Pandeglang justru berubah menjadi posko reproduksi kekerasan kepada korban kekerasan Perempuan dan Anak. Ada lagi intimidasi dari orang yang mengaku "pihak kejaksaan" setelah kami melapor ke Posko PPA Kejari Pandeglang.

Sebagai kakak, saya tdk bs hidup tenang jika ada orang yang menjambak rambut adik perempuan kami, menyeret ditangga yang lancip, mengancamnya, memperkosanya dan memukulinya.

Kami ingin merasakan apa yang dirasakan oleh adik kami. Saya pastikan orang seperti ini tidak layak hidup dalam masyarakat. Oleh karena itu kami berharap keadilan pada negara. itupun kalau ada.

saat kami pulang melapor ke PPA Kejari Pandeglang, adik saya di dm IG oleh akun SI yg merupakan adik jaksa D. Meminta nomor tlp korban (adik kami) dgn alasan nomor yang ditulis di buku tamu kejaksaan sprtny salah. korban (adik kami) memberikan no hpnya.

Rabu, 14 Juni 2023 Diantar oleh paman kami ke Kejati Banten untuk berkonsultasi atas proses peradilan. Di jalan, adik saya dihubungi oleh orang yang mengaku Jaksa D. Kemudian menghubungi lewat tlpn.

Dalam obrolan selama 10 menit melalui telepon, orang yang mengaku sebagai Jaksa D menceritakan kembali obrolan yang pada saat itu dibahas di posko pengaduan Perempuan dan Anak Kejari Pandeglang.

Isi obrolan tersebut tentu hanya diketahui oleh Jaksa penuntut kasus saya ibu Nanindya Nataningrum (dengan Perkara Nomor 71/Pid.Sus/2923/PN Pdl atas nama terdakwa Alwi Husen Maolana Bin Anwari Husnira), Ibu Kejari Helena dan kedua Kakak korban (Iman Zanatul Haeri dan RK).

Orang yang mengaku Jaksa D beralasan bahwa korban (adik kami) salah menuliskan nomor telepon saya di buku tamu Posko PPA Kejaksaan Pandeglang.

Orang yang mengaku Jaksa D mengaku menghubungi adiknya untuk menghubungi adik saya agar dapat meminta nomor sy Ia pun mnceritakan bahwa ia diperintahkan bu kejari u/ mndampingi saya krn Bu kejari yaitu ibu Helena merasa empati mndengar cerita sy pd saat di posko.

Orang yang mengaku) Jaksa D sempat meminta share loc (berbagi lokasi) kediaman/rumah kakak saya. Ketika ditanyakan apakah korban (adik kami) boleh didampingi oleh keluarga/orang dekat/pengacara? Jaksa D menolaknya. 

Ia beralasan bahwa ini adalah pertemuan personal saja, bahwa sebaiknya berdua saja tanpa didampingi siapapun.

Menurut Jaksa D, adik kami hanya akan ngobrol santai seperti teman. Orang yang mengaku Jaksa D tersebut meminta untuk tidak bercerita atas pertemuan ini kepada orang lain. Selain itu ia meminta agar pertemuannya dilaksanakan di cafe yang memiliki fasilitas live music.

Orang yang mengaku Jaksa D kemudian meminta bertemu dengan korban (adik kami) pada pukul 19.00 WIB. korban (adik kami) menceritakan ajakan untuk bertemu Jaksa D pada paman. Kemudian kami melakukan konfirmasi kepada ibu Kejari Pandeglang yang bernama H.

korban (adik kami) mengirim pesan Whatsapp kepada ibu Kejari Helena apakah benar Jaksa D meminta bertemu sesuai arahan dari ibu Kejari. Ibu Helena menepis bahwa beliau tidak memberikan arahan untuk bertemu korban (adik kami) pada hari tersebut.

Kenapa para Jaksa ini seperti mencoba menarik keluar adik kami dari savehouse? Kenapa harus bertemu tanpa pendampingan di cafe live music?

Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved