APBD 2023

Ketua DPRD DKI Prasetyo Edi Marsudi Berharap Penanganan Banjir Tahun Depan Bisa Berjalan Efektif

DPRD DKI Jakarta RAPBD senilai Rp 85,57 triliun belum mumpuni menangani tiga program prioritas, salah satunya penanggulangan bencana banjir.

Penulis: Fitriyandi Al Fajri | Editor: Sigit Nugroho
WartaKota/Fitriyandi Al Fajri
Banggar DPRD DKI Jakarta dan TAPD DKI Jakarta menggelar rapat membahas APBD tahun 2023 di Hotel Grand Cempaka, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat pada Selasa (1/11/2022). 

Khoirudin berharap seluruh Wali Kota dan Bupati dapat membuat terobosan baru yang dapat merealisasi target penyurutan genangan air maksimal enam jam.

Mereka juga harus membuat rencana pelebaran ruas jalan yang sebanding dengan pertumbuhan kendaraan, serta meningkatkan pelatihan kepada para usaha mikro kecil menengah (UMKM) untuk menekan angka pengangguran.

“Harapannya keluhan masyarakat terhadap banjir sudah tidak sekenceng hari ini. Lalu mengadakan pelatihan yang bukan hanya seremonial, tapi tidak difikirkan tindaklanjut setelahnya. Itu yang kita sayangkan, harus kita kawal dari awal perencanaan sampai betul-betul mereka bisa berusaha sendiri,” tutur Khoirudin.

Sementara itu, anggota Banggar DPRD DKI Jakarta Matnoor Tindoan juga menilai anggaran Rp 1,2 miliar sangat tidak masuk akal untuk melakukan pencegahan apalagi mengatasi banjir yang menjadi langganan sejumlah warga Ibu Kota.

Bahkan, politisi PPP ini menyoroti masih lemahnya pengawasan Pemkot di wilayah tersebut yang mengakibatkan sulitnya melakukan mitigasi.  

“Saya tidak melihat pemerintah DKI ini konsisten terhadap penanggulangan banjir, karena pada sisi lain pencegahannya sangat lemah dilakukan. Semestinya daerah tangkapan air dipertahankan, tapi ini kan tidak. Contohnya di daerah tangkapan air dari taman mini ke monumen pancasila sakti  sepanjang lima kilometer sekarang jadi gedung pertemuan, dan showroom,” ungkap Matnoor.                                                                                    

Anggota Banggar lainnya, Yusriah Dzinnun juga mempertanyakan kematangan perencanaan Pemprov dalam memporsikan anggaran untuk antisipasi dampak resesi ekonomi.

Sebab menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), Jakarta Utara memiliki angka kemiskinan paling tinggi yakni 7,24 persen, namun mendapat porsi anggaran paling kecil dari wilayah lain.

“Jadi artinya angka miskin dan mendekati miskin di Jakarta Utara lebih besar daripada daerah lain, tetapi mendapatkan proporsi yang lebih sedikit ketimbang daerah lain. Saya mempertanyakan bagaimana sebetulnya keberpihakan teman-teman dari Jakarta Utara terhadap angka UMKM dan dalam rangka penanggulangan krisis resesi ekonomi,” kata Yusriah dari Fraksi PKS.

Sumber: Warta Kota
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved