Polisi Tembak Polisi
Kubu Bharada E Diundang JPU Ikut Tinjau Rumah Ferdy Sambo di Saguling dan Duren Tiga Bersama Hakim
Kubu Bharada E akan ikut meninjau lokasi penembakan Brigadir J bersama Majelis Hakim, JPU dan tim kuasa hukum Ferdy Sambo
Penulis: Nurmahadi | Editor: Budi Sam Law Malau
WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA -- Majelis Hakim bersama Jaksa Penuntut Umum dan tim kuasa hukum Ferdy Sambo serta Putri Candrawathi, dijadwalkan meninjau dua rumah Ferdy Sambo di Jalan Saguling dan di Duren Tiga, Jakarta Selatan, Rabu (4/1/2023) siang ini, dalam perkara pembunuhan berencana Brigadir Yosua Hutabarat atau Brigadir J.
Terkait hal ini Jaksa Penuntut Umum ternyata juga mengundang kubu Bharada Richard Eliezer atau Bharada E untuk ikut meninjau ke dua lokasi itu bersama Majelis Hakim.
Kuasa hukum Bharada E, Ronny Talapessy mengaku siap memenuhi undangan JPU untuk ikut meninjau dua lokasi yang menjadi tempat perencanaan dan lokasi eksekusi Brigadir J.
Ronny mengatakan, peninjauan dua lokasi tersebut sangat penting untuk menguak fakta pembunuhan Brigadir J.
Sebab kata Ronny, Majelis Hakim bisa melihat langsung melihat tata letak dan kondisi rumah di Saguling dan Duren Tiga termasuk ruangan-ruangan yang ada di dalamnya.
"Buat kami ini penting terkait dengan fakta yang sudah terungkap di persidangan. Bahwa bagaimana agar majelis hakim bisa melihat rumah Saguling, di mana rumah Saguling yang sebelumnya kita sampaikan bahwa sayang sekali tidak ada CCTV di lantai 2 dan lantai 3," katanya kepada awak media, Rabu (4/1/2023).
Baca juga: Kriminolog Said Karim Bingung Saat Ditanya Jaksa Soal Perintah Hajar dari Ferdy Sambo ke Bharada E
"Itu akan menjelaskan bagaiamana posisi letak rumah. Di mana tangga darurat, di mana lift, di mana ruang keluarga," kata Ronny.
"Kami berharap bahwa rumah di Saguling tidak banyak berubah atau berubah tata letaknya," lanjutnya
Sementara itu, untuk TKP di Duren Tiga, Ronny berharap Majelis Hakim bisa melihat lebih jelas terkait dengan posisi para terdakwa pada saat penembakan Brigadir J.
Baca juga: Dalam Rekaman CCTV, Kuat Maruf dan Putri Candrawathi Berdua ke Lantai 3 Rumah Saguling Pakai Lift
Peninjauan ini kata Ronny, diharapkan bisa membuktikan soal keterangan Bharada E bahwa kesaksian kliennya bukan keterangan yang berdiri sendiri dan yang paling penting adalah jujur.
"Jadi kami harapkan bahwa Majelis Hakim akan melihat secara utuh lokasi yg ada di Saguling dan lokasi di Duren Tiga. Juga dalam hal ini kami mau sampaikan ke publik bahwa keterangan klien saya bukan keterangan yang berdiri sendiri tapi di dukung banyak bukti lainnya. Ini yang perlu kita luruskan," ujarnya.
Diketahui, peninjauan itu nantinya bisa memperlihatkan posisi para terdakwa saat eksekusi dilakukan.
Dengan melihat fakta rumah di Duren Tiga yang kecil, kata Ronny, maka akan sangat tidak mungkin terdakwa lain tidak melihat Ferdy Sambo ikut menembak, seperti keterangan Bharada E.
"Rumah di Duren Tiga itu kecil, jaraknya terlalu dekat. Sangat tidak mungkin ada terdakwa yang mengaku tidak lihat Sambo ikut nembak," ucapnya.
Sebelumnya Ketua Majelis Hakim Wahyu Iman Santoso mengatakan pihaknya memenuhi permintaan tim penasihat hukum Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi untuk melihat lokasi penembakan Brigadir J di rumah di Duren Tiga dan lokasi rumah pribadi Ferdy Sambo di Jalan Saguling, Pancoran, Jakarta Selatan, Rabu (4/1/2023) besok.
Hal itu dikatakan Wahyu sebelum menutup sidang lanjutan kasus pembunuhan Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat di PN Jakarta Selatan, Selasa (3/1/2023).
Dalam melihat lokasi rumah pribadi Ferdy Sambo di Jalan Saguling dan rumah dinasnya di Duren Tiga tempat Brigadir J dieksekusi, disepakati hanya dilakukan Majelis Hakim, tim penasihat hukum terdakwa dan jaksa penuntut umum (JPU).
Baca juga: Ahli Sebut Tidak Ada Kehendak Bripka Ricky Rizal Untuk Matinya Brigadir J
"Besok, usai sidang terdakwa Ricky, kita melihat lokasi rumah di Saguling dan Duren Tiga ya," kata Wahyu.
"Jadi begini, kepentingan di persidangan ini adalah kita juga menginginkan gambaran situasi dan kondisi, lokasi yang ada di sana. SEmentara kita tidak membutuhkan pembuktian di sana. Pembuktian hanya dipersidangan, jadi tidak ada pembuktian sama sekali di sana," kata Wahyu.
Jaksa penuntut umum kemudian memastikan kembali bahwa kunjungan ke lokasi, tidak akan ada perdebatan dengan penasihat hukum.
"Kesepakatan, tidak ada saling menunjukkan atau menjudge ya. Sebab penasihat hukum arahnya ke sana, Yang Mulia," kata jaksa.
"Penasihat hukum dan jaksa penuntut umum, kita hanya melihat lokasi. Nanti kita akan berdebat di persidangan lagi setelah melihat kondisi di sana," kata hakim.
"Jadi Rabu besok, setelah sidang Ricky kita ke sana, sekitar jam 2," kata Wahyu.
Baca juga: Yang Didengar Ricky Rizal Saat Pembunuhan Brigadir J, Ferdy Sambo Perintahkan Jongkok
Tim penasihat hukum Ferdy Sambo serta Putri Candrawathi dan jaksa penuntut umum kemudian sepakat dan menyanggupi.
Seperti diketahui sidang lanjutan kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir Yosua Hutabarat atau Brigadir J kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Selasa (3/1/2023) hari ini. Sidang kali ini digelar untuk dua terdakwa yakni pasangan suami istri, Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi.
Tim penasihat hukum terdakwa Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi kembali menghadirkan ahli hukum pidana dalam sidang yakni Guru besar Universitas Hasanuddin (Unhas) Prof Dr Said Karim.
Dalam kesaksiannya Said Karim mengatakan dirinya sangat yakin dan percaya bahwa Ferdy Sambo dalam kondisi marah besar sebelum pembunuhan Brigadir Yosua Hutabarat atau Brigadir J terjadi di rumah dinasnya di Duren Tiga, Jakarta Selatan, 8 Juli 2022 lalu.
Sebab kata Said Karim, saat itu Ferdy Sambo baru saja menerima pemberitahuan dari istrinya Putri Candrawathi yang mengatakan telah diperkosa oleh Brigadir J.
Karenanya menurut Said Karim, Ferdy Sambo tidak dalam kondisi yang tenang saat pembunuhan atas Brigadir J terjadi.
Dengan begitu menurut Said Karim, maka unsur perencanaan dalam pembunuhan Brigadir J tidak terpenuhi, karena kondisi Ferdy Sambo tidak dalam keadaan tenang.
"Semua lelaki normal di dunia ini kalau mendengar kabar istrinya diperkosa, saya yakin dan percaya dia pasti marah. Kecuali kalau dia tidak normal. Tapi kalau dia normal, pasti mendidih darahnya, memuncak kemarahannya," kata Said Karim menanggapi pertanyaan penasihat hukum Ferdy Sambo.
Baca juga: Tunjukkan Foto Brigadir J Dugem di Kelab Malam, Pengacara Ferdy Sambo Dikuliahi Hakim
"Karena itu adalah harkat dan martabat yang harus dipertahankan. Dalam kondisi yang demikian terdakwa FS yang mendapatkan pemberitahuan tersebut, sejak menerima pemberitahuan tersebut, menurut pendapat saya sebaga ahli dia sudah tidak dalam keadaan tenang," kata Said Karim.
Meski begitu kata Said Karim, kondisi tenang atau tidaknya Ferdy Sambo saat itu harus dijelaskan ahli psikologi karea itu menyangkut kejiwaan.
"Ini terkait atau menyangkut scientific, karena tenang atau tidak tenang adalah aspek kejiwaan. Maka itu adalah tentunya bisa dijelaskan oileh ahli posikologi forensik. Demikian catatan atau pendapat saya," kata Said Karim.
Sebelumnya Said Karim menjelaskan bahwa seseorang dianggap melakukan tindak pidana sejak adanya niat untuk melakukan perbuatan pidana.
Ia juga menjelaskan perbedaan mendasar dari Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan biasa dengan Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana.
"Perbedaan mendasarnya pada Pasal 340 ada perencanaan terlebih dahulu. Unsur essensial, Pasal 340 harus dilakukan dengan direncanakan terlebih dahulu," katanya.
Said Karim lalu menjelaskan makna yuridis dari harus direncanakan lebih dahulu.
"Direncanakan lebih dahulu, maka harus ada waktu antara niat dengan pelaksanaannya. Waktu ini pula disyaratkan tidak boleh terlalu singkat dan tidak boleh terlalu lama. Tetapi yang enting ada waktu untuk berpikir bagi pelaku untuk berencana memikirkan bagaimana perbuatan pembunuhan dilakukan dan di mana dilakukan," katanya.
"Jadi pada diri pelaku harus ada suatu keadaan berpikir dengan tenang. Ini syarat pembunuhan berencana, yakni harus ada waktu dimana pelakunya berpikir dengan tenang,'" kata dia.
Baca juga: Romo Magnis Suseno Jadi Saksi Ahli Kubu Bharada Eliezer di Kasus Brigadir J
"Yang menjadi pertanyaan dalam pemeriksaan perkara ini, saat FS mendapat pemberitahuan dari istrinya yang telah diperkosa, apakah bisa tenang," ujarnya.
Seperti diketahui sidang lanjutan kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir Yosua Hutabarat atau Brigadir J kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Selasa (3/1/2023) hari ini. Sidang kali ini digelar untuk dua terdakwa yakni pasangan suami istri, Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi.
Tim penasihat hukum terdakwa Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi kembali menghadirkan ahli hukum pidana dalam sidang.
Ini adalah ahli hukum pidana ke tiga yang dihadirkan tim penasihat hukum untuk membuktikan bahwa pembunuhan atas Brigadir J terjadi spontan dan tanpa perencanaan.
Dalam sidang sebelumnya, pekan lalu yakni Selasa (27/12/2022), kubu Sambo dan Putri Candrawathi menghadirkan ahli pidana dari Universitas Andalas Prof Dr Elwi Danil, SH MH sebagai ahli meringankan.
Sebelumnya lagi, mereka juga telah menghadirkan ahli pidana materiil dan formal dari Universitas Islam Indonesia (UII) Dr Mahrus Ali, SH MH pada Kamis (22/12/2022).
Terkait kasus ini, Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi didakwa melakukan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J bersama Richard Eliezer atau Bharada E, Ricky Rizal, dan Kuat Ma'ruf.
Dalam dakwaan jaksa disebutkan bahwa Richard Eliezer menembak Brigadir J atas perintah Ferdy Sambo yang kala itu masih menjabat sebagai mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri.
Pembunuhan terjadi akibat adanya cerita sepihak dari istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, yang mengaku dilecehkan Brigadir J di Magelang pada 7 Juli 2022.
Ferdy Sambo kemudian marah dan merencanakan pembunuhan terhadap Brigadir J yang melibatkan Bharada E, Ricky Rizal, dan Kuat Maruf di rumah dinasnya di Kompleks Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan pada 8 Juli 2022.
Atas perbuatannya, Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Bharada Richard Eliezer, Ricky Rizal, dan Kuat Ma'ruf didakwa melanggar Pasal 340 KUHP subsider Pasal 338 KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 56 ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
Kelimanya terancam pidana maksimal hukuman mati, penjara seumur hidup atau selama-lamanya 20 tahun.
Khusus untuk Ferdy Sambo, juga didakwa terlibat obstruction of justice atau perintangan proses penyidikan pengusutan kasus kematian Brigadir J.
Eks perwira tinggi dengan pangkat Inspektur Jenderal (Irjen) Polisi itu dijerat dengan Pasal 49 jo Pasal 33 subsider Pasal 48 Ayat (1) jo Pasal 32 Ayat (1) UU ITE Nomor 19 Tahun 2016 dan/atau Pasal 233 KUHP subsider Pasal 221 Ayat (1) ke 2 jo Pasal 55 KUHP.(m41)
Baca berita Wartakotalive.com lainnya di Google News
AKP Dadang Iskandar Dipecat Tidak Hormat, Tak Dapat Pensiun, Terancam Hukuman Mati |
![]() |
---|
Buntut Polisi Tembak Polisi, Polri Evaluasi Soal Senjata Api Dipimpin Irwasum Irjen Dedi Prasetyo |
![]() |
---|
AKP Dadang Iskandar Resmi Dipecat, Irwasum Tegaskan Komitmen Polri Tidak Toleransi |
![]() |
---|
Raut Wajah AKP Dadang Iskandar Usai Resmi Dipecat Dalam Sidang Etik di Mabes Polri |
![]() |
---|
Mantan Kabareskrim Ungkap Dugaan Alasan Penembakan AKP Dadang, Ada Unsur Ketidakpercayaan |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.