Papua

Harta Karun Laut, Warga Sarmi Papua Makan Siput Langka yang Cangkangnya Seharga Rp400 Ribu

Di pesisir laut terdapat biota laut langka yakni siput mata bulan. Di pesisir Sarmi, siput mata bulan masih mudah ditemui warga di balik karang

Penulis: Desy Selviany | Editor: Budi Sam Law Malau
Warta Kota/ Desy Selviany
Siput mata bulan yang ditangkap warga Sarmi, Papua Selasa (22/3/2022). Siput ini adalah biota laut langka yang rasanya nikmat. Cangkangnya saja seharga Rp400 Ribu, dan merupakan perhiasan berharga. 

Levina mengungkapkan, siput mata bulan bisa ditemui dengan mudah saat air pasang atau surut.

Baca juga: Bandara Mararena di Sarmi Papua Hanya Dilintasi Pesawat Sepekan Sekali

Apabila dijual di Pasar Sarmi, harganya Rp50 ribu seember penuh.

Selain siput mata bulan, warga sekitar juga kerap mencari lobster dan kepiting sendiri di laut.

Namun untuk menangkap lobster dibutuhkan jaring. Jaring itu dipasang di sepanjang hamparan karang.

Apabila air pasang, kemudian lobster tertangkap di jaring. Levina mengungkapkan, tidak terlalu sulit mencari lobster di kampungnya.

"Bentang jaring di atas batu-batu, nanti kalau air naik pagi periksa di dalam jaring, bisa dapat 10 sampai 20 ekor yang besar-besar," ungkap Levina.

Apabila dijual di Pasar Sarmi, Lobster hanya dihargai Rp100 ribu perkilogram (kg).

Diketahui siput mata bulan memiliki nilai ekonomis yang tinggi.

Dikutip dari situs resmi LIPI di Maluku siput itu sudah mulai langka.

Baca juga: Seumur Hidup di Papua, Martavina Tidak Pernah Merasakan Listrik 24 Jam

Sebab, cangkang siput mata bulan memiliki nilai ekonomis tinggi untuk dijadikan perhiasan.

Di pasaran Maluku, harga cangkang siput mata bulan bervariasi antara Rp250.000 hingga Rp 400.000 per kg.

Mutu cangkang siput mata bulan dapat dilihat dari bagian dalamnya yang mengkilap dan bagian ini yang diambil untuk diolah menjadi souvenir dan perhiasan.

Karena langka, saat ini LIPI sedang mengembangbiakkan siput mata bulan (Turbo Marmoratus) dan lola (Trochus niloticus) untuk pemulihan populasinya.

Kedua biota laut ini dibudidayakan untuk dilepas kembali ke habitat asalnya yakni Desa Sirisori, Pulau Saparua, Kabupaten Maluku Tengah serta di Desa Morela, Kecamatan Leihitu, pulau Ambon agar tidak punah. (Des)

Sumber: Warta Kota
Halaman 2/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved