Perang Rusia Ukraina
Hikmahanto Juwana: Rusia dan Ukraina Sama-sama Pakai Hukum Internasional untuk Gunakan Kekerasan
Invasi Rusia ke negeri yang memerdekakan diri dari Uni Soviet pada 1991 ini, dikhawatirkan memicu konflik dalam eskalasi besar.
WARTAKOTALIVE, JAKARTA - Operasi khusus Rusia terhadap Ukraina mengkhawatirkan dunia.
Invasi Rusia ke negeri yang memerdekakan diri dari Uni Soviet pada 1991 ini, dikhawatirkan memicu konflik dalam eskalasi besar.
Pakar hukum internasional Hikmahanto Juwana mengatakan, konflik Rusia-Ukraina tak lepas dari ketidakinginan Vladimir Putin melepas legitimasinya.
Baca juga: Yusril Ihza Mahendra: Produk Hukum dan Lembaga Apa yang Berwenang Tunda Pemilu 2024?
Putin tidak mendefinisikan invasinya sebagai agresi, tapi ia bersikeras mempertahankan pengaruh Rusia, sejak Ukraina menjadi negara berdaulat agar legitimasi itu terhapus.
"Pertama, Rusia mengirim pasukan dalam rangka mengakui kemerdekaan Republik Rakyat Donetsk dan Republik Rakyat Luhansk dari Ukraina."
"Menurut Putin ini bagian dari legitimasi dan aksi mereka sebagai upaya membantu kedua negara dalam menghadapi Ukraina," ulas Hikmahanto dalam seri podcast Tribun Corner bertajuk 'Invasi Rusia, Mau Sampai Kapan?' Sabtu (26/2/2022).
Baca juga: Banyak Jatuh Korban pada 2019, Partai Gelora Gugat Pasal Pemilu Serentak ke MK
Hikmahanto menambahkan, sejatinya Putin paham betul, operasi militernya telah sesuai pasal 51 piagam PBB.
Meski, akhirnya Ukraina tidak tinggal diam karena deklarasi kemerdekaan Luhansk dianggap sebagai kelompok separatis Ukraina yang pro Rusia.
"Dalam konteks demikian, hukum internasional hanya digunakan sebagai legitimasi baik Rusia maupun Ukraina, untuk menggunakan kekerasan (use of force)," kata Hikmahanto.
Baca juga: Sekjen Gerindra: Prabowo Bakal Bayar Utang kepada Rakyat Madura dengan Jadi Presiden di 2024
Hikmahanto menilai sangat wajar bila bentrok Ukraina dan Rusia akan penuh tantangan.
Sebab, konflik keduanya dipengaruhi pula keinginan kuat Ukraina yang ingin bergabung ke NATO.
Aksi tersebut justru memicu emosi Putin, apalagi Presiden Ukraina saat ini lebih pro barat daripada Rusia.
Baca juga: Berkas Perkara Dinyatakan Lengkap, Bareskrim Diminta Serahkan Edy Mulyadi kepada Jaksa
"Sangat wajar konflik ini akan bernarasi dalam dua perspektif, karena Rusia ingin mempertahankan pengaruhnya."
"Sementara di sisi Ukraina, mereka condong ke barat dalam hal ini NATO, hal itu memicu Putin untuk mencegah hal tersebut terjadi," urai Hikmahanto.
Oleh karena itu , kata Hikmahanto, dalam tensi tinggi ini Indonesia bisa mengambil sikap.
Baca juga: Desak Amandemen UUD 1945, Jokpro 2024: Pada Akhirnya Semua akan Jokowi Tiga Periode, Salam Tiga Jari