Kasus Narkoba

Bandingkan dengan Kasus Ferdy Sambo, Mudzakkir Anggap Wajar Teddy Minahasa Dituntut Hukuman Mati

Hukuman yang dijatuhkan kepada Teddy sangatlah layak jika dibandingkan Ferdy Sambo yang tersandung kasus pembunuhan.

Penulis: Nuri Yatul Hikmah | Editor: Feryanto Hadi
Tangkapan video youtube kompastv
ILUSTRASI: Tim penasihat hukum Irjen Pol Teddy Minahasa menghadirkan saksi ahli digital forensik, Ruby Alamsyah untuk menguak cara pengambilan alat bukti elektronik yang benar dan sah dalam kasus narkoba eks Kapolda Sumatera Barat itu. Ruby dihadirkan dalam sidang lanjutan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Barat, Senin (13/3/2023). 

Laporan Wartawan Wartakotalive.com, Nuri Yatul Hikmah

WARTAKOTALIVE.COM, PALMERAH — Putusan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menjatuhkan pidana mati kepada Irjen Pol Teddy Minahasa atas kasus narkoba yang tengah menjeratnya, dimaknai ahli pidana dari Universitas Islam Indonesia (UII) Mudzakkir sebagai hal yang wajar.

Menurutnya, hukuman yang dijatuhkan kepada Teddy sangatlah layak jika dibandingkan Ferdy Sambo yang tersandung kasus pembunuhan.

Pasalnya, kata Mudzakkir, keduanya pada akhirnya sama-sama mematikan orang lain. 

Bahkan, dalam kasus peredaran narkotika jenis sabu yang dilakukan Teddy, bisa membunuh lebih banyak orang. 

Oleh karenanya, JPU langsung menuntut Teddy dengan pidana mati, tidak seperti Ferdy Sambo yang dituntut seumur hidup terlebih dahulu.

"Ya kalau misalnya Ferdy Sambo itu jelas mematikan satu orang, tapi ingat kalau ditanya kasusnya pak Teddy itu, membunuh berapa orang," ujar Mudzakkir saat dihubungi wartawan, Jumat (31/3/2023).

Baca juga: Teddy Minahasa Dituntut Hukuman Mati, Hotman Paris Punya Strategi Agar Dakwaan Batal demi Hukum

Mudzakkir lugas menyebut bahwa secara tidak langsung, Teddy juga telah membunuh banyak orang dan menimbulkan efek berkelanjutan setelahnya.

"Jadi dua-duanya ya pembunuhan itu, penembakan itu mematikan, tapi menggunakan narkoba itu bukan hanya mati, tapi menghabiskan dananya dan seterusnya, ujungnya mati juga," tandasnya.

Hal memberatkan Teddy

Eks Kapolda Sumatera Barat, Irjen Pol Teddy Minahasa dituntut hukuman mati oleh Jaksa penuntut umum (JPU) di muka sidang Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Barat, Kamis (30/3/2023). 

Tuntutan itu dijatuhkan, sebab Jaksa menyimpulkan bahwa apa yang dilakukan sang jenderal bintang dua itu dianggap sebagai serious crime atau kejahatan serius.

"Terdakwa melakukan perbuatan tanpa hak maupun perbuatan melawan hukum saat melaksanakan rangkaian kejahatan narkotika yang dipandang sebagai kejahatan sangat serius atau serious crime," ujar Jaksa saat membacakan amar tuntutan, Kamis.

Peredaran narkotika itu dilakukan Teddy bersama terdakwa lainnya, yakni AKBP Dody Prawiranegara dan Linda Pujiastuti menggunakan modus operandi yang canggih, di mana para pelaku tidak mesti bertemu fisik.

Hal itu sejalan dengan pendapat ahli pidana yakni Eva Achjani Zulfa saat memberikan pendapatnya di persidangan lalu.

Baca juga: Teddy Minahasa Dituntut Hukuman Mati, Hotman Paris Punya Strategi Agar Dakwaan Batal demi Hukum

"Memungkinkan terdakwa dan para pelaku lainnya tidak saling bersentuhan atau tidak bertemu secara fisik karena berada pada lokus yang berbeda," jelas Jaksa. 

Jaksa menganggap, Teddy dan para anak buahnya juga menggunakan bahasa sandi melalui percakapan WhatsApp yang hanya dipahami oleh para terdakwa. 

"Seperti kata sandi sembako, invoice, galon, cari lawan, mainkan saja, dan singgalang satu," kata Jaksa.

Sehingga, lanjut Jaksa, rangkaian perbuatan yang dilakukan Teddy merupakan kejahatan yang sangat serius.

Jaksa melanjutkan, rentetan kejahatan serius itu bermula ketika Teddy Minahasa masuk dan berkontribusi dalam kegiatan menukar, menawarkan untuk dijual, menjadi perantara dalam jual beli, menyerahkan, serta menjual barang yang dilakukan tanpa hak. 

Selain itu, sebelum membacakan putusan tuntutan, Jaksa membacakan sederet hal-hal yang memberatkan Teddy sehingga membuatnya dihukum mati. Di antaranya:

1. Terdakwa telah menikmati keuntungan dari hasil penjualan narkotika jenis sabu.

2. Terdakwa merupakan Anggota Kepolisan RI dengan jabatan Kapolda Sumatera Barat. 

Di mana sebagai seorang penegak hukum, terlebih dengan tingkat jabatan Kapolda, seharusnya terdakwa menjadi garda terdepan dalam memberantas peredaran gelap narkotika. Namun terdakwa justru melibatkan dirinya dan anak buahnya dengan memanfaatkan jabatannya dalam peredaran gelap narkotika.

Sehingga, hal tersebut sangat kontradiksi dengan tugas dan tanggung sebagai Kapolda dan tidak mencerminkan sebagai seorang aparat penegak hukum yang baik dan mengayomi masyarakat. 

3. Perbuatan terdakwa telah merusak kepercayaan publik kepada Institusi Kepolisian Negara Republik Indonesia. 

4. Perbuatan terdakwa telah merusak nama baik Institusi Kepolisian Republik Indonesia. 

5. Terdakwa tidak mengakui perbuatannya. 

6. Terdakwa menyangkal dari perbuatannya dan berbelit-belit dalam memberikan keterangan. 

7. Perbuatan terdakwa sebagai Kapolda telah mengkhianati perintah Presiden dalam penegakan hukum dan pemberantasan peredaran gelap narkotika. 

8. Terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan peredaran gelap narkotika. 

Sementara untuk hal yang meringankan, Jaksa secara tegas mengatakan tidak ada.

Untuk informasi, mantan Kapolda Sumatera Barat itu terjerat kasus peredaran gelap narkoba bersama anak buahnya eks Kapolres Bukittinggi Dody Prawiranegara.

Namun selain Dody, turut terjerat dalam kasus tersebut, Hendra, Aril Firmansyah, Aipda Achmad Darmawan, Mai Siska, Kompol Kasranto, Aiptu Janto Situmorang, Linda Pujiastuti, Syamsul Ma'arif, dan Muhamad Nasir.

Teddy dan para terdakwa lainnya didakwa melanggar Pasal 114 Ayat 2 subsider Pasal 112 Ayat 2, juncto Pasal 132 Ayat 1, juncto Pasal 55 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. (m40)

Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved