Memilih Damai

Isu Jawa dan Non-Jawa Tak Lagi Relevan, Ray Rangkuti: Capres Akan Dipilih karena Program Kerjanya

Pemilih akan memilih pemimpin jika memiliki kedekatan dengan masyarakat, dan jelas program ke depannya. 

Penulis: Alfian Firmansyah | Editor: Feryanto Hadi
Warta Kota/YULIANTO
Founder lingkar Madani Ray Rangkuti dalam acara Talkshow Memilih Damai Membedah Genealogi Presiden dari Masa ke Masa Di Universitas Al-Azhar Indonesia, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis (8/12/2022). 

Selanjutnya, Prabowo Subianto yang belum lakukan safari poltliknya, membuat elektabilitasnya tidak naik. 

"Karena belum jalan jalan, tapi kalau Januari  2023 ia sudah safari politik, nantinya elektabilitas akan naik, karena kita liat dilapangannya," tutur Ray. 

Tanggapan peneliti Litbang Kompas

Pada kesempatan sama, Peneliti Litbang Kompas, Yohan Wahyu menegaskan bahwa pemilihan pemimpin di Indonesia bukan berdasarkan kedekatan identitas.

Kedekatan identitas yang dimaksud Yohan adalah agama, suku, atau hal-hal yang lainnya.

"Terkait dengan hasil survei kepemimpinan nasional, masih didominasi dengan nama-nama yang selama ini juga beredar di lembaga survei yang lain ya," ujar Yohan dalam pemaparannya.

Baca juga: Prabowo, Ganjar dan Anies Konsisten Pimpin Hasil Survei, Begini Analisa Peneliti Litbang Kompas

Yohan menyebutkan nama seperti Prabowo Subianto, Ganjar Pranowo, dan Anies Baswedan memang menjadi tiga nama yang menguasai 60 persen lebih total suara responden. 

Artinya di bawah tiga nama tersebut, memang banyak nama-nama yang bermunculan, tapi selisihnya cuku

"Bahkan survei Kompas menyebutkan kenapa milih Prabowo, Ganjar, atau Anies, itu tidak ada yang menjawab karena sama agamanya atau karena sama sukunya," ucap Yohan.

Ia mencontohkan, Ganjar dipilih karena merakyat. Prabowo dipilih karena tegas.

Lalu, Anies dipilih karena kinerjanya, dan mungkin karena asosiasi Gubernur DKI saat itu. 

Baca juga: Bocor Rencana Penghadangan Anies Baswedan di Makassar, 10 Ribu Relawan Siap Kawal

Yohan menegaskan apabila dilihat dari trend kepemimpinan dari tahun ke tahun, memang tidak ada dimensi sosiologis yang begitu menguat.

Namun demikian, ia menyadari ke depan di masa mendatang, perilaku pemilih di Indonesia memang lebih banyak digerakkan oleh sentimen sosiologi. 

"Jadi kalau ditanya suka atau enggak sama pemimpin itu, ya suka saja. Kalau ditanya alasannya apa, kadang bingung juga," jelas Yohan.

Halaman
123
Sumber: Warta Kota
  • Ikuti kami di
    KOMENTAR

    BERITA TERKINI

    © 2023 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved