APBD DKI
Ariza Minta Anak Buahnya tidak Tergoda untuk Korupsi karena APBD DKI yang Mencapai Rp 80 Triliun
Wagub DKI Ahmad Riza Patria mengingatkan jajarannya untuk tetap sederhana dan tak serakah pada uang. Sebab APBD DKI sangat besar.
Penulis: Fitriyandi Al Fajri | Editor: Valentino Verry
WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria meminta anak buahnya agar tidak tergoda dengan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) DKI Jakarta yang besar sekitar Rp 80 triliun.
Mantan anggota DPR RI Fraksi Gerindra ini tidak ingin, aparatur sipil negara (ASN) DKI Jakarta terjerat kasus korupsi maupun gratifikasi dari pengadaan barang dan jasa melalui APBD.
Baca juga: LPPOM MUI Pernah Tolak Permohonan Sertifikasi Halal Produk Ban Mobil Hingga Aspal
“DKI anggarannya besar, pejabat harus hati-hati, ya mohon maaf daerah yang anggaran sedikit saja ada yang tergoda, apalagi dengan anggaran besar seperti DKI Jakarta,” kata Ariza di Balai Kota DKI pada Jumat (18/3/2022).
Ariza lalu mengajak kepada ASN di DKI Jakarta untuk menjaga APBD dengan baik. Penggunaannya juga harus dilakukan dengan transparan dan akuntabel.
Setahu dia, pejabat di lingkungan DKI Jakarta bertanggung jawab terhadap anggaran yang digunakan. Bahkan penganggarannya melalui proses perencanaan yang benar yaitu musyawarah rencana pembangunan (musrenbang).
“Jadi tahapannya dilalui sepenuhnya, tak ada yang tidak dilalui. Tahapan demi tahapan dilalui prosesnya, tidak berani pejabat DKI melanggar aturan, ketentuan SOP apalagi UU,” ujar Ariza.
Baca juga: Diduga Libatkan Oknum Petinggi, Warga Banten Minta KPK Bongkar Kredit Macet 65 Miliar di Bank Banten
“Saya bersyukur sampai hari ini saya merasakan pejabat DKI selalu mengikuti aturan yang ada,” lanjut Ariza yang juga menjadi Ketua DPD Partai Gerindra DKI Jakarta ini.
Seperti diketahui, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Alexander Marwata menyebut bahwa penggunaan APBD di DKI Jakarta dianggap berpotensi terjadinya kebocoran karena memiliki pemasukan yang besar. Bahkan, nilai APBD DKI dianggap sama dengan nilai APBD seluruh provinsi di Sumatera.
“Pemprov DKI sangat kaya, APBD-nya kalau saya hitung itu sama dengan seluruh Provinsi di Sumatera, gabungan APBD Pemprov Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, itu APBD DKI dengan ruang lingkup wilayah yang lebih kecil,” jelas Alex.
Pada kesempatan itu, Ariza mengaku tidak tahu terkait eks pejabat DKI Jakarta yang mencairkan cek Rp 35 miliar usai pensiun.
Baca juga: Usung Konsep Irish Folk, PTCW Rilis Kumbang, Adikara Banu Beraksi dengan Mandolin
Mantan pegawai itu kini telah meninggal dunia, usai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengklarifikasi cek tersebut kepada yang bersangkutan.
“Pertama saya tidak tahu, informasi tersebut baru didengar dari Pak Alex (Wakil Ketua KPK Alexander Marwata). Apakah yang dimaksud pejabat tersebut almarhum mantan pejabat DKI atau bukan,” ujar Ariza.
Ariza mengatakan dari informasi yang dia dapat, mantan pejabat yang baru pensiun itu mencairkan cek Rp 35 miliar ke bank.
Pusat Pelaporan dan Analisis Keuangan (PPATK) kemudian mencurigai hal itu dan langsung berkoordinasi dengan KPK untuk meminta klarifikasi kepada eks pejabat DKI.
“Ada mantan pejabat yang baru pensiun, mencairkan cek kemudian meninggal sehingga prosesnya dihentikan. Untuk prosesnya lebih jelasnya silakan tanyakan kepada KPK,” katanya.
Baca juga: Pernah Berikan Sertifikasi Halal untuk Kulkas dan Kaus Kaki, Ini Alasan LPPOM MUI
“Saya belum mendengar, apa yang dimaksud. Apakah yang dimaksud pejabat DKI atau pejabat yang lain,” lanjut mantan anggota DPR RI Fraksi Gerindra ini.
Seperti diketahui, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menyebut pihaknya menemukan seorang eks pejabat Pemprov DKI Jakarta mencairkan cek senilai Rp 35 miliar. Adapun uang tersebut diduga digunakan sebagian untuk membeli rumah senilai Rp 3,5 miliar.
“KPK pernah menerima laporan PPATK dari salah seorang pejabat eselon tiga di DKI, begitu yang bersangkutan pensiun dan mencairkan cek sejumlah Rp 35 miliar,” kata Alex.
Alex mengatakan, pejabat eselon tiga tersebut juga membeli rumah dengan uang tunai sebesar Rp 3,5 miliar.
Kemudian, Alex meminta kepada pejabat itu melakukan klarifikasi karena uang tersebut diduga dari hasil gratifikasi.

Tetapi, pihaknya terpaksa menghentikan langkah klarifikasi dugaan pidana tersebut dikarenakan eks pejabat tersebut meninggal dunia.
“Saya tidak tahu mungkin sudah jalan Tuhan tidak lama setelah kami klarifikasi beliau meninggal,” ujarnya.
Meski klarifikasi dihentikan, pihaknya tetap melanjutkannya ke Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan.
Hal itu dilakukan untuk memeriksa kekayaan yang ditinggalkan serta langsung mengenakan pajak.
“Jangan berhenti, sampaikan ke Ditjen Pajak, karena kalau orang pajak itu saya lihat tidak peduli uang dari korupsi atau dari jualan apapun pokoknya tambah kekayaannya, bayar pajak,” jelasnya.