Amandemen Masih Bisa Dilakukan untuk Masukkan PPHN ke UUD 1945, tapi Waktunya Mepet
Politisi Partai Golkar itu mengatakan, para pimpinan MPR menyepakati pentingnya PPHN di Indonesia.
WARTAKOTALIVE, JAKARTA - Masih ada celah amandemen dilakukan, meskipun cara konvensi ketatanegaraan untuk memasukkan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) dalam UUD 1945, sudah disepakati.
Menurut Ketua MPR Bambang Soesatyo, masih ada waktu emas jika memang perubahan atau amandemen kelima UUD 1955 dilakukan.
"Amandemen yang kelima itu di periode Februari sampai Oktober, tapi itu cukup sempit," kata Bamsoet di Kompleks Parlemen Senayan, Senin (25/7/2022).
Baca juga: Terima Teror Sejak Juni, Brigadir Yosua Diancam Dibunuh Bila Naik ke Atas
Hal tersebut, kata Bamsoet, lantaran konstitusi mengatakan, perubahan UUD maksimum dilakukan enam bulan sebelumnya.
"Kita punya waktu delapan bulan, semua berpeluang kepada stakeholder yang ada, itu pertimbangan parpol dan DPD," ujarnya.
Politisi Partai Golkar itu mengatakan, para pimpinan MPR menyepakati pentingnya PPHN di Indonesia.
Baca juga: Panglima TNI Pastikan Satu Kontainer Senjata US Army di Pelabuhan Panjang Bukan Barang Ilegal
"Karena selama ini kita hanya mengandalkan visi misi presiden, dan yang dilakukan visi misi presiden terpilih."
"Dan kita tinggal meningkatkan derajat visi misi presiden, visi misi gubernur, bupati, wali kota kepada visi misi negara," terangnya.
Sebelumnya, Badan Pengkajian MPR menemukan cara menghindari amandemen UUD 1945, yakni lewat konvensi ketatanegaraan.
Baca juga: Bantah Rumor yang Beredar, Polisi Belum Tetapkan Tersangka dalam Kasus Penembakan Brigadir Yosua
Pimpinan MPR sebelumnya menggelar rapat gabungan untuk menindaklanjuti hasil kerja Badan Pengkajian, soal menghadirkan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) dalam UUD 1945.
Kata Ketua MPR Bambang Soesatyo, dalam rapat itu disetujui pembentukan panitia ad hoc yang akan khusus mengkaji PPHN melalui konvensi ketatanegaraan.
"Inilah yang tadi laporan daripada Badan Pengkajian, diterima secara bulat oleh rapat gabungan yang terdiri dari sembilan fraksi plus perwakilan kelompok DPD."
Baca juga: Dokter Forensik RSPAD Ikut Autopsi Ulang Jenazah Brigadir Yosua, Panglima TNI Minta Jaga Integritas
"Yang selanjutnya adalah pembentukan panitia ad hoc yang terdiri dari 10 pimpinan MPR dan 45 dari fraksi-fraksi dan kelompok DPD," kata Bamsoet di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (25/7/2022).
Dia lantas menjelaskan alasan pembentukan panitia ad hoc dan dipilihnya cara konvensi ketatanegaraan, agar PPHN masuk UUD 1945.
"Amandemen karena tensi politik dan dinamika cukup tinggi, maka kita cari terobosan baru."
Baca juga: Sekjen PDIP Pertanyakan Prestasi Anies Baswedan, Mardani Ali Sera: Kalau Saya Sih Bahagia
"Dan kita berpijak dengan pijakan pasal 100 tatib, kita bisa lakukan konvensi ketatanegaraan," kata politisi Partai Golkar itu.
Pengambilan keputusan soal panitia ad hoc ini, kata Bamsoet, akan dilakukan dalam rapat sidang paripurna MPR pada awal September.
"Karena tidak mungkin kita sisipkan di sidang tahunan, tanggal 16 Agustus, maka kita buat sendiri, karena ada pandangan fraksi dan seterusnya."
Baca juga: Autopsi Ulang Jenazah Brigadir Yosua Bakal Digelar di RSUD, Lebih dari 10 Dokter Forensik Dilibatkan
"Maka dilakukan antara tanggal 5 atau 7 September mendatang untuk pengambilan keputusan, pembentukan panitia ad hoc sebagai alat kelengkapan MPR, untuk mencari bentuk hukum yang akan kita putuskan nanti dalam sidang paripurna berikutnya."
"Apakah bentuknya adalah undang-undang atau kita melalui konvensi ketatanegaraan yang bisa lebih mengikat dan lebih tinggi kedudukannya."
"Karena kita juga kesepakatan konvensi itu adalah melibatkan seluruh lembaga tinggi negara, termasuk lembaga kepresidenan, plus unsur daripada parpol dan kelompok DPD," terang Bamsoet. (Reza Deni)