Berita Nasional
Aset Kripto Kena Pajak Mulai 1 Mei, Anak Buah Sri Mulyani: Lumayan Dapat Rp1 Triliun, Bisa Buat BLT
Potensi penerimaan yang besar tersebut bisa dioptimalkan untuk memperbesar nominal bantuan langsung tunai
Dalam kesempatan yang sama, Kasubdit Humas DJP Dwi Astuti mengatakan, potensi penerimaan kripto ini juga akan sangat bergantung seberapa besar volume transaksi, sehingga jumlahnya bisa naik maupun turun dari tahun 2020.
Baca juga: Kinerja Sri Mulyani Diapresiasi Buntut Realiasasi Target Pajak dan Kesuksesan Satgas BLBI
Sebagai tambahan informasi, pemerintah sudah resmi mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) no. 68/PMK.03/2022 yang mengatur tentang Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas transaksi perdagangan aset kripto.
Menurut beleid tersebut, kripto bukan mata uang atau surat berharga tetapi merupakan barang berupa hak dan kepentingan lainnya yang berbentuk digital, sehingga bisa menjadi barang kena pajak (BKP) tidak berwujud.
Atas penyerahan aset kripto, besaran PPN yang dipungut maupun disetor adalah sebesar 1% dari tarif PPN umum atau sekitar 0,11%.
Sedangkan bila perdagangan tidak dilakukan oleh pedagang fisik aset kripto maka besaran PPN yang dipungut dan disetor bisa sebesar 2% dari tarif PPN umum atau sebesar 0,22%.
Baca juga: Luhut Isyaratkan Harga Pertalite dan LPG 3 Kg Naik, Warga Ramai-ramai Menolak: Cari Duit Lagi Susah
Selanjutnya penjual aset kripto adalah orang pribadi atau badan yang melakukan penjualan atau pertukaran aset kripto, maka penjual dikenai PPh pasal 22 yang bersifat final dengan tarif 0,1% yang akan dipungut, disetor dan dilaporkan oleh penyelenggara perdagangan.
Artikel ini telah tayang di Kontan.co.id