Polisi Tembak Polisi

Kasus Pembunuhan Brigadir Yosua Tunjukkan Ada Dua Kelompok di Polri Bersaing Tak Sehat

Menurut Usman, ada dua kelompok saling bersaing secara tidak sehat di dalam internal kepolisian.

polri.go.id
Usman Hamid, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, menilai kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat, menunjukkan adanya friksi di internal Polri. 

WARTAKOTALIVE, JAKARTA - Usman Hamid, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, menilai kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat, menunjukkan adanya friksi di internal Polri.

Menurut Usman, ada dua kelompok saling bersaing secara tidak sehat di dalam internal kepolisian.

"Di balik soal skandal yang terlihat ini, terlihat semacam friksi di dalam internal kepolisian, ada semacam kompetisi yang tidak sehat, yang dua-duanya ada di dalam (Polri)," ucap Usman dalam Webinar Masa Depan Reformasi Lembaga Penegak Hukum, Sabtu (27/8/2022).

Usman mengungkapkan, satu kelompok menunjukan loyalitas kepada negara dan hukum. Sedangkan kelompok lainnya memiliki loyalitas kepada pihak-pihak yang mendanai.

"Antara loyalitas kepada hukum kepada negara, dengan loyalitas kepada kelompoknya atau sumber pendanaan besar kepada mereka," tutur Usman.

Usman lantas menyoroti rekayasa yang dilakukan pada awal penyidikan kasus pembunuhan Brigadir Yosua.

Baca juga: Usulkan Jadwal Pilkada Serentak 2024 Dimajukan ke Bulan September, KPU Bakal Koordinasi dengan DPR

Menurut Usman, polisi sangat lambat mengusut kasus ini pada awal-awal penyidikan.

"Proses pengusutannya pun begitu lambat di awal, dan kelihatan sekali ada gejala psikologi hierarkis, ditambah dengan apa kata Menko Polhukam, psikologi politis," ulas Usman.

Usman menilai, kasus pembunuhan Brigadir Yosua yang melibatkan mantan Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo, menjadi momentum reformasi institusi Polri.

Baca juga: Komnas HAM: Bharada Eliezer Mentalnya Kuat dan Konsisten, tapi Merokoknya Lama

Dirinya mengatakan publik harus memanfaatkan momen ini untuk mereformasi Polri.

"Ini momen penting, tak ada momen penting di masa era reformasi, selain bagaimana kita memanfaatkan momen ini supaya tidak keluar dari garis reformasi polisi," paparnya.

Dirinya berharap momen ini tidak hanya dimanfaatkan oleh kepentingan segelintir pihak.

Baca juga: Marmer di Pilar Gedung Nusantara III Copot, Sekjen DPR: Bangunan Lama, Material Mulai Lapuk

"Bukan sekadar tindakan yang dimanfaatkan kelompok kepentingan sepihak atau kasus ini untuk tujuan di luar reformasi kepolisian," ucap Usman.

Dalam kasus yang menjerat Ferdy Sambo ini, Usman menilai pengawasan masyarakat sipil sangat kuat.

Masyarakat memiliki andil memastikan penyidikan kasus ini berjalan baik.

Baca juga: Dua Laporan Partai Berkarya Soal Dugaan Pelanggaran Administrasi Pemilu 2024 Ditolak Bawaslu

"Dalam kasus Ferdy Sambo kemarin, saya kira pengawasan yang paling kuat adalah pengawasan publik. Media massa, pengawasan publik melalui lembaga masyarakat," tutur Usman.

Seperti diketahui, sidang kode etik dan profesi Polri (KKEP) memutuskan memecat Irjen Pol Ferdy Sambo. (Fahdi Fahlevi)

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved