Wawancara Eksklusif

Kisah Rama Pratama Soal Reformasi 1998, Bantu dan Berseteru dengan Fahri Hamzah, ke Dunia Teknokrat

Rama Pratama bercerita soal Reformasi 1998, berseteru dengan Fahri Hamzah dan terjun ke dunia teknokrat.

Penulis: Hironimus Rama | Editor: Dodi Hasanuddin
Wartakotalive.com/Dodi Hasanuddin
Kisah Rama Pratama Soal Reformasi 1998, Bantu dan Berseteru dengan Fahri Hamzah, ke Dunia Teknokrat. 

Lalu kemudian Indonesia terus bergerak masuk ke masa krisis. Bayangkan, Soeharto membangun Indonesia dengan  ekonomi sebagai legitimasi politiknya. Legitimasi ekonomi ini runtuh saat krisis 1998. Itulah awal runtuhnya rezim Orde Baru selama 32 tahun lebih.

Warta Kota: Bagaimana krisis itu masuk ke kampus?

Rama: Nah, ternyata krisis itu juga masuk ke kampus. Kita melihat ada teman yang tidak bisa kita temui lagi di kampus karena tidak bisa membayar uang kuliah. Dulu kan banyak orang kena PHK (pemutusan hubungan kerja), lalu harga sembako mahal, inflasi dan banyak yang antri sembako. Makanya kegiatan senat waktu itu salah satunya bakti sosial.

Bukan hanya itu saja, kegiatan perkuliahan juga terganggu. Beberapa lab yang bahannya harus impor seperti lab kedokteran, lab IPA sempat ditutup.

Semua itu lalu mempengaruhi kehidupan kita sehari-hari dan membentuk ekosistem perlawanan. Kita kan masuk dalam kelompok kelas menengah terdidik yang sadar akan hak-haknya dan bagaimana merebut hak-hal itu jika dirampas. Di situlah embrio perlawanan mulai muncul.

Tetapi waktu itu kan suasana masih represif. Kita tidak punya pengalaman terkait gerakan mahasiswa sebelumnya. Terakhir gerakan mahasiswa terjadi tahun 1978, sebelumnya  Malari 1974, lalu 1966. Waktu itu kita alami represif.

Gerakan ini sebenarnya diawali dengan gerakan intelektual. Kampus-kampus itu melakukan kajian-kajian, mengundang banyak intelektual, dosen-dosen kita kolaboratif. Saya ingat dosen-dosen yang kita panggil ada Faisal Basri, Arni Sanit, Eep Saefullah Fatah dan dosen-dosen kritis lainnya.

Diskusilah kita di situ, lalu terbentuk dinamika kampus. Namun belum berani demo juga karena tentara masih kuat. Kita lakukan diskusi intens tentang situasi Indonesia sekarang dan  masa depan politik Indonesia.

Kemudian terjadi eskalasi. Salah satunya di Yogyakarta dengan referendum oleh BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa) Yogyakarta. Memang ada cerita lucu terkait hal ini. Karena Yogyakarta jauh, mereka lenbih dulu panas, lalu masuk ke Jakarta dan berakhir di Bandung. Mahasiswa Bandung semangatnya lebih lama. Kita sudah berhenti, mereka masih saja jalan.

Referendum itu eskalasi pertama dari gerakan intelektual di kampus menjadi gerakan politik. Kalau tidak salah waktu itu referendumnya adalah: Setuju atau tidak Pak Harto  dipilih kembali jadi presiden? Itu terjadi sekitar bilan November-Desember 1997.

Gerakan itu kemudian disambut teman-teman di kampus lain, termasuk UI (Universitas Indonesia),  teman-teman elemen lain selain senat kemudian mulai melakukan demonstrasi.

Kita kemudian menyuarakan aspirasi mahasiswa itu ke DPR. Waktu itu bulan Februari 1998, ada Sidang Umum DPR/MPR. Agendanya waktu itu seperti biasa memilih kembali Soeharto. Upacara 5 tahunan kan. Waktu itu saya ingat betul difasilitasi bang Fadli Zon karena dia yang sudah jadi anggota DPR dan dekat dengan lingkaran  Cendana. Dia kan alumni kita.

Kita bilang mau ke sana dan sampaikan aspirasi tanpa menyebut poinnya apa. Beliau juga kan aktivis organisasi, jadi tidak menanyakan agendanya apa. Ternyata di situ ketemu dengan Fraksi ABRI, namanya Yunus Yosfiah.

Fraksi-fraksi lain tidak berani terima karena secara politik terkooptasi. Mereka pikir kita mau menyampaikan gagasan-gagasan kita. Di ujung pertemuan mereka semua kaget karena  kita menyatakan sikap: Menolak Presiden Soeharto Dipilih Kembali. Wartawan semua ada. Setelah itu kita kembali lagi ke kampus, kabur kita.

Setelah itu, eskalatifnya luar biasa, mulailah demo-demo. Demo juga mulai dari dalam kampus, tidak berani keluar. Kemudian terjadi eskalasi sampai kerusuhan, ada mahasiswa Trisakti tertembak.

Halaman
1234
Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved