RUU PPRT
Pengamat Minta DPR tidak Politisasi RUU PPRT, karena Berpotensi Benturkan Negara dengan PRT
Pengamat hukum Erna Ratnaningsih minta DPR RI untuk tidak bermain saat pembahasan RUU PPRT, mengingat sudah 19 tahun tertahan.
"Saat ini kita bisa melihat adanya keseriusan DPR secara kelembagaan untuk menyusun RUU PPRT," ujarnya.
"Dalam rangka penyempurnaan atas Draft RUU tersebut, DPR telah beberapa kali melakukan pembahasan intensif dan mendalam dengan berbagai narasumber yang kompeten di isu pekerja rumah tangga, termasuk Komnas Perempuan, aktivis perburuhan, perwakilan ILO, dan masih banyak lagi," katanya.
"Selain DPR, kita dapat lihat bagaimana pemerintah, khususnya Presiden Joko Widodo terus mendorong agar RUU PPRT ini segera disahkan,” imbuh Erna.
Menurutnya, willingness dari dua lembaga negara, baik dari legislatif dan eksekutif untuk segera melahirkan regulasi yang dapat melindungi pekerja di sektor rumah tangga menunjukkan bagaimana keseriusan Indonesia untuk menguatkan pekerja di sektor pekerjaan ini.
“Kita tentu tahu bahwa pengakuan dan perlindungan pekerja di sektor rumah tangga melalui kelahiran undang-undang akan berimplikasi pada perlakuan negara lain terhadap pekerja migran Indonesia yang jumlahnya tidak sedikit tersebar di berbagai negara di dunia,” ucapnya.
Setelah mengetahui willingness dari legislatif dan eksekutif, tentu adalah penting melihat kesiapan dari substansi/materi yang ada di dalam RUU PPRT tersebut.
“Menurut saya, tentu dimaksudkan untuk melahirkan satu regulasi yang benar-benar dapat dipergunakan untuk melindungi pekerja, dengan mengedepankan distribusi keadilan yang seimbang, baik antara pekerja, pemberi kerja melalui keagenan serta pemberi kerja langsung misalnya perekrutan langsung pekerja oleh satu keluarga.” tuturnya.
Standar ketenagakerjaan yang diatur dalam Konvensi ILO No.189 untuk memberikan perlindungan kepada pekerja rumah tangga setidaknya diatur di dalam 10 hal, yaitu hak dasar pekerja, jam kerja, upah, keselamatan dan kesehatan kerja, jaminan sosial, pekerja rumah tangga anak, standar kehidupan pekerja di dalam satu rumah tangga, standar mengenai pekerja rumah tangga migran, keagenan/penyalur PRT, dan mengenai penyelesaian perselisihan.
Standar Konvensi Internasional ini dapat dijadikan pedoman dengan memperhatikan konsep dasar peraturan perundang-undangan di Indonesia yang berlandaskan Pancasila, mengedepankan HAM, keadilan dan adanya persamaan hukum bagi seluruh masyarakat Indonesia.
Di dalam RUU PPRT yang ada saat ini, masih diperlukan berbagai penyempurnaan, terutama terhadap parameter yang akan dipergunakan dalam menentukan (1) kemampuan pekerja (2) lingkup pekerjaan (3) sistem upah pekerja (4) hak dan kewajiban pekerja (5) waktu istirahat serta (6) ketentuan pidana yang overlapping dengan apa yang diatur di KUHP.
Penyempurnaan menjadi penting untuk dilakukan karena akan berimbas pada kemampuan para pemberi kerja.
Jangan sampai setelah diundangkan, RUU PPRT kemudian menimbulkan adanya gelombang PHK massal sebagai akibat ketidaksanggupan pemberi kerja untuk menerapkan regulasi yang ada.
Baca berita Wartakotalive.com lainnya di Google News
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.