Korupsi

Sekjen HMS Hardjuno Wiwoho Angkat Bicara Soal Klaim Penyitaan Aset Tanah para Obligor

Soal klaim penyitaan aset tanah para obligor membuat Sekjen Gerakan Hidupkan Masyarakat Sejahtera (HMS) Hardjuno Wiwoho angkat bicara.

Penulis: Dodi Hasanuddin | Editor: Dodi Hasanuddin
Istimewa
Sekjen HMS Hardjuno Wiwoho Angkat Bicara Soal Klaim Penyitaan Aset Tanah para Obligor 

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Sekjen HMS Hardjuno Wiwoho angkat bicara soal klaim penyitaan aset tanah para obligor.

Sekjen Gerakan Hidupkan Masyarakat Sejahtera (HMS) Hardjuno Wiwoho mengkritik klaim Satuan Tugas (Satgas) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang telah menyita aset tanah para obligor dengan nilai Rp 19 triliun.

Baca juga: Kinerja Sri Mulyani Diapresiasi Buntut Realiasasi Target Pajak dan Kesuksesan Satgas BLBI 

Hardjuno menyatakan bahwa nilai aset yang disita itu tidak mencerminkan nilai sebenarnya lantaran sudah menyusut.

Maka dari itu, ia meminta menghentikan pernyataan yang terkesan bombastis tersebut.

"Satgas BLBI musti ingat, Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) dulu melakukan kekeliruan yang sama yakni perkiraan nilai aset sudah dihitung sebagai nilai pembayaran hutang. Namun setelah dijual, ternyata nilai tunai hanya 5 persen dari perkiraan," ujar Hardjuno Wiwoho dalam diskusi "Mengurai Benang Kusut BLBI", di Jakarta, Minggu (3/4/2022).

Baca juga: Gerakan HMS Dukung Penuh Tuntaskan Kasus Mega Korupsi BLBI, Dorong Satgas BLBI Lebih Serius

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengatakan, sejak Satgas BLBI dibentuk hingga saat ini, telah berhasil menyita sejumlah aset dan nilainya mendekati Rp 20 triliun.

“Sampai saat ini, Satgas BLBI sudah berhasil menyita aset tanah sebesar 19.988.942,35 meter persegi yang kalau dinilai dengan uang seluruhnya dengan perhitungan konservatif dengan hitungan rata-rata sebesar 19.134.633.815.293 rupiah,” paparnnya.

Hardjuno menjelaskan, klaim tersebut bahwa Satgas telah menyita aset obligor sebanyak 19 juta meter dengan perhitungan rata-rata nilainya Rp 19 triliun adalah pernyataan yang dapat berimplikasi hukum.

Sebab, aset sitaan, bukanlah sitaan tunai dan belum masuk kas negara sehingga belum bisa dihitung.

Baca juga: Transjakarta Integrasikan Rute Ragunan-Blok M via Kemang ke Kawasan CSW

Jadi bila ada pihak-pihak yang menyatakan sitaan tanah itu nilainya sekian dan ternyata setelah dilelang nilainya jauh dari perkiraan, hal itu bisa disebut sebagai korupsi karena merugikan negara.

“Ingat BPPN menerima aset lalu sudah dikatakan nilainya sekian-sekian, hutang obligor lunas, dikasih SKL (Surat Keterangan Lunas). Ternyata setelah dijual nilainya hanya 5 persen dari perkiraan. Ini siapa yang tanggungjawab? Seharusnya bisa disebut sebagai korupsi karena rugikan negara, ini kesalahan fatal yang jangan diulang lagi,” papar Hardjuno.

Baca juga: 7 Motor Rusak Tertimpa Pohon Tumbang di Pulogadung, Satu Orang Patah Tulang

Hardjuno menegaskan, Satgas jangan pernah menilai dari valuasi aset seperti tanah yang disita, karena bisa saja nilainya di mark up.

Hal yang harus dinilai adalah ketika aset tersebut sudah dijual dan hasil penjualannya sudah disetorkan ke kas negara sebagai pengembalian kerugian negara.

“Jadi jelas ya, angka klaim Satgas BLBI sudah sukses menyita aset sebesar Rp 19,1 trilliun itu hanyalah angka perkiraan. Tanah-tanah sitaan yang dulu diklaim Rp 9,8 triliun itu dan sekarang tambah lagi ini, kita perkirakan jika dilelang nilainya tak lebih dari Rp 1-2 triliun,” tandas Hardjuno.

Sumber: Warta Kota
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved