Gugat Presidential Threshold ke MK, Jaya Suprana: Sayang, yang Mampu Jadi Capres Kehilangan Hak

Jaya mengatakan, permohonan tersebut tidaklah berkaitan langsung dengan dirinya dalam konteks kepentingan politik.

the jakarta post
Pendiri Museum Rekor Dunia Indonesia (MURI) Jaya Suprana mengajukan permohonan uji materi pasal 222 UU Pemilu, terkait ambang batas pencalonan presiden alias presidential treshold (PT) 20 persen, ke Mahkamah Konsitusi (MK). 

WARTAKOTALIVE, JAKARTA - Pendiri Museum Rekor Dunia Indonesia (MURI) Jaya Suprana mengajukan permohonan uji materi pasal 222 UU Pemilu, terkait ambang batas pencalonan presiden alias presidential treshold (PT) 20 persen, ke Mahkamah Konsitusi (MK).

Dalam sidang pemeriksaan pendahuluan yang digelar pada pada Selasa (8/3/2022), Jaya hadir secara daring sebagai prinsipal tanpa didampingi kuasa hukum.

Pada kesempatan yang diberikan oleh pimpinan panel Hakim Konstitusi, Jaya mengungkapkan alasannya mengajukan permohonan tersebut.

Baca juga: Usul Pemilu 2024 Ditunda, Muhaimin Iskandar: Kalau Partai Kompak, Jokowi Pasti Setuju

Jaya mengatakan, permohonan tersebut tidaklah berkaitan langsung dengan dirinya dalam konteks kepentingan politik.

Namun demikian, aturan tersebut menurutnya membatasi hak setiap warga negara Indonesia untuk maju mencalonkan diri sebagai Presiden atau Wakil Presiden.

Warga negara yang dimaksud oleh Jaya adalah mereka yang memiliki potensi dan kemampuan namun tidak memiliki akses kepada partai politik dan tidak memiliki dana yang cukup.

Baca juga: DAFTAR Lengkap PPKM Jawa-Bali Hingga 14 Maret 2022: Jabodetabek Level 2, Level 4 Sisa Dua

Hal tersebut ia sampaikan dalam sidang yang disiarkan di kanal YouTube Mahkamah Konstitusi, Selasa (8/3/2022).

"Hanya memikirkan alangkah sayangnya apabila ada teman-teman saya yang mampu, saya tidak sebut nama, tapi yang menurut saya mampu dan mau menjadi capres, tetapi mereka kehilangan haknya."

"Kehilangan kesempatannya untuk maju sebagai capres, karena tidak mungkin memenuhi syarat yang diajukan di dalam apa yang disebut sebagai presidential threshold," tutur Jaya.

Baca juga: Dianggap Galau Akut karena Usul Tunda Pemilu tapi Tetap Ingin Jadi Capres, Ini Respons Gus Muhaimin

Dalam sidang tersebut, Jaya tidak menjelaskan kewenangan Mahkamah, legal standing, alasan permohonan, maupun petitum permohonan.

Namun demikian, dalam persidangan terungkap ada tiga poin petitum yang diajukannya.

Satu di antara petitum tersebut adalah agar norma pasal 222 UU 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum dinyatakan bertentangan dengan pasal 6 ayat 2 dan pasal 6a UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

Panel Hakim Konstitusi yang memimpin jalannya persidangan tersebut adalah Arief Hidayat, Enny Nurbaningsih, serta Manahan MP Sitompul.

Yang Berhak Gugat Presidential Threshold ke MK Cuma Parpol Peserta Pemilu dan Capres-Cawapres

Mahkamah Konstitusi (MK) tak menerima gugatan presidential threshold dalam UU 7/2017 tentang Pemilu, yang dimohonkan oleh Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Ferry Joko Juliantono.

Halaman
12
Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved