Berita Jakarta

Dion Pongkor Pertanyakan Independensi IPW yang Terkesan Membela Helmut dengan 'Menyerang' Polri

Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso terkesan membela kepentingan eks Direktur Utama (Dirut) PT CLM Helmut Hermawan.

Editor: Feryanto Hadi
ist
Sugeng Teguh Santoso dalam diskusi media bertajuk 'Beking Aparat di Balik Mafia Tambang' di Jakarta, Rabu (21/12). 

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA-- Kuasa Hukum PT. Citra Lampia Mandiri (CLM), Dion Pongkor mempertanyakan independensi dan objektifitas Indonesia Police Watch (IPW) pimpinan Sugeng Teguh Santoso 

Dia menilai, Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso terkesan membela kepentingan eks Direktur Utama (Dirut) PT CLM Helmut Hermawan.

Menurutnya, IPW yang harusnya independen dan objektif dalam melihat dan menyikapi sebuah persoalan, terkesan melakukan pembelaan mati-matian bahkan menyudutkan kepolisian.

"Dalam penetapan Helmut Hermawan sebagai tersangka oleh Polda Sulawesi Selatan, Teguh Santoso telah keluar jauh dari sikap dasar IPW. IPW yang harusnya independen dan objektif terkesan digunakan oleh pihak berkonflik, untuk menekan kerja Kepolisian dalam penegakan hukum," tegas Dion melalui keterangan tertulisnya, Rabu (1/3/2023)

Pongkor  meyakini, apa yang telah dilakukan Sugeng bukan sekadar melanggar sikap dasar organisasi, tapi sudah bertentangan dengan kepentingan publik.

Baca juga: Penetapan Tersangka Direktur Utama PT CLM, Ketua IPW Soroti Kinerja Polisi

Ia menambahkan jika mengacu prosedur hukum, banyak langkah yang dapat diambil oleh pihak yang merasa dirugikan dan diperlakukan tidak adil dalam proses penegakan hukum di kepolisian.

"Semua dapat dilakukan dalam koridor hukum yang sudah ada. Kenapa langkah ini tidak ditempuh? Kenapa harus menggunakan IPW untuk mengadvokasi kepentingan pribadi yang secara objektif belum tentu benar?" imbuhnya.

Dion pun mempertanyakan sikap personal Sugeng kepada pribadi Helmut dalam sengketa pemilikan IUP pertambangan yang telah ditetapkan sebaga tersangka kepolisian.

Sekedar informasi, Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso dipanggil oleh Ditreskrimsus Polda Sulawesi Selatan (Sulsel) sebagai saksi dalam perkara mantan Direktur Utama PT Citra Lampia Mandiri (CLM) Helmut Hermawan. Sugeng sendiri sebelumnya menemani Helmut Hermawan dalam pemeriksaan di Bareskrim Polri beberapa waktu lalu.

Kepolisian Negara Republik Indonesia Daerah Sulawesi Selatan (Sulsel) Direktorat Reserse Kriminal Khusus sendiri telah melakukan penangkapan kepada eks Direktur Utama PT Citra Lampia Mandiri (CLM) Helmut Hermawan, Rabu (22/2/2023).

Baca juga: Dirut PT CLM Ditahan, Ini Klarifikasi Kuasa Hukum

Hal tersebut diketahui dari surat perintah penangkapan dengan nomor SP.Kap/ 08 /II/RES.5./2023/Ditreskrimsus.Surat perintah penangkapan tersebut dikeluarkan tanggal 22 Februari 2023.

“Melakukan penangkapan terhadap tersangka dengan identitas Helmut Hermawan,” bunyi surat tersebut, Rabu,(22/2/2023).

Helmut diamankan Polda Sulsel lantaran diduga melakukan tindak pidana pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP).

Helmut diduga dengan sengaja menyampaikan laporan yang tidak benar dan keterangan palsu menyangkut UU pertambangan mineral dan batu bara (minerba).

IPW kecam polisi soal kasus Helmut

Sebelumnya diberitakan, Ketua Indonesia Police Watch (IPW), Sugeng Teguh Santoso menduga aparat kepolisian jadi instrumen untuk memindas, mengintimidasi, dan mengkriminalisasi Direktur Utama PT Citra Lampia Mandiri, Helmut Hermawan.

Menurut Sugeng, Helmut Hermawanmerupakan pengusaha tambang memegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang tidak pernah menyerah memperjuangkan miliknya di PT CLM.

Perusahaan milik Helmut Hermawan telah diambil paksa secara melawan hukum oleh Zainal Abidinsyah Siregar yang diduga diback up oleh seorang pengusaha besar bersama Syamsuddin Andi Arsyad, sebagai pemilik saham.

Menurut Sugeng, upaya membungkam Helmut Hermawan terliha setelah penyidik Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan melakukan penahanan.

Ironisnya, ungkap Sugeng, upaya tersebut didahului penyidik dengan mengeluarkan surat penangkapan tanpa memperlihatkan surat penetapan tersangka.

Hal itu dilakukan setelah Helmut diperiksa maraton di Bareskrim Polri pada Selasa, 22 Februari 2022 hingga Rabu pagi, 23 Februari 2023, didampingi oleh tim kuasa hukum.

"Keluarnya surat penetapan tersangka dan penetapan penangkapan terhadap Helmut terlihat dipaksakan karena dilakukan penyidik dengan cara maraton melalui gelar perkara pada hari itu juga," ujarnya Sugeng, melalui rilis ke Tribun, Sabtu (25/2/2023).

Helmut Hermawan diduga melakukan tindak pidana pemegang IUP, yang dengan sengaja menyampaikan laporan dengan tidak benar atau menyampaikan keterangan palsu melalui laporan polisi di Polda Sulsel bernomor: LP/A/421/XI/2022/DITKRIMSUS/SPKT POLDA SJLSEL tertanggal 16 November 2022 yang dinaikkan status sidiknya tanggal 16 November 2022 hari yang sama.

Laporan itu dibuat 11 hari setelah perusahaan pertambangan nikel PT CLM dipimpin Helmut dicaplok oleh Zainal Abidinsyah Siregar, yang mengerahkan banyak aparat Polri dari berbagai satker termasuk Dirkrimsus Polda Sulsel dan Kapolres Luwu Timur berada di lapangan pada 5 November 2022 agar tidak ada perlawanan dari karyawan yang tidak setuju.

Ucap Sugeng, bila pasal 159 Undang-undang Minerba yang dikenakan untuk menahan Helmut, maka seharusnya diperlakukan serupa patut dikenakan juga pada direksi PT CLM.

Dimana yang saat ini disandang oleh Zainal Abidinsyah Siregar yang mengklaim diri sebagai Dirut PT CLM pasca mengambil alih secara melawan hukum.

Di samping itu, sambung Sugeg, kalau merujuk pada Undang-undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara dan Permen ESDM Nomor 7 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pemberian Wilayah, Perijinan, dan Pelaporan Pada Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara maka perbuatan Helmut bukan tindak pidana melainkan pelanggaran administratif.

"Sebab, hak, kewajiban dan larangan pemegang IUP ada di Pasal 59 sampai dengan Pasal 69 Peraturan Menteri, termasuk di dalamnya adalah mengenai penyusunan dan penyampaian RKAB," imbuh Sugeng.

Dia menegaskan, praktik penggunaan kewenangan polisi untuk mengkriminalisasi warga negara atas pesanan pihak tertentu bahkan pihak yang diduga mafia tambang ini perlu mendapat perhatian Kapolri dan Pemerintah melalui Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan, Mahfud MD.

Hal tersebut agar sinyalemen Polisi mengabdi pada Mafia yang dilansir Kamarudin Simanjuntak adalah tidak benar.

"Kalau ternyata tidak ada pembenahan atas dugaan penyalahgunaan kewenangan ini maka bisa dinilai benar adanya polisi mengabdi pada mafia."

"IPW sendiri berusaha menempatkan bahwa pihak-pihak tersebut adalah oknum polisi," tegas Sugeng

Dia meminta Mabes Polri harus menjelaskan secara terbuka sesuai program Polri Presisi yang menjabarkan transparansi berkeadilan.

Karena, ungkap Sugeng, bukan zamannya lagi di era Jenderal Listyo Sigit Prabowo, para penyidik bermain plintat-plintut karena ada pesanan dari petinggi Polri dan pengusaha besar.

"Kapolri harus menyelidiki pembungkaman dan kriminalisasi terhadap Helmut Hermawan. Sebab masih ada lima laporan polisi lain yang diarahkan"

"dan diduga akan digunakan untuk menekan dan mempidanakan Helmut agar tunduk dan menyerah dalam perjuangkan haknya," ujar Sugeng.

Aduan laporan lainnya yakni Laporan Polisi bernomor: LP/B/107/XI/2022 SPKT Polres Luwu Timur/ Polda Sulawesi Selatan tertanggal 5 November 2022 tentang pencurian nikel ore.

Kemudian disusul Laporan Polisi Nomor: LP/ B/ 108/ XI/ 2022/ SPKT/ POLRES LUWU TIMUR/ POLDA SULAWESI SELATAN tertanggal 8 November 2022 tentang penggelapan.

Disamping Laporan Polisi bernomor: LP/B/1230/XI/2022/SPKT/DIT KRIMSUS/POLDA SULAWESI SELATAN yang dilaporkan pada tanggal 15 November 2022 tentang pembangunan dan pengembangan terminal khusus tanpa ijin lingkungan.

Kemudian Perusahaan nikel di Luwu Timur itu juga dilaporkan ke Bareskrim Polri dengan nomor Laporan Polisi: LP/B/0558/IX/2022/ SPKT/BARESKRIM POLRI tanggal 26 September 2022 tentang tindak pidana di bidang tambang pasal 158 dan pasal 161 UU Minerba.

Terbaru adalah laporan polisi bernomor: LP/A/473/XII/2022/Ditreskrimsus/SPKT Polda Sulsel tanggal 20 Desember 2022 tentang tindak pidana tata ruang dan lingkungan hidup.

Maka itu, IPW berharap Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo memberikan penjelasan dan perlindungan pada warga negara yang ditindas dengan menggunakan instrumen kewenangan polisi karena adanya pihak ketiga yang mempunyai kekuatan ekonomi besar.

Praktek-praktek seperti ini akan menjadikan institusi Polri tidak dipercaya publik.

Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved