Pemilu 2024

Bawalsu RI: Perempuan Harus Terlibat Aktif dalam Pemilu, Bukan Hanya Penonton

Lolly mengajak kepada seluruh masyarakat atau organisasi yang belum memiliki badan hukum bisa mendaftar sebagai pemantau pemilu di Bawaslu.

Istimewa
Anggota Bawaslu Lolly Suhenty 

Laporan wartawan wartakotalive.com, Yolanda Putri Dewanti

WARTAKOTALIVE.COM JAKARTA -- Perempuan harus dilibatkan dalam setiap tahapan Pemilu.

Baik sebagai penyelenggara, pemantau maupun peserta Pemilu.

Pasalnya, menurut Anggota Bawaslu Lolly Suhenty perempuan dan laki-laki memiliki hak yang sama dalam kontestasi.

"Perempuan harus terlibat lebih dalam. Jangan hanya menjadi penonton atau hanya menyalurkan hak suaranya saja," jelas Lolly melalui keterangan tertulisnya dikutip Minggu, (16/4/2023).

Lolly menilai, keterlibatan pemantau perempuan dalam pesta demokrasi masih kurang.

Baca juga: Bawaslu RI Sebut Bulan Suci Ramadan Rawan Pelanggaran Kampanye, Tapi Sanksinya Cuma Administrasi

Terlihat dari jumlah partisipasi pemantau yang belum banyak.

Maka ia mengajak kepada seluruh masyarakat atau organisasi yang belum memiliki badan hukum bisa mendaftar sebagai pemantau pemilu di Bawaslu.

"Silakan mendaftar. Bisa dengan surat keterangan dari pemerintah setempat. Semakin banyak yang mendaftar akan semakin baik kualitas pengawasan saat pemilihan. Mari bergabung dengan kami," ungkap dia.

Lolly menambahkan, meski bertema khataman, bukan berarti rangkaian kegiatan pengawasan telah usai.

Pasca Idulfitri, forum warga pengawasan partisipatif tetap berjalan seperti biasa, mengajak masyarakat untuk aktif terlibat melakukan pengawasan bersama Bawaslu.

"Forum warga akan terus bergulir. Ini sebagai salah satu upaya Bawaslu agar koneksi dengan masyarakat terus nyambung. Tidak putus atau dimulai saat mendekati pemungutan suara saja," tutup dia. 

Bahaya politik identitas

Sebelumnya, Bawaslu membeberkan bahaya politisasi identitas dalam pemilu.

Anggota Bawaslu Herwyn JH Malonda menyebut bahaya politisasi identitas yang dimaksud seperti adanya kekerasan atau kerusuhan berbasis SARA (suku, agama, ras, dan antargolongan).

Selain itu, kata dia, adanya penolakan terhadap calon berlatarbelakang etnis, suku, dan agama tertentu.

"Ini adalah beberapa indikator bahayanya politik identitas dan sering terjadi pada saat kampanye oleh peserta pemilu," ucapnya melalui keterangan tertulisnya, Selasa (4/4/2023).

Baca juga: Bawaslu RI tak Kendur Awasi Netralitas ASN di Pemilu 2024, Bangun Sinergi dengan Elemen Pemerintah

Baca juga: Bawaslu DKI Menerima 3 Permohonan Bacalon DPD Penyelesaian Sengketa Proses Pemilu

Baca juga: Herwyn JH Malonda: Bawaslu RI Tidak Bisa Bekerja Sendiri Awasi Pemilu 2024

Untuk menangani hal itu, pihaknya memiliki beberapa strategi pengawasan dengan metode gotong-royong baik dengan pihak pemerintah, masyarakat, dan berbagai pihak lainnya.

Alasannya, ungkap Herwyn, Bawaslu tidak bisa sendiri dalam melakukan kerja-kerja pengawasan.

Dia menyebutkan beberapa strategi Bawaslu dalam melakukan pengawasan gotong politik SARA. 

"Misalnya mengoptimalkan sosialisasi, penyediaan Informasi publik dan pendidikan politik kepada masyarakat, tim kampanye, relawan serta pasangan calon,"

"Baik melalui kegiatan koordinasi maupun menggunakan media massa baik cetak, elektronik maupun media sosial," ucap dia.

"Itu beberapa pelaksanaan gotong-royong pengawasan politik SARA dalam Pemilu," imbuhnya.

Hingga kini, pihaknya telah menjalin kerja sama dengan berbagai pihak guna mewujudkan pemilu yang jujur dan berintegritas, seperti bekerja sama dengan BNPT.

Dalam hal masyarakat dia menambahkan, Bawaslu juga telah melakukan pendidikan tidak hanya soal pengawasan pemilu, tapi juga pencegahan.

"Oleh karena itu, harapan Bawaslu, semua pihak dapat membantu melakukan kerja pengawasan," tutup dia.

Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved