Wawancara Eksklusif
Kisah Rama Pratama Soal Reformasi 1998, Bantu dan Berseteru dengan Fahri Hamzah, ke Dunia Teknokrat
Rama Pratama bercerita soal Reformasi 1998, berseteru dengan Fahri Hamzah dan terjun ke dunia teknokrat.
Penulis: Hironimus Rama | Editor: Dodi Hasanuddin
Dinamika kepartaian seperti ini menurut saya biasa saja, semua masih teman-teman saya. Kalau ditanya posisi saya saaat ini, saya jawab: Ya, saya politisi teknokratis di dunia profesional. Saya rasa sudah cukup di dunia politik dengan segala dinamikanya, ada ribut-ribut dan lain sebagainya.
Awal kisah keluar dari partai politik, teman-teman pasti sudah tahu. Waktu itu teman sekampus Fahri Hamzah dipecat PKS. Saya termasuk yang membela dia.
Warta Kota: Ini termasuk sentimen sesama alumnus UI atau nilai-nilai demokrasi secara umum?
Rama: Saya mungkin tidak melihatnya sebagai perjuangan nilai-nilai demokrasi. Saya merasa hanya sebagai solidaritas sesama aktivis. Kami punya kultur berdebat keras. Bahkan saya dan Fahri juga sering berdebat keras, tetapi kita tidak khawatir saling memecat.
Bagi saya proses pemecatan itu menjadi gak asyik. Jadi ini personal saja. Tetapi saya nothing personal dengan semuanya. Itu pilihan yang saya terima konsekuensinya.
Bisa dikatakan masa depan politik saya di PKS sudah selesai karena ikut mendukung Fahri Hamzah yang sudah mendirikan partai politik baru. Sekarang saya tidak bergabung dengan partai politik. Saya memilih dunia profesionalisme di jalur teknokrat. Jadi segala macam pengalaman dan jaringan selama ini menjadi aset bagi saya. Dunia politik praktis sudah tidak ada dalam visi saya. Kontribusi saya lebih ke lapangan teknokratis.
Warta Kota: Kapan momentum switch off atau balik arah itu? Anda kan sebenarnya bisa pindah partai karena masih banyak partai politik. Kenapa berbalik arah?
Rama: Ini semua tidak lepas dari pemikiran saya memberi kontribusi lebih. Saya juga mengukur kapasitas dan kemampuan saya.
Terus terang, ongkos politik sekarang makin mahal dan itu sudah di luar kapasitas saya. Tetapi dalam konteks sebagai aktivis, saya tetap ingin berkontribusi bagi bangsa dan negara. Saya merasa dibekali kompetensi dan profesionalitas untuk berkontribusi di jalur teknokratis.
Warta Kota: Baik mas Rama. Barangkali ada pesan-pesan yang ingin disampaikan ke pembaca Warta Kota?
Rama: Saya sendiri merasa pada akhirnya menjadi politisi atau apapun itu, yang dipertanyakan adalah kontribusi dan relevansi kita. Itu yang selalu melekat dalam diri saya.
Apa kontribusi dan relevansi kehadiran saya di sebuah momen atau konteks? Jadi bukan soal menjadi politisi, teknokrat atau apa saja, selama bisa memberi kontribusi dan rekevansi, itu adalah eksistensi optimal dari seorang manusia. Jadi tantangan saya adalah bagaimana memberi kontribusi bagi kemanfaatan masyarakat yang lebih luas sehingga kehadiran kita menjadi relevan.