Berita Nasional
Begini Alasan Bambang Widjojanto Mundur dari TGUPP dan Bela Tersangka Suap IUP Mardani H Maming
Bambang Widjojanto mengaku akan fokus untuk membela kliennya yang kini menjadi tersangka di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA-- Pengacara Bambang Widjojanto memutuskan mundur dari Tim Gubernur untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP) Pemprov DKI Jakarta setelah dirinya ditunjuk menjadi pengacara tersangka kasus suap izin usaha pertambangan (IUP) di Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan (Kalsel) yakni Mardani Maming
BW mengaku akan fokus untuk membela kliennya yang kini menjadi tersangka di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
Adapun alasan BW mundur, kata dia, untuk meminimalisasikan adanya konflik kepentingan.
"Ya betul. Saya sebaiknya tidak aktif agar lebih fokus di praperadilan dan meminimalisasi potensi konflik kepentingan," ujar BW, dikonfirmasi wartawan pada Rabu (20/7/2022).
BW menyebut, dirinya sudah membicarakan ini kepada kolega-koleganya di TGUPP Pemprov DKI Jakarta terkait langkahnya tersebut. BW menegaskan telah mengungkapkan niatnya tersebut sebelum pembacaan permohonan praperadilan.
"Pada acara sebelum pembacaan permohonan praperadilan kemarin sudah saya kemukakan pada beberapa kolega media," pungkas BW.
Baca juga: Tersangka Sejak Juni, MAKI Sebut KPK Bisa Tahan Mardani Maming Tanpa Tunggu Hasil Praperadilan
Denny Indrayana sebut KPK tak konsisten
Sebelumnya, Denny Indrayana, kuasa hukum Mardani H Maming, menyebut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tak konsisten menerapkan pasal dalam penyidikan perkara dugaan suap dan gratifikasi izin usaha pertambangan (IUP) di Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan.
Hal itu dikatakan Denny, pada sidang praperadilan yang diajukan mantan Bupati Tanah Bumbu Mardani H Maming, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (19/7/2022).
Bendahara Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) itu merupakan tersangka dalam kasus tersebut.
Baca juga: Naik ke Penyidikan, Kasus Penembakan Brigadir Yosua Diambil Alih Polda Metro Jaya
"Bahwa terdapat fakta hukum termohon seringkali berubah-ubah ketika menerapkan pasal-pasal yang digunakan sebagai dasar penyidikan," ucap Denny.
Denny mengungkapkan, dalam beberapa dokumen hukum, KPK menggunakan empat pasal.
Namun, sambung dia, di dokumen hukum lainnya terkait perkara ini, pasalnya bertambah menjadi enam.
Baca juga: Agar Transparan, Polri Bakal Ungkap Hasil Autopsi Jenazah Brigadir Yosua Bareng Komnas HAM
"Bahwa berubah-ubahnya pasal yang digunakan oleh termohon sebagai dasar penyidikan, tidak dapat ditoleransi."
"Karena menimbulkan ketidakpastian hukum, melanggar asas akuntabilitas dan asas-asas penegakan hukum lainnya," papar Denny.